Carut Marut BUMN: Beban Utang Milik Negara

Departemen Kajian dan Aksi Strategis
Kastrat Times
Published in
7 min readJul 22, 2021

Dunia sedang dilanda pandemi yang menyebabkan krisis yang terjadi di beberapa sektor seperti sektor ekonomi, kesehatan, dan pariwisata. Beberapa entitas berhasil menemukan cara untuk dapat bertahan dengan kemampuan seadanya ditambah dengan uluran tangan pemerintah. Krisis ini seakan tidak pandang bulu terhadap targetnya. Di Indonesia, krisis ini telah menelan banyak sekali korban, tidak terkecuali perusahaan yang mendapatkan label Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu kasus paling terbaru terkait BUMN yang menjadi korban pandemi ini adalah PT Garuda Indonesia. PT Garuda Indonesia yang menjadi ace dari BUMN ini telah mengajukan restrukturisasi utang sukuk global sebesar US$500 juta yang seharusnya dibayarkan pada awal Juni tahun lalu. Perusahaan pelat merah lainnya juga melakukan restrukturisasi seperti PT PLN (Persero), PT Waskita Karya (Persero), serta PT Krakatau Steel (Persero). Jumlah utang yang meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir menjadi alasan utama terjadinya krisis finansial pada beberapa perusahaan BUMN. Hal tersebut juga diperburuk dengan terjadinya pandemi, kinerja beberapa BUMN yang buruk, serta faktor budaya korup yang marak terjadi di lingkup perusahaan BUMN.

Budaya Korupsi yang Membumi

Pada akhir tahun 2019, Kementerian BUMN melalui Menteri Erick Thohir mengungkapkan bahwa terdapat 159 kasus korupsi di bawah kementerian BUMN (CNN Indonesia, 2021). Dengan fakta dan angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya korupsi marak terjadi di dalam lingkup BUMN. Pada tahun 2017, eks direktur utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, divonis penjara selama delapan tahun dan denda Rp1 M karena terbukti terlibat dalam kasus suap Airbus dalam kurun waktu 2005–2014. Kasus ini menjadi kasus korupsi berskala global dan langsung diselidiki oleh Badan Penanganan Kasus Penipuan Berat Inggris (UK Serious Fraud Office) atau SFO. Citra baik PT Garuda Indonesia yang pernah mendapatkan titel maskapai terbaik di region Asia dan Australia selama dua tahun berturut-turut, yakni tahun 2013 dan 2014 dalam penghargaan Passenger Choice Award telah tercoreng di mata dunia. Kasus korupsi ini juga tidak hanya terjadi di perusahaan maskapai penerbangan saja, tetapi juga terjadi di perusahaan BUMN lainnya seperti Jiwasraya. Megakorupsi yang terjadi di Jiwasraya sendiri sempat menjadi headline berita selama beberapa hari berturut-turut. Berawal dari potensi gagal bayar perseroan pada tahun 2018 yang akhirnya berujung pada masalah tekanan likuiditas dalam hal pembayaran klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 M. Oleh karena itu, Kejaksaan Agung melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya yang disebabkan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Kasus megakorupsi Jiwasraya ini menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp16,81 T (Tempo, 2020). Tahun ini, perusahaan pelat merah lagi-lagi menjadi aktor utama dalam kasus korupsi lainnya. Kali ini perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang infrastruktur, Waskita Karya, menjadi pelakunya. Proyek fiktif yang merugikan negara hingga Rp202,296 M menjadi alasan lima mantan petinggi PT Waskita Karya dituntut pidana selama enam tahun. Sangat disayangkan perusahaan pelat merah yang difungsikan untuk membantu pemerintah meraup pundi keuntungan malah menjadi sarana untuk meraup keuntungan pribadi. Ketiga kasus ini hanyalah bagian kecil dari sebuah cerita besar yang berisikan catatan hitam BUMN. Ketiga kasus ini menjadi bukti bahwa BUMN memerlukan pengawasan yang ketat dari pihak eksternal, terutama dalam hal ini adalah kementerian BUMN bersama dengan KPK dan BPK. Ketiga kasus ini juga menggambarkan krisis moral dalam konteks pengelolaan BUMN. Terakhir, ketiga kasus ini juga menjadi bukti bahwa BUMN tidak hanya mampu menciptakan keuntungan, namun dapat merugikan bak rayap yang menggerogoti kayu.

Kinerja yang Tak Memenuhi Ekspektasi

Berdasarkan data yang berasal dari laporan keuangan beberapa perusahaan BUMN sebelum masa pandemi, dapat diketahui dan disimpulkan bahwa tren pertambahan utang perusahaan pelat merah tidak diseimbangi oleh tren kenaikan pendapatan.

(Sumber: Bursa Efek indonesia; Diolah oleh: Katadata.co.id)

Melalui data tersebut dapat kita interpretasikan bahwa perusahaan BUMN karya sebagai perusahaan pelat merah yang berfokus dalam sektor infrastruktur mengalami pertumbuhan utang yang cukup tinggi, namun tidak diseimbangkan dengan pertumbuhan pendapatan yang positif. PT Waskita Karya (Persero) mengalami pertumbuhan pendapatan negatif yang cukup besar. Pendapatan perusahaan pelat merah yang bertugas untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur ini mengalami penurunan pendapatan sebesar 76,9% dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun dari perhitungan debt to equity ratio (DER), PT Waskita Karya (Persero) memiliki rasio yang masih cukup wajar, yakni sebesar 0,69 kali. Debt to Equity Ratio sendiri digunakan untuk menilai apakah pembiayaan suatu perusahaan lebih banyak berasal dari utang atau pendapatan operasional. Akan tetapi, perusahaan pelat merah lainnya memiliki angka rasio DER yang tinggi. Seperti halnya PT Garuda Indonesia (Persero) pada tahun 2019 yang mendapatkan angka rasio DER 5,18 kali (Katadata, 2020). Angka tersebut menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) masih sangat tergantung pada kreditur.

Tren pertumbuhan utang perusahaan pelat merah ternyata didominasi oleh kenaikan utang luar negeri dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Menurut data statistik utang luar negeri Indonesia, utang perusahaan BUMN yang termasuk kategori lembaga keuangan non bank berjumlah US$2,4 miliar. Lalu, utang BUMN yang termasuk dalam kategori perusahaan bukan lembaga keuangan mencapai US$47 miliar. Jika dijumlahkan dengan perusahaan BUMN yang masuk kategori bank, jumlah utang BUMN mencapai US$59,43 miliar.

Padahal pada tahun 2014, ULN BUMN secara agregat hanya mencapai US$30,69 miliar. Artinya, telah terjadi peningkatan jumlah ULN BUMN sebesar US$28,74 miliar sejak Presiden Joko Widodo menjabat. Tentunya kenaikan ini mudah ditebak untuk terjadi karena Presiden Joko Widodo mengedepankan proyek infrastrukturnya sejak pertama kali menjabat sebagai presiden. Perusahaan BUMN acap kali ditunjuk sebagai penanggung jawab proyek infrastruktur tersebut sehingga tidak jarang pembiayaan proyek tersebut didapatkan melalui pinjaman termasuk pinjaman luar negeri. Besaran tersebut juga tentu dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US dollar.

Uluran Tangan Pemerintah

Pemerintah melalui kerja sama antara kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan memberikan bantuan sebesar Rp152 T melalui tiga skenario, yakni pencairan utang pemerintah sebesar Rp108,48 T, penyertaan modal negara (PMN) Rp25,27 T, dan dana talangan sebesar Rp19,65 T (Lidwina, 2020). Bantuan ini didasari efek pandemi yang memengaruhi segi operasional beberapa perusahaan pelat merah. Perusahaan seperti PT Garuda Indonesia dan PT Kereta Api Indonesia yang bergerak di bidang bisnis transportasi menjadi dua contoh perusahaan yang terkena dampak pandemi Covid-19. PT Garuda Indonesia akan diselamatkan oleh pemerintah dengan metode penyertaan modal negara untuk holding pariwisata dengan kisaran bantuan sebesar Rp3,5 T. Penyelamatan ini dilakukan karena PT Garuda Indonesia tidak mampu melunasi utang sebesar Rp70 T karena beberapa alasan seperti adanya permasalahan dengan lessor, kerugian operasional sebesar Rp1,43 T setiap bulannya, dan kesulitan melakukan efisiensi.

Metode penyelamatan melalui holding ini sering kali dilakukan pemerintah terhadap perusahaan BUMN lainnya yang mengalami krisis finansial. Salah satunya adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang disuntik dana sebesar Rp22 T oleh Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan dengan persetujuan dari Komisi VI DPR RI. Dana sebesar Rp22 T ini akan disalurkan kepada BPUI sebagai perusahaan holding perasuransian dan penjaminan BUMN. Dana tersebut akan digunakan untuk membentuk perusahaan asuransi baru bernama IFG Life dan akan menampung nasabah Jiwasraya yang bersedia direstrukturisasi polisnya. Ketidakmampuan membayar klaim diakibatkan oleh pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Oleh karena itu, penyelamatan ini adalah momok bagi pemerintah sekaligus menjadi beban berat karena disebabkan oleh keserakahan beberapa pihak semata. Metode penyelamatan melalui sistem holding ini menjadi sarana uluran tangan pemerintah dalam rangka membantu perusahaan pelat merah yang sedang kesulitan. Apalagi beberapa perusahaan pelat merah tersebut sudah menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia.

Namun, aksi penyelamatan ini tidak serta merta menjadi jaminan bahwa semua perusahaan BUMN akan diselamatkan dari krisis yang sedang dialami. Pada tahun ini, kementerian BUMN akan membubarkan tujuh BUMN karena sudah tidak melakukan kegiatan operasional dan dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga. Salah satunya adalah PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang mengalami kesulitan finansial yang bersumber dari utang. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada tahun 2018 lalu. Perusahaan lainnya seperti PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero), dan PT Industri Glas (persero) ditutup akibat utang yang menggunung dan kinerja yang buruk. Ketujuh perusahaan yang akan ditutup tersebut seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi perusahaan BUMN lainnya bahwa uluran tangan pemerintah tidak muncul di setiap krisis.

Menjalankan Peran dengan Maksimal

Utang yang menggunung serta kondisi pasar yang masih buruk akibat dampak dari pandemi Covid-19 menjadi perpaduan yang cukup untuk menciptakan kekhawatiran masyarakat. Pemerintah tengah berada dalam posisi yang cukup sulit yang mana seluruh pihak mengharapkan bantuan dalam bentuk materiel dan nonmateriel. Di sisi lain, perusahaan BUMN tidak boleh selalu bergantung pada dana bantuan pemerintah. Efisiensi dibutuhkan untuk dapat bertahan lebih lama lagi sebelum memasuki masa full economy recovery yang mana kondisi akan lebih stabil. Tugas pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap perusahaan pelat merah harus lebih ditingkatkan lagi agar dapat menghindari berbagai masalah yang berpotensi merugikan negara. Tugas BUMN sebagai sebuah perusahaan adalah mendapatkan laba. Perusahaan BUMN seharusnya menjadi sumber pemasukan bagi negara serta memberikan manfaat untuk masyarakat Indonesia.

Dengan berjalannya peran-peran tersebut secara maksimal, permasalahan mengenai korupsi, efisiensi kegiatan operasional, dan permasalahan kinerja yang buruk dapat hilang. Ketidakmampuan membayar utang pun minim kemungkinan terjadi. Akhirnya, BUMN akan tetap menjadi singkatan dari Badan Usaha Milik Negara, bukan berubah menjadi Beban Utang Milik Negara.

Daftar Pustaka

Bank Indonesia. (2021, Juli 16). External Debts Statistics of Indonesia July 2021. Jakarta: Pemerintah Indonesia

Kompas.com. (2021, Juni 4). Sederet Penyebab Krisis Keuangan Garuda Indonesia. KOMPAS.com. https://money.kompas.com/read/2021/06/04/101159426/sederet-penyebab-krisis-keuangan-garuda-indonesia?page=all

Lidwina, A. (2020, Juli 2). Bom Waktu Utang BUMN di Masa Pandemi. Katadata.co.id. https://katadata.co.id/timdatajournalism/analisisdata/5efdaa677a58d/bom-waktu-utang-bumn-di-masa-pandemi

Ramalan, S. (2021, Mei 5). Erick Bubarkan Tujuh BUMN Tahun 2021, Ini Tiga Profil Diantaranya. IDXCHANNEL.COM. https://www.idxchannel.com/economics/erick-bubarkan-tujuh-bumn-tahun-2021-ini-tiga-profil-diantaranya

Saputra, D. (2021, Maret 24). Utang BUMN Kian Meningkat Selama 6 Tahun Terakhir. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20210324/9/1372103/utang-bumn-kian-meningkat-selama-6-tahun-terakhir

Wareza, M. (2020, Oktober 3). Penyelamatan Jiwasraya: Disuntik Rp 22 T Usai “Dirampok.” CNBC INDONESIA. https://www.cnbcindonesia.com/market/20201003112115-17-191645/penyelamatan-jiwasraya-disuntik-rp-22-t-usai-dirampok

--

--