Ekspektasi Hati

Sepuluh hari yang lalu.

Rama Wulan
kakinetik
Published in
2 min readMay 2, 2019

--

Photo by Fimpli on Unsplash

Ya, aku sudah menghitung hingga lebih rasanya dari sepuluh hari yang lalu, masih kuterima pesan darinya, tentang bagaimana kabarnya, tentang bagaimana dia menjawab pertanyaan-pertanyaan (konyol) dariku. Sudah berhari-hari lalu ternyata aku tidak menerima lantunan suaranya yang diiringi dengan permainan gitarnya.

Walau begitu, seberapa riuh telepon genggam ini, aku masih menganggap bahwa sebuah pesan darinya adalah notifikasi terbaiku, ya kamu notifikasi terbaik pada telepon ini, bahkan ku pasangkan dengan nada dering yang berbeda, agar kiranya pada kembalinya dia nanti dari negara antah-berantah aku dengan sigap bisa membacanya seketika itu juga.

Lalu dengan sadarnya aku bertanya pada pikiranku sendiri “Memangnya dia siapa?”

Lalu kupikir lagi, aku dan dia hanya teman dari layar bicara, bertemu saja juga belum pernah, pacar apalagi, tentu bukan, lalu apa hakku tentang kabar darinya? menahannya untuk tidak pergi? oh aku tidak sejahat itu. Jadi kutegaskan lagi bahwa aku dan dia hanya seseorang dengan orang lain yang bukan siapa-siapa.

Aku menertawakan diri sendiri, jadi inikah rasanya rindu pada orang yang bahkan belum sempat bertemu? yang bahkan aku sendiri tidak memiliki hak apapun tentang dirinya, meski hanya sebatas secuil kabar.

Kutulis sebuah pesan pada layar bicaraku.

Hai laki-laki tanpa kabar, apakah kau tidak sadar ada perempuan yang menantimu dengan sabar?Apakah kamu masih senang berlayar sampai lupa bersandar?

Tega!

Setelah kau ceritakan tentang siapa dirimu?
Setelah sekian lagu kau kirimkan untukku?
Lalu kau menghilang tanpa kabar, pergi sendiri seolah tidak ada yang bersedia mendengar tentang hati yang kian mendebar dan gusar.

Tega!

Kubaca lagi, dan kuputuskan untuk tidak mengirimnya, ku tekan tombol backspace hingga hurufnya habis tak bersisa, lagipula dia juga belum tentu bersedia menerimanya (membacanya). Lalu aku menertawakan diri lagi, seraya berkata “Oh begini yang namanya hati bila dia bermain dengan ekspektasi”

--

--

Rama Wulan
kakinetik

I give my dreams a strength called faith, a power called hope, and an energy called spirit.