A Glimpse of Cigarettes

Departemen Kajian dan Aksi Strategis
Kastrat Times
Published in
8 min readJun 10, 2021

“Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im

sangat ramah bagi orang perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup

bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,

diam-diam menguasai kita…”

Kutipan puisi berjudul “Tuhan Sembilan Senti” karya Taufiq Ismail tersebut menggambarkan tentang eksistensi rokok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Puisi tersebut menyampaikan pesan bahwa merokok sudah menjadi candu dalam kehidupan, sebagaimana seseorang candu untuk menyembah Tuhan. Dalam puisi itu, Taufiq Ismail menggambarkan realitas perilaku merokok dinikmati oleh lintas profesi dan status sosial.

Puisi tersebut memang menggambarkan bagaimana rokok digemari oleh orang dengan berbagai latar belakang. Lihat saja bagaimana peranan rokok dalam keseharian Bung Karno. Ia bahkan menggunakan rokok sebagai suatu medium untuk berdiplomasi sehingga ia bisa berhubungan baik dengan Fidel Castro (pejuang revolusi Kuba) dan Nikita Khrushchev (Perdana Menteri Uni Soviet). Atau lihat saja bagaimana rokok sering kali menemani para kiai dan ulama saat melakukan pengajian. Lihat saja bagaimana rokok hampir selalu terselip di antara bibir para pekerja seni, buruh tani, dan kuli bangunan.

Kenikmatan dari sebuah rokok berasal dari asap pembakaran tembakau yang kemudian dihisap secara perlahan. Sebagian besar perokok merasakan efek peningkatan dopamin berlebih sebagai rasa ketenangan, kebahagiaan, atau kesenangan saat merokok. Meski begitu, keberadaan rokok dipandang berbeda berdasarkan berbagai sudut pandang.

Kesehatan

Apabila dilihat dari sudut pandang kesehatan, rokok memiliki dampak negatif yang begitu besar kepada para penikmatnya. Rokok mengandung empat ratus jenis senyawa kimia, empat ratus zat berbahaya, dan 43 zat penyebab kanker (karsinogenik). Bahan-bahan tersebut di antaranya adalah nikotin, karbon monoksida (CO), tar, hidrogen sianida, benzena, formaldehid, kadmium, arsenik, dan amonia (Kemenkes, 2018). Berdasarkan laporan Tobaco Atlas pada tahun 2016, setiap tahunnya ada lebih dari 6 juta orang yang meninggal karena penggunaan tembakau di seluruh dunia. Rokok menyebabkan paparan ribuan bahan kimia beracun yang dapat merusak hampir setiap sistem organ dalam tubuh manusia. Bahaya yang ditimbulkan oleh rokok dimulai semenjak sebelum kelahiran, karena wanita hamil yang merokok memiliki risiko melahirkan bayi dengan kelainan bawaan yang lebih tinggi.

Terdapat sembilan penyakit yang dapat timbul karena rokok, di antaranya adalah caries, emfisema, kanker paru-paru dan jantung, penyakit jantung, kerusakan paru-paru, kanker mulut, gangguan lambung, kanker kulit, dan gangguan tingkat kesuburan (Arum, 2021). Kanker paru-paru kini menjadi penyebab utama kematian akibat kanker di dunia. Demikian pula dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Menariknya lagi, 45 persen kematian akibat PPOK berkaitan dengan penggunaan tembakau. Risiko kematian dan penyakit akibat tembakau meningkat seiring dengan jumlah rokok yang dihisap, tetapi kerusakan dimulai dengan penggunaan jumlah rokok yang sangat sedikit. Seorang perokok dengan konsumsi tembakau rata-rata dapat kehilangan sepuluh sampai sebelas tahun hidupnya.

Ekonomi

Sementara itu, dari segi keilmuan ekonomi, rokok dapat menjerat seseorang dalam lingkaran kemiskinan. Pemicu kemiskinan adalah peran dari komoditas makanan dan nonmakanan, akan tetapi sumbangan garis kemiskinan makanan sangat jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan non-komoditas makanan. Pada bulan September 2020, tercatat sebesar 73,87 persen garis kemiskinan dipengaruhi oleh komoditas makanan yang tersebar pada wilayah perkotaan dan perdesaan berupa beras, rokok keretek, daging sapi, telur ayam ras, daging ayam ras, mi instan dan gula pasir. Rokok keretek filter menjadi komoditas yang berkontribusi terhadap garis kemiskinan terbesar kedua setelah beras, yakni sebesar 13,5 persen pada masyarakat perkotaan dan 11,85 persen pada masyarakat perdesaan (BPS, 2020).

Dalam laporan WHO yang berjudul The Global Tobacco Crisis, disebutkan bahwa masyarakat miskin Indonesia mengalokasikan 15 persen dari total pengeluarannya untuk pembelian rokok (tembakau). Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Mesir (10 persen) dan Meksiko (11 persen). Data tersebut menunjukkan bahwa rokok telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat miskin. Anggaran yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih penting seperti kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal banyak terabaikan. Hal ini akan berdampak pada kesehatan, kondisi gizi, dan kualitas pendidikan keluarga yang rendah.

Di sisi lain, rokok berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Sepanjang tahun 2020, penerimaan cukai rokok mencapai Rp171,9 triliun. Nilai tersebut tumbuh pesat sebesar 8,18 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni senilai Rp158,9 triliun (Kemenkeu, 2020). Penerimaan cukai rokok berkontribusi sebesar 10,11 persen dari total pendapatan negara pada tahun 2020 sebesar Rp1.699,9 triliun. Pencapaian tersebut diperkirakan akan meningkat pada tahun 2021, seiring dengan kenaikan tarif cukai rokok yang mulai diterapkan sejak Februari 2021. Melalui kenaikan tarif yang rata-rata sebesar 12,5 persen, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai rokok tahun depan sebesar Rp173,78 triliun (Fauzia, 2020).

Peningkatan tarif cukai rokok tersebut ditujukan untuk menekan daya beli masyarakat terhadap rokok. Hal tersebut dilakukan mengingat jumlah perokok di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan laporan The Tobacco Control Atlas yang dipublikasi oleh Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) pada tahun 2018, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia Tenggara sebesar 65,19 juta orang. Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan negara lain seperti Filipina (16,5 juta orang), Vietnam (15,6 juta orang), dan Thailand (10,68 juta orang) (Widowati. H, 2019).

Lalu apakah kebijakan tersebut dapat benar-benar menekan jumlah konsumsi rokok masyarakat Indonesia? Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat elastisitas permintaan rokok. Konsumsi rokok di Indonesia masih relatif elastis terhadap perubahan harga. Dengan melakukan kontrol yang tepat, maka elastisitas konsumsi rokok berkisar di antara -0,4 hingga -0,7. Nilai elastisitas tersebut berbeda-beda berdasarkan tipe rokok, yang mana tipe keretek filter relatif lebih inelastis dibandingkan dengan rokok keretek nonmesin. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan tarif cukai yang tepat akan berpotensi menahan tingkat prevalensi merokok di Indonesia yang masih sangat besar (Rasyid, 2019). Akan tetapi, rokok merupakan suatu komoditas yang dapat menimbulkan efek candu dan ketergantungan bagi penggunanya. Nilai elastisitas tersebut akan menjadi tidak berarti bagi mereka yang memang sudah terkena efek candu dari rokok. Oleh karena itu, berapa pun peningkatan harga rokok yang terjadi, mereka akan tetap mempertahankan jumlah konsumsinya. Hal ini justru akan memperparah situasi yang ada apabila para pecandu rokok tersebut merupakan bagian dari masyarakat miskin.

Agama

Melihat begitu banyaknya dampak yang dihasilkan dari sebuah rokok, mengetahui bagaimana pandangan agama (Islam) melihat eksistensi rokok menjadi hal yang menarik. Kiai Ihsan Jampes memaparkan pandangannya terkait bagaimana Islam memandang rokok dalam kitab yang berjudul Irshad al-Ikhwan li Bayani al-Hukm al-Qahwah wa al-Dukhan (petunjuk tentang penjelasan hukum meminum kopi dan merokok). Kiai Ihsan lahir pada tahun 1901 dari pasangan K.H. Dahlan dan Ny. Artimah. Keluarga beliau masih memiliki keterkaitan nasab dengan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Kiai Ihsan Jampes juga seorang pendiri Pondok Pesantren Jampes, Kediri (Ni’am, 2015).

Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa terdapat beberapa ulama yang mengharamkan rokok. Mereka berargumen bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan sehingga dapat dikatakan bahwa merokok merupakan tindakan menyakiti diri sendiri. Aroma dan asap rokok juga dapat mengganggu orang dan lingkungan sekitarnya. Hal ini sangat dilarang dalam agama karena merugikan orang lain. Selain itu, mereka juga menilai bahwa rokok sama sekali tidak memiliki nilai kemanfaatan.

Di sisi lain, dalam kitab ini juga dijelaskan pendapat para ulama yang membolehkan rokok. Kiai Ihsan menyebutkan tiga perspektif hukum Islam terkait rokok. Pertama, hukum rokok adalah mubah (diperbolehkan) karena rokok bukanlah benda yang memabukkan. Kedua, hukum rokok adalah makruh (lebih baik ditinggalkan) karena rokok dapat membawa sedikit dampak negatif (tidak sampai kepada hukum haram). Ketiga, hukum merokok adalah haram karena rokok memberikan banyak dampak negatif. Dengan demikian, status hukum yang menempel pada rokok bukan disebabkan pada dirinya sendiri (rokok itu sendiri), melainkan oleh sesuatu yang lain (Ni’am, 2015).

Menjadi Seorang Perokok

Setiap orang bebas untuk memilih apakah dia akan menjadi seorang perokok atau tidak. Awal mula seseorang berkenalan dengan rokok biasanya dipengaruhi oleh faktor eksternal. Dimana lingkungan sekitar dan pergaulan teman-teman memberikan stimulus serta dorongan yang kuat untuk merokok. Selain faktor eksternal, dorongan untuk merokok juga disebabkan oleh motif dalam diri individu masing-masing. Wismanto dan Sarwo (2007) mengemukakan bahwa individu merokok untuk mendapatkan kesenangan, rasa nyaman, merasa lepas dari kegelisahan, dan juga mendapatkan rasa percaya diri.

Memilih untuk merokok berarti menerima semua risiko dan dampak negatif yang disebabkan oleh rokok. Merokok hanya karena sekadar ikut-ikutan merupakan suatu tindakan yang tidak seharusnya dilakukan. Kedewasaan dalam berpikir dan kematangan psikologis diperlukan mengingat begitu banyak dampak yang dapat dihasilkan dari mengonsumsi rokok. Dalam hal ini, regulasi larangan merokok bagi anak di bawah umur merupakan suatu kebijakan yang beralasan.

Variabel lain yang mungkin bisa jadi pertimbangan bagi para perokok adalah perbandingan risiko dengan keuntungan yang mungkin didapatkan. Apakah dengan merokok kita akan mendapatkan ketenangan, rasa nyaman, dan kesenangan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang kita bayarkan serta risiko yang kita hadapi? Perhitungan variabel tersebut tidak dapat dikalkulasikan dengan perhitungan objektif apapun. Ketenangan dan kenyamanan yang didapatkan dari merokok merupakan suatu hitungan dengan tingkat subjektivitas mutlak.

Mengingat begitu banyaknya dampak yang dihasilkan dari rokok, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi, sudah seharusnya bagi para perokok untuk melakukan tindakan preventif dan solutif dalam menyikapi risiko tersebut. Tindakan tersebut dapat berupa pengaturan pengeluaran yang digunakan untuk rokok harus sesuai dengan keuntungan yang didapatkan. Jangan sampai persentase pengeluaran untuk merokok jauh melebihi pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Bahkan, seharusnya perokok memiliki persentase pengeluaran kesehatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.

Selain itu, seorang perokok juga perlu menjaga sikap dalam merokok. Dampak yang ditimbulkan dari asap rokok tidak hanya memberikan efek yang buruk terhadap dirinya sendiri, melainkan juga kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang perokok sudah seharusnya menghindari merokok di tempat umum. Larangan merokok di tempat-tempat umum sudah diberlakukan sejak tahun 2013 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Meski begitu, aturan tersebut masih belum berjalan dengan baik (Kartika, 2014). Para perokok harusnya memiliki kesadaran untuk tidak merokok di tempat umum. Mereka seharusnya mengerti bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang merugikan orang banyak.

Jadilah perokok yang cerdas, jadilah perokok yang bertanggung jawab!

Referensi

Almizi, M., & Hermawati, I., (2018). Upaya Pengentasan Kemiskinan dengan Mengurangi Konsumsi Rokok di Indonesia. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Diakses dari: http://ejournal.kemensos.go.id/index.php/jpks/article/download/1510/859

American Cancer Society (2018). The Tobacco Atlas. Diakses dari: https://tobaccoatlas.org/wp-content/uploads/2018/03/TobaccoAtlas_6thEdition_LoRes_Rev0318.pdf

Arum, C., & Ali, M. (2021, Februari 1). Penyakit Yang Dapat Ditimbulkan Oleh Rokok. IIK Strada Indonesia. Diakses dari: https://osf.io/bzjep/download

Badan Pusat Statistik (2020). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2020. Diakses dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/download.html?nrbvfeve=MTg1MQ%3D%3D&sdfs=ldjfdifsdjkfahi&twoadfnoarfeauf=MjAyMS0wNi0wOSAyMToyNjoxNQ%3D%3D

Fauzia, M. (2020, Desember 14). Pada 2021, Tarif Baru Meterai Berlaku dan Cukai Rokok Naik 12,5 Persen. Diakses dari: https://money.kompas.com/read/2020/12/14/140919726/pada-2021-tarif-baru-meterai-berlaku-dan-cukai-rokok-naik-125-persen?page=all

Hadya, D. (2019, September 16). Tren Kontribusi Cukai Hasil Tembakau terhadap Penerimaan Negara. Databoks. Diakses dari: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/16/tren-kontribusi-cukai-hasil-tembakau-terhadap-penerimaan-negara#

Kartika, U. (2014. Desember 6). Aturan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Umum Masih Jadi Angin Lalu. Deiakses dari: https://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/06/1610028/Aturan.Kawasan.Tanpa.Rokok.di.Tempat.Umum.Masih.Jadi.Angin.Lalu

Kemenkes (2018, Juni 9). Kandungan dalam sebatang rokok. Diakses dari: http://p2ptm.kemkes.go.id/infografhic/kandungan-dalam-sebatang-rokok-bagian-2

Niam, S. (2015). Merawat Keberagamaan di Balik Perdebatan Kopi dan Rokok. Diakses dari: https://www.researchgate.net/publication/327151654_Merawat_Keberagamaan_di_Balik_Perdebatan_Kopi_dan_Rokok/fulltext/5b7cd205299bf1d5a71ba140/Merawat-Keberagamaan-di-Balik-Perdebatan-Kopi-dan-Rokok.pdf

Rasyid, M. (2019). Elastisitas Permintaan Produk Tembakau di Indonesia: Studi Konsumsi Rokok Lintas Rumah Tangga. JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 12 №1. Diakses dari: https://www.researchgate.net/publication/336487983_Elastisitas_Permintaan_Produk_Tembakau_di_Indonesia_Studi_Konsumsi_Rokok_Lintas_Rumah_Tangga

Tim Kementerian Keuangan (2021). Informasi APBN 2021 Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Diakses dari: https://www.kemenkeu.go.id/media/16835/informasi-apbn-2021.pdf

Taufiq Ismail (2008). Tuhan Sembilan Senti. Diakses dari: https://www.kompasiana.com/zahpetualang/5500207aa333112f7550f992/tuhan-sembilan-senti-taufiq-ismail

WHO (2008). The Global Tobacco Crisis. Diakses dari: https://www.who.int/tobacco/mpower/mpower_report_tobacco_crisis_2008.pdf

Widowati, H. (2019, mei 31). Indonesia, Negara dengan Jumlah Perokok Terbanyak di Asean. Databoks. Diakses dari: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/31/indonesia-negara-dengan-jumlah-perokok-terbanyak-di-asean

Wismanto, Y. B., & Sarwo, Y. B. (2007). Strategi Penghentian Perilaku Merokok. Semarang: Unika Soegijapranata. Diakses dari: https://scholar.google.co.idhttps//scholar.google.com/scholar?oi=bibs&cluster=8686188052580055583&btnI=1&hl=en

--

--