Jurnal Jemala #1: Jalani Seadanya, Semua Tercipta Baik

whrr
Jemala
Published in
5 min readMar 1, 2021

Membicarakan tentang tahun 2020 sepertinya tidak akan pernah ada habisnya, ya? Setiap orang berjuang dengan caranya masing-masing untuk bertahan di tengah masa pandemi — yang tidak pernah dihadapi sebelumnya di sepanjang hidup. Dalam ketidakpastian itu Jemala lahir. Jemala adalah projek musik saya bersama teman baik saya di kantor, Riady. Obrolan sehari-hari mengenai musik yang kami dengar berkembang menjadi sebuah keinginan untuk mencipta musik. Di penghujung tahun, hingga berganti ke tahun 2021, Jemala menjadi salah satu alasan saya bisa merasa ‘normal’ di dunia yang sedang carut marut.

Jurnal Jemala adalah jurnal yang dibuat sebagai pengingat, bagi kami sendiri, mengenai apa yang terjadi dalam perjalanan kami memulai dan mengembangkan Jemala.

Awal Mula

Permintaan dari kantor tempat kami bekerja untuk menciptakan musik bagi konten promosi kantor, memantik lahirnya Jemala. Kami berdiskusi, mencoba berbagai macam sketsa musik, dan mengobrol dengan teman-teman kami di kantor untuk mencari inspirasi. Terciptalah ‘Salute’, musik instrumental/ambient yang menjadi track pertama Jemala. Karya pertama kami ini rilis dengan sederhana, tanpa ada gegap gempita dan rencana promosi yang proper.

Meskipun ‘Salute’ adalah track pertama kami, namun kontribusi kami di kampanye sosial #20detikcucicorona menjadi titik balik kami untuk mulai membawa Jemala lebih serius. Dalam kampanye tersebut, para musisi diminta untuk menciptakan lagu berdurasi 20 detik untuk menemani masyarakat mencuci tangan dengan benar — karena pada saat itu, sedang digiatkan aktivitas mencuci tangan untuk mencegah virus corona.

Saya dan Riady mengobrol dengan santai dan secara impulsif memutuskan untuk menjadi bagian dari kampanye tersebut. Kami mengerjakan lagu berdurasi 20 detik tersebut dari tempat tinggal kami masing-masing. Alat yang kami gunakan untuk merekam lagu tersebut pun masih sangat seadanya. Ternyata, hasil yang keluar melebihi ekspektasi kami berdua. Kami menyukai lagu tersebut (yang berjudul ‘20//Segera Berlalu), hingga memutuskan untuk mengembangkan lagu berdurasi 20 detik menjadi satu lagu penuh, yang nantinya benar-benar lahir dengan judul ‘Seadanya’.

Lagu kami yang berjudul 20//Segera Berlalu yang dicetak dalam format vinyl bersama lagu-lagu 20 detik dari musisi lain

Major Discussion and Burnout Alert

Bulan April hingga awal Oktober 2020 kami lalui dengan penuh ketidak pastian. Kondisi pandemi yang semakin tidak pasti membuat kami kebingungan dalam bersikap. Obrolan mengenai musik tetap berjalan, bahkan pekerjaan untuk membuat musik untuk kebutuhan komersial juga kami dapatkan, tetapi periode ini tidak berjalan seperti yang kami inginkan, terutama bagi saya pribadi. Saya mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi bagi Jemala, karena berbagai hal — dari kondisi pandemi yang semakin membuat stress, pekerjaan sehari-hari yang load-nya bertambah, hingga keinginan saya untuk pulang sebentar ke Yogyakarta. Sepertinya saya mengalami yang namanya burn out, istilah yang akhir-akhir ini muncul dan dialami oleh banyak orang.

Untungnya — dan saya sungguh berterima kasih akan hal itu, Riady tetap rajin membuat sketsa-sketsa lagu untuk didiskusikan bersama melalui obrolan di messenger. Apa yang dilakukan Riady ini nantinya berbuah baik, untuk menjadi bahan bakar Jemala bergerak maju.

‘Seadanya’ dan ‘Tentang Renung & Tabur’

Lagi-lagi, kantor kami berjasa besar bagi Jemala. Salah satu teman kami di kantor mengatakan kepada kami, “Kantor mau bikin konten untuk mental health awareness day nih. Jemala mau nggak untuk ngisi konten itu? punya lagunya atau nggak?” Tanpa berpikir dua kali, kami mengiyakan tawaran tersebut. Saat itu, saya kembali ke Jogja untuk bekerja dari rumah, setelah berbulan-bulan tinggal di kamar kos. Saya teringat bahwa Riady sempat mengembangkan lagu 20 detik kami menjadi lagu penuh yang berjudul ‘Seadanya’ . Liriknya pun kami rasa sesuai untuk pesan yang ingin disampaikan

Sabarlah telusuri berbagai cara,
Jalani hidup senang
Nikmati hidup tenang.
Walau kan tetap cemas
Walau kan tetap gundah

Saat kami mendaulat lagu itu untuk membawa pesan tentang mental health awareness, lagu ini masih setengah matang. Kami akhirnya memutuskan untuk merekam ulang lagu ini, dari rumah kami masing-masing. Tanpa disangka, proses pembuatan ‘Seadanya’ yang memaksa kami lembur, merupakan proses yang sangat menyenangkan. Kami secara aktif merekam, berdiskusi, saling memberi masukan satu sama lain dan berkontribusi di instrumen-instrumen yang perlu dimasukkan ke dalam lagu.

Surprise, surprise! dengan waktu terbatas, ‘Seadanya’ mampu dikerjakan dengan hasil yang cukup memuaskan bagi kami berdua, untuk kami submit di kebutuhan konten kantor. Keimpulsifan kami tidak berhenti di situ. Kami memiliki ide untuk merilis ‘Seadanya’ secara proper melalui laman Bandcamp kami. Berkutatlah kami dengan segala macam konten promosi, memilih artwork, membuat deskripsi, menyiapkan press release dan lain sebagainya. Proses ini tidak kalah serunya dengan proses kreasi dari lagu tersebut.

Seadanya versi final dan demo yang kami unggah di laman Bandcamp kami

‘Tentang Renung & Tabur’ lahir dua bulan kemudian. Kami ingin merilis lagu yang bisa menjadi penutup tahun 2020, untuk kita merenung dan menyadari apa yang terjadi setahun ke belakang. Proses kreasi ‘Tentang Renung & Tabur’ juga sama menyenangkannya dengan ‘Seadanya’. Meskipun dari rumah masing-masing, kami mencoba memaksimalkan apa yang ada untuk terciptanya lagu ini. Proses brainstorm, penulisan lirik, mengirim sketsa-sketsa bagian dari lagu hingga pembagian tugas yang fluid, membuat kami belajar lebih banyak lagi.

Album artwork ‘Tentang Renung & Tabur’. Foto oleh: Yohanna Wulan

Peran dalam Hidup

Pertumbuhan Jemala sebagai sebuah entitas yang kami bangun bersama, tidak hanya berkutat pada musik dan kreasinya. Lebih dalam dari itu, kami belajar tentang kehidupan melalui referensi-referensi yang kami temukan dalam perjalanan. Saya dan Riady sering berbagi tentang nilai-nilai kehidupan yang perlu kami percayai, yang nantinya mungkin bisa kami komunikasikan melalui musik yang kami ciptakan.

Salah satu nilai yang menurut kami bisa diamini bersama adalah ketika kami menonton salah satu video interview Barasuara, dan mas Iga Massardi menyampaikan bahwa proses kreasi (dalam konteks ini, bermusik) menjadi penting dalam kedamaian berfikir. Ini tentang menjalankan fungsi dan peran sebagai manusia dengan kemampuan yang dimiliki. Pemikiran itu merupakan salah satu pemikiran yang membuat kami yakin, bahwa kita tidak perlu banyak berfikir tentang bisa atau tidak, tetapi yang diperlukan adalah bagaimana kita mendamaikan pikiran kita, dengan melakukan apa yang kita suka.

Saya secara pribadi bersyukur, bahwa lagu-lagu yang kami buat, direspon dengan baik oleh teman-teman yang sempat mendengarkannya. Kesempatan untuk bisa menciptakan karya, dan membagikannya kepada siapapun, ternyata menjadi salah satu hal yang membuat saya bisa berdamai dengan pikiran saya sendiri.

Profile Jemala, yang kami ambil dari rumah masing-masing dan digabungkan seadanya hehehe

--

--