Ketimpangan Ekonomi: Isu Sistemik yang Dibumbui dengan Polemik

Departemen Kajian dan Aksi Strategis
Kastrat Times
Published in
2 min readJun 16, 2024

Dengan kasat mata, di siang hari maupun di malam hari yang gelap gulita, tepat di belakang gedung-gedung pencakar langit di perkotaan Indonesia, terlihat ketimpangan ekonomi. Pemandangan ini jauh berbeda jika kita membandingkannya dengan negara-negara maju, seperti Eropa, Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Singapura. Sebagai contoh, di Australia terlihat sangat jelas pemerataan ekonomi di perkotaan dan pedesaan. Tulisan ini diterbitkan untuk membahas fenomena ketimpangan ekonomi di negara Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu lahan, kesempatan, dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dari ketiga pilar utama tersebut, terdapat sepuluh bidang yang dinilai menjadi sumber ketimpangan ekonomi di masyarakat. Pilar Pertama berdasarkan lahan akan mencakup reforma agraria dan perhutanan sosial, seperti pertanian dan kaitannya dengan isu petani tanpa lahan, perkebunan dan kaitannya dengan rendahnya produktivitas dan nilai tambah komoditas, perumahan yang terjangkau bagi masyarakat miskin perkotaan, serta nelayan dan petani budidaya rumput laut.

Kemudian, Pilar kedua berdasarkan kesempatan akan menyasar permasalahan sistem pajak, manufaktur dan informasi teknologi, perkembangan pasar ritel dan pasar tradisional, serta pembiayaan dengan dana pemerintah. Terakhir, Pilar ketiga yang mencakup peningkatan kapasitas sumber daya manusia ditargetkan untuk menyelesaikan isu vokasional, kewirausahaan, dan pasar tenaga kerja. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang mampu mengurangi ketimpangan di masyarakat secara berkelanjutan.

Secara akademik, KPE terlihat sebagai program yang sistematis dan terstruktur. Namun, fakta di lapangan menyajikan banyak polemik bahwa reformasi agraria ternyata hanya sebatas retorika. Banyak Proyek Strategis Nasional (PSN) justru mengambil hak tanah rakyat dan tanah adat, seperti kasus Rempang, kasus Wadas, dan Food Estate di Kalimantan. Hal lain yang mencolok adalah kenaikan BBM yang hampir mencapai 100% sejak tahun 2014 menyebabkan daya beli masyarakat turun drastis. Ditambah lagi dengan fenomena impor beras yang dilakukan saat musim panen sehingga menyebabkan harga gabah jatuh. Tidak hanya itu, terdapat penyelundupan nikel sebanyak lima juta ton yang tidak diketahui pelakunya, padahal kapal yang membawanya dapat dilacak dengan mudah.

KPK menyatakan sekitar 36% anggaran PSN masuk ke kantong politisi, pejabat, dan ASN. Jika hal ini dapat diberantas, dana yang tidak tepat tujuan tersebut dapat dipakai untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai efisiensi PSN. Selain itu, birokrasi, KKN, dan mafia di perindustrian menjadi salah satu tembok penghambat untuk memberantas ketimpangan ekonomi. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan tindakan tegas dan membasmi pelaku-pelaku pemicu ketimpangan ekonomi agar cita-cita pemerataan ekonomi di Indonesia dapat tercapai.

--

--