Sedikit Soal Harry Roesli

Jeng Jeng Jet
@jengjengjet
Published in
2 min readFeb 24, 2019

Bicara soal sejarah musik Indonesia, nama Harry Roesli tentu tak boleh luput dari pembahasan.

Harry Roesli lahir dari keluarga bukan sembarangan. Ayahnya, Roeshan Roesli, adalah Mayor Jenderal Purnawirawan TNI. Kakeknya, Marah Roesli adalah seorang sastrawan yang menulis karya Siti Noerbaja.

Awalnya ia tak disetujui untuk menjadi seorang musisi oleh kedua orang tuanya, namun akhirnya keluarganya mengizinkan dengan catatan: harus punya ijazah pendidikan.

Setelah dapat restu, pria kelahiran Bandung, 10 September 1951 ini cabut dari Fakultas Teknik Mesin ITB untuk hijrah ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di tahun 1978, ia mendapat beasiswa ke Belanda untuk menjalani studi musik di Rotterdam Conservatorium. Sebuah bukti nyata untuk orang tuanya bahwa ia benar-benar serius mendalami seni musik.

Karya musik Harry Roesli terbilang mahal secara estetika. Saat membuat proyek The Gang Of Harry Roesli, band yang ia bentuk saat kuliah di ITB, misalnya. Pada tahun 1973 mereka merilis Philosophy Gang, yang memuat 7 komposisi musik (5 di antaranya ciptaan Harry Roesli). Pada rilisan ini mereka memadukan musik rock, blues, phsychedelic, funk dan juga jazz. Namun proyek ini hanya bertahan 5 tahun lantaran Harry Roesli lebih memilih fokus di Teater Ken Arok.

Hobinya membaca banyak buku membuatnya jadi pribadi yang kritis. Salah satu lagu The Gang Of Harry Roesli, “Malaria”, disebut kritikus musik Denny Sakrie (almarhum) sebagai metafora potret Indonesia. Sikap kritisnya terhadap rezim Orba inilah yang membuatnya sering mendapatkan ancaman pembunuhan. Sampai-sampai ia harus memakai rompi anti peluru saat manggung.

Sumber: Tirto.id & CNN Indonesia

--

--