A Story about ‘Lula’

Anak Utara
Jemala
Published in
6 min readJul 9, 2021

Artikel ini adalah artikel pertama yang kami buat bersama-sama. Sudut pandang personal dari Theo dan Riady dituangkan dan ditulis berdasarkan pengalaman yang dirasakan dalam proses pengerjaan single Jemala yang berjudul ‘Lula’.

Theo Cahya

Perjalanan Jemala di awal tahun 2021 merupakan salah satu leap of faith paling menantang yang kami ambil. Kami memutuskan untuk mengundurkan dari dari pekerjaan tetap kami, untuk berfokus ke Jemala. Keputusan ini kami pertimbangkan dengan banyak pertanyaan yang menggantung di kepala kami: Apakah bijak untuk meninggalkan pekerjaan tetap di masa pandemi? Apakah bisa hidup dari sini? Bagaimana kami akan melakukannya? dsb. Satu hal yang akhirnya menguatkan kami untuk mengambil leap of faith ini adalah pemikiran tentang bagaimana kami tidak akan pernah tahu kalau kami tidak benar-benar mencobanya. Keinginan yang kuat itu akhirnya mengalahkan segala kebimbangan. Kami memiliki ground belief yang sama dalam pengambilan keputusan ini, yaitu: kami tidak ingin ada penyesalan di masa mendatang karena tidak pernah benar-benar mencoba.

Minggu-minggu sebelum hari terakhir kami di kantor, kami habiskan dengan banyak mengobrol bersama teman-teman. Salah satu hal yang kami syukuri hingga sekarang adalah bagaimana kami merasa beruntung karena memiliki teman-teman yang suportif dan mendukung kami sepenuhnya. Saya pribadi mendapatkan dukungan-dukungan yang menguatkan dan membulatkan tekad saya untuk fokus sepenuhnya ke Jemala.

Salah satu teman yang obrolannya berkesan bagi saya adalah obrolan bersama Gilang. Teman kami ini dengan antusias mendukung langkah yang akan kami ambil saat itu. Tak lupa, Ia berpesan dan memberikan wejangan bagi kami dari pengalaman-pengalaman yang Ia dapat sepanjang hidup. Salah satu pesan, yang mungkin Gilang sampaikan secara spontan, namun meninggalkan kesan mendalam bagi saya adalah: “Yahh yang manapun yg penting lakuin pake cinta, Te. Selama pake cinta, hasilnya juga pasti lebih lo sayangin”. Then I was like… hooked.

Dari pesan itu, tiba-tiba saya tergerak untuk menuangkannya menjadi sebuah lirik pendek. Saya mencoba membayangkan apa yang ingin saya sampaikan saat itu, dengan pesan mendasar “mencipta dengan cinta”. Saat itu saya teringat bahwa Gilang baru saja mendapatkan kebahagiaan dengan kelahiran anak pertamanya. Saat itu juga saya mendapatkan sudut pandang tentang Gilang yang memberikan pesan “mencipta dengan cinta” kepada anak tersayangnya. Tanpa berfikir panjang saya menuangkannya dalam bentuk lirik.

𝗧𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗸𝘂 𝗹𝗲𝘄𝗮𝘁𝗶, 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗮𝗸 𝘀’𝗹𝗮𝗹𝘂 𝘆𝗮𝗸𝗶𝗻

𝗧𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗸𝘂 𝗽𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗿𝗶, 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗮𝗸 𝘀’𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿

𝗠𝗲𝗻𝗰𝗶𝗽𝘁𝗮 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗰𝗶𝗻𝘁𝗮, 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗻𝗶𝗸𝗺𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 ‘𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗺𝗮𝗸𝗻𝗮

𝗛𝗲𝗺𝗯𝘂𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗻𝗴𝗶𝗻 𝘀𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗿, 𝗯𝗲𝗿𝗱𝗲𝘀𝗶𝗿 𝘁𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴 𝗹𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗵𝗺𝘂

𝗛𝗶𝗱𝘂𝗽𝗶 𝗿𝗲𝗻𝗰𝗮𝗻𝗮𝗺𝘂, 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮𝗵 𝗴𝗮𝗽𝗮𝗶 𝗿𝗲𝗻𝗷𝗮𝗻𝗮

Lahirlah sketsa awal dari single terbaru Jemala saat itu, yang kami persembahkan bagi Gilang dan anak perempuannya, Lula.

Singkat cerita, kami berhasil menyelesaikan proses produksi dari lagu “Lula” — yang ceritanya bisa dibaca dari sudut pandang cerita Anak Utara di bawah. Hal yang pertama kali kami lakukan adalah memperdengarkan lagu yang kami buat ini kepada Gilang dan keluarganya. Tanpa disangka, Gilang dan keluarga menyukai lagu ini dan merasa senang karena kami mempersembahkan lagu ini bagi Lula. Kebahagiaan dan kebahagiaan dari respon positif yang kami rasakan, ternyata secara tidak langsung juga menghidupi pesan ‘mencipta dengan cinta, maka nikmatnya kan bermakna’ yang juga kami tuangkan ke dalam lirik. “Jadi, ini yang dimaksud Gilang melakukan apapun dengan cinta”, pikir saya saat itu.

Objektif kami dalam pembuatan single ini beserta campaign output kreatifnya kemudian berkembang menjadi sesuatu yang menyenangkan. Jemala bersama Gilang — yang juga berprofesi sebagai ilustrator dengan nama Sundate Stories, mencoba memaksimalkan apa yang kita bisa lakukan dengan kemampuan yang kami punya masing-masing. Lahirlah video lirik hasil kolaborasi audio visual antara Jemala dan Sundate Stories. Kolaborasi ini menjadi kolaborasi yang sangat wholesome bagi kami. Selain karena kami ‘menghidupi’ pesan dasar dari lagu ini dalam proses pengerjaannya, kami juga membuat karya ini dengan antusiasme yang tinggi, tanpa berekspektasi apapun. Kami hanya percaya, bahwa kami mengerjakannya dengan cinta.

Ilustrasi dari kolaborasi kami, oleh: Sundate Stories

Anak Utara

Selain ceritanya sendiri yang sangat personal untuk kami berdua, pengerjaan single ‘Lula’ saya rasa tidak kalah menarik. Track ini menjadi penanda kali pertama kami bisa bekerja sama dalam satu ruangan, untuk menyelesaikan sebuah lagu. Seperti yang bisa dibaca di caption Instagram tentang rilisnya ‘Seadanya’ dan ‘Tentang Renung dan Tabur’, kedua single itu kami kerjakan secara daring. Masih ajaib kalau diingat-ingat bagaimana dua single tersebut bisa tetap selesai tanpa pertemuan tatap muka.

Single ‘Lula’ tercetus saat membicarakan tentang keinginan mendokumentasikan pesan baik dari sahabat dekat kami, Gilang Ndaru. Pesan tentang ‘mencipta dengan cinta’ ingin kami terjemahkan menjadi sebuah lagu baru. Gilang adalah seorang illustrator yang sudah berkecimpung lama di bidangnya. Kami banyak belajar dari perspektif dan pengalamannya setelah melewati banyak asam garam di sepanjang perjalanan karirnya. Di malam yang sama di mana obrolan saya dengan Gilang berlangsung, Theo tiba-tiba mengirimkan contoh lirik yang notabene pada saat saya baca terasa sudah selesai. Lanjutlah kami saling mengirim sketsa chord progression untuk mengiringi lirik ‘Lula’.

Menyanyikan sebuah lagu baru yang dimulai dari lirik merupakan pengalaman baru bagi saya. Membayangkan padanan vokal tanpa iringan sketsa instrumen nampaknya sulit. Entah bagaimana caranya, setelah bertukar feedback dan beberapa sketsa yang tak terpakai, jadilah struktur dasar ‘Lula’. Lumayan, jadi punya pengalaman baru.

Setelah struktur chord progression dasar sudah kami temukan, Saya melanjutkan rekaman bagian gitar akustik — dari awal kami sepakat bahwa untuk gitar akustik merupakan bagian saya, sedangkan Theo berfokus ke gitar klasik, serta menambahkan vokal dan instrumentasi tambahan. Saya berharap, pada saat Theo kembali ke Jakarta, bagian gitar klasik yang dia isi sudah bisa dikerjakan. Untungnya kami berdua sepaham dalam treatment dan referensi dari ‘Lula’. In a nutshell, di awal 2021 ‘Lula’ sudah setengah jadi.

Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah merekam gitar klasik Theo, dengan pengetahuan rekaman proper di studio yang minim. Jujur, pengalaman saya bertandang ke studio musik untuk rekaman benar-benar nihil. Semua proses rekaman yang saya lakukan dari awal saya menekuni dunia audio sampai sekarang, semuanya terjadi dari dalam kamar tidur. Saya belum mengetahui treatment studio yang baik untuk suara optimal saat rekaman dengan menggunakan mic sebagai sumber penangkap suara. Beruntung di tahun 2020 saya mempunyai kesempatan untuk mempelajari dasar recording digital dari kelas ‘Basic Music Production oleh Reney Karamoy’, salah satu gitaris lokal favorit saya. Ilmu yang saya dapatkan kami terapkan dalam rekaman ini. Hasilnya cukup mengejutkan bagi kami berdua. Untuk first attempt, sama sekali tidak buruk. Padahal kami nekat untuk rekam direct dan todong secara bersamaan tanpa punya bayangan kedua track gitar klasik tersebut akan di-treat seperti apa.

Satu lagi yang kami berdua sepakati: Kami ingin ‘Lula’ terdengar luas dan uplifting. Maka dari itu, treatment harmoni vokal saya buat seperti merapal mantra sekuat mungkin, dibalut dengan dua gitar yang menopang bagai pilar, gagah berdiri di sisi kanan dan kiri lagu ini serta saling mengisi dengan harmonis. Lumayan magis kalau dipikir-pikir bagaimana semua keinginan itu bisa terlaksana dalam sesi mixing ‘sebisanya’ yang kami berdua lakukan. Dengan fokus yang jelas, ‘Lula’ berhasil kami berdua amini untuk menjadi sebuah standard yang baik untuk proses mixing dan mastering Jemala di proyek ke depan.

Definisi ‘mencipta dengan cinta’ cukup bisa saya rasakan selama mengerjakan track ini. Tak hanya dari pengerjaan track saja, selama pengerjaan campaign promo serta animasi lyric video bersama Sundate Stories, semua terasa sangat amat menyenangkan untuk kami bertiga kerjakan. Damn! Saya hanya bisa takjub dengan kehebatan tangan Gilang dalam mengerjakan ilustrasi ‘Lula’ walau sedang dirundung sibuknya pekerjaan ahensi. Kurang ‘dengan cinta’ apa lagi yang Gilang lakukan? Menjadi sebuah kesempatan menyenangkan bisa memproses asset visual yang sudah bagus dan sangat mengena di hati kami bertiga. Sulit dijelaskan secara lengkap melalui tulisan, namun saya merasa pengerjaan proyek ini terasa ikhlas dan mengalir dengan mudah hingga selesai.

Di grup whatsapp yang berisi kami bertiga, kami saling melontarkan ketidaksabaran untuk melihat ‘Lula’ hadir untuk didengarkan oleh teman-teman semua dalam berbagai format yang kami telah siapkan. Saya hanya bisa berharap, semoga rasa bahagia dan semangat yang kami bertiga nikmati selama mengerjakan ‘Lula’ juga bisa teman-teman nikmati lewat lagu dan video lyric yang bisa dinikmati di channel Youtube Jemala.

--

--

Anak Utara
Jemala
Editor for

1 as Anak Utara. 2 as Jemala. North Jakarta based aspiring Music Producer.