Mendeskripsikanmu

Rama Wulan
kakinetik
Published in
4 min readJan 17, 2023

Dalam sebuah keramaian, tiba-tiba ada seorang laki-laki berjalan mendekat kepadaku. Kami, aku dan dia sedang dalam pertemuan sebuah lingkaran pertemanan yang membuat kami belajar bersama dalam satu kelas. Di lantai dua sebuah kafe di pusat kota, kami bertemu dengan banyak sekali teman-teman kami.

Photo by Nikita Vantorin on Unsplash

Setahunan yang lalu mungkin, bahkan lebih dimana aku pertama kali tahu akan keberadaanya, hanya sebatas tahu tapi tidak cukup mengenalnya. Aku tidak begitu mengingatnya karena dia satu diantara banyak teman kelas kami lainnya.

Malam itu, dia mengenakan baju berwarna navy, senyuman manis menambah dalam lesung pipi. Mas Awan, begitu aku dan teman-temanku memanggilnya. Mas Awan tipe anak muda yang cukup perhatian soal penampilan, dari tatanan rambut, baju yang dia kenakan, hingga sepatu, membuatnya tampak modist. Ah, satu lagi wangi jeruk!. Hal yang aku ingat darinya adalah parfum jeruk segar, sedikit masam, bukan jeruk yang manis, tapi terasa manly.

Dia berjalan mendekat, menyodorkan sebuah buku bersampul hitam, dan sebungkus spidol. Dia mendekatkan wajahnya ke telingaku, karena kami sedang dalam keramaian diantara teman-teman yang selesai bubar foto bersama.

Karena ini masih awal tahun, aku memintamu untuk menuliskan tentangku dalam perspektifmu, seperti Desember lalu kamu meminta hal yang sama kan?” Kata Mas Awan sambil berbisik di telingaku.

Jadi apa yang kamu mau aku tuliskan?” tanyaku.

Apa saja, tentang kesan pertamamu kepadaku, tentang bagaimana kesanmu saat berinteraksi denganku, apapun. Sekalian tuliskan pesan untukku yaaa. Bebas juga mau pilih halaman yang mana saja, sebagian sudah ada yang menulis” pintanya.

Lalu Mas Awan pergi karena teman kami yang lain memanggilnya. Aku kembali mencari tempat duduk dimana terakhir ada minumanku dimeja itu. Aku melihat sekelilingku, mengamati interaksi orang-orang satu ruangan ini. Riuh, dan begitu ramai-seramai isi pikiranku.

Aku membuka halaman dengan cepat, mendekatkan dengan hidungku dan menikmati aroma buku. Buku sampul hitam polos ini cukup menarik perhatian dengan kertas coklat yang tidak biasa untuk ukuran sebuah buku catatan, tapi mungkin bagi Mas Awan ini akan menjadi buku yang memberikannya semangat. Aku melihat sekilas tapi tidak berniat membacanya karena aku tidak ingin tau apa yang dituliskan oleh orang lain.

Pikiranku kemana-mana, hingga napak tilas ke memori dimana aku bertemu dengan Mas Awan untuk pertama kalinya waktu kami menyambut teman kelas daring kami yang datang dari kota lain. Aku ingat betul dia tertawa saat aku memperkenalkan diri dengan panggilan “cantik”, manis betul tawanya. Ah, sial. Seharusnya bukan itu yang aku ingat.

Aku membuka bungkus spidol warna-warni ini. Bingung juga memilih warna yang mana. Aku mengambil spidol berwarna pink fanta dan ungu terong. Spidol ini memiliku dua ujung yang berbeda, satunya brushpen dan ujung lainnya adalah penliner. Aku mulai membuka ujung brushpen, menuliskan judulnya dulu, lalu sisanya aku menuliskannya dengan penlinernya.

Dear Mas Awan,

Aku baru menuliskan judulnya saja. Masih berpikir mau menuliskan apa untuknya. Tiba-tiba saja aku mendapatkan sebuah ide.

Aku mengingat kembali saat suatu malam jauh sebelum malam ini, Mas Awan menceritakan sekilas tentang tetes air mata dari seseorang yang begitu lama patah hati dan belum jatuh cinta kembali — dan itu akan menjadi momen yang langka. Seketika itu sebenarnya aku ingin bercerita bahwa aku ingin menjelma menjadi serotonin dalam darahnya.

Jika waktu itu aku diberi kesempatan, mungkin aku akan bilang “Aku ingin menjadi serotonin, dimana kamu merasakan serotonin mengalir melalui pembuluh darahmu, memberimu perasaan nyaman, tenang, bahagia dan menjaga keseimbangan dirimu. Remember, these chemicals control our feelings

Aku ingin Mas Awan melihat mataku berbinar saat menjelaskannya hingga dia tak lagi menemukan alasan menolak atau yang mencari lebih baik dari ide itu. Aku rapal manteranya. Sementara tentang air mata, perasaan yang sedang mati suri dan semua sisanya kuserahkan padanya. Intinya aku ingin bilang pada Mas Awan bahwa aku ingin menjadi dosis serotonin hariannya.

Aku melepas lamunanku, panjang ceritanya memang untuk memikirkan itu, tapi kuasa untuk menuliskannya. Aku kembali menyadari bahwa aku sedang dalam keramaian dan Mas Awan sedang memberiku misi dalam menuliskan deskripsi diri tentangnya. Kembali meneruskan apa yang harus kutuliskan tentang Mas Awan.

Dear Mas Awan,

Terima kasih atas perkenalan dan pertemanannya.

#Kesan pertama,
Kamu pernah merasakan suhu es batu kan? mungkin seperti itu aku bisa mendeskripsikan kesan pertamaku tentang kamu, tapi setelah senyumanmu berkembang, aku merasakan bahwa kamu memiliki kehangatan yang setara dengan matahari.

Darimu aku belajar bahwa kepercayaan itu dibangun, kamu mengajarikan bagaimana cara menjadi teman dengan sudut pandang yang berbeda dari caraku biasanya.

#Pesan
Aku tidak ingin berpesan hal lain selain menjadi dirimu sendiri, tetaplah jadi pribadi baik yang terus bertumbuh

Semangat meng-aamiin-kan doa-doa baik ya Mas Awan

Salam,
Cantik.

Setelah selesai menulis untuk Mas Awan. Buku bersampul hitam itu aku kembalikan kepada Mas Awan.

Terima kasih ya sudah menjadi teman baik, semoga akan ada banyak hal baik terjadi diantara kita semua” kata Mas Awan sambil menerima buku dan seperangkat spidol warna warni itu.

Aku menganggukkan kepala, sembari mengucapkan sampai jumpa lewat lambaian tangan. Aku berbenah dengan mengenakan jaket navy-ku dan menggendong ransel di pundakku. Pukul sepuluh malam itu, menjadi penanda satu cerita bahwa aku ingin menjadi dosis serotonin harian untuknya. Kami-aku dan sekumpulan temanku, termasuk Mas Awan-saling berpamitan.

Aku senang karena malam ini aku berhasil untuk menaklukkan liarnya pikiranku. Aku memenangkan untuk tidak menuliskan yang belum seharusnya dituliskan dan disampaikan kepada Mas Awan. Aku berbangga? tentu saja, karena aku masih memegang kendali diri.

--

--

Rama Wulan
kakinetik

I give my dreams a strength called faith, a power called hope, and an energy called spirit.