Bioengineering Slope sebagai Retaining Wall Masa Kini

Harum Kurnia Jayanti
HMS ITB
Published in
5 min readSep 1, 2021

--

Sumber: eurodrop.eu

Latar Belakang

Banyak insinyur geoteknik yang mengatakan bahwa tanah adalah fondasi dari segalanya. Hal tersebut dapat dikatakan benar, karena sebagian besar struktur dibangun di darat yang umumnya terdiri dari beberapa jenis tanah. Segala bentuk perancangan dan pembangunan hampir selalu melibatkan tanah. Berbagai kondisi topografi seperti stabilisasi tanah, lereng, dan erosi menjadi salah satu tantangan. Inovasi dan metode baru ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Retaining wall menjadi solusi yang sering digunakan dengan memanfaatkan beton atau balok yang disusun secara vertikal untuk revegetasi lereng yang curam guna menangani zona rembesan dan untuk mengendalikan erosi permukaan. Lalu, apakah masih ada alternatif lain untuk menjawab permasalahan tersebut ? Bagaimana hubungannya dengan pilar sustainability ?

Definisi Bioengineering Slope

Bioengineering slope merupakan sebuah solusi alternatif untuk menangani kondisi topografi lapangan yang tidak stabil. Bahan pembuatan bioengineering slope merupakan bentuk vegetasi baik satu tanaman maupun beberapa jenis tanaman atau juga kombinasi dengan bahan tanaman yang telah mati dan/atau konstruksi teknik sipil. Akar tanaman digunakan untuk meningkatkan stabilitas lereng dengan menahan partikel tanah bersama-sama, sehingga mengurangi erosi tanah. Kuat tarik akar merupakan faktor penting dalam perkuatan tanah dan stabilisasi lereng (Lewis et al. 2001, Zhang et al, 2014). Metode ini tidak menggantikan rekayasa hidrolik dan geoteknik tradisional (misalnya geotekstil, atau blok beton), tetapi melengkapi dan meningkatkan metode rekayasa teknik lainnya. Inovasi ini juga telah membantu menjembatani kesenjangan antara disiplin ilmu teknik klasik, manajemen penggunaan lahan, arsitektur landscape, dan ilmu biologi.

Bioengineering Slope. Sumber: sotir.com

Prosedur Pembuatan Bioengineering Slope

Bioengineering slope dibuat dengan meletakkan material tanaman seperti potongan tanaman, batang, dan sebagainya pada permukaan tanah atau ke dalam tanah yang dapat dikombinasikan juga dengan material lain seperti batuan, kayu, bahan geosintetik, geokomposit ataupun produk pabrikan lainnya. Selain itu, secara prosedural pembuatan bioengineering ini melalui beberapa langkah diantaranya:

  1. Pembuatan sistem pemerataan longsoran dan lereng rawan longsor

2. Analisis kestabilan lereng

3. Simulasi rancang bangun lereng stabil

4. Pembuatan arahan manajemen lingkungan

5. Monitoring lingkungan serta perawatan

Fungsi selain penahan longsor

Tanaman yang ditanam di bioengineering slope ini bisa bermacam — macam. Oleh karena itu, fungsi sekunder dari bioengineering slope juga bisa bermacam — macam. Salah satunya adalah tanaman kaliandra (Calliandra Calothyrsus). Tanaman seperti Kaliandra juga bisa menjadi pendukung rehabilitasi peternakan. Tanaman ini cocok digunakan sebagai pakan ternak. Tanaman — tanaman tersebut juga bisa menjadi tanaman median jalan apabila jalannya dibuat di tanah berlereng. Selain itu, tanaman kaliandra juga bisa menjadi tanaman pendukung produksi madu karena residu nektar yang dihasilkan bisa menjadi pakan bagi lebah madu. Dengan demikian, berbagai jenis tumbuhan yang ditanam di lereng tersebut bisa digunakan sebagai fungsi lainnya tergantung dari jenis tumbuhannya tersebut.

Kelebihan dan Kekurangan

Concrete Retaining Wall pada Perumahan. Sumber: customconcrete.biz

Salah satu kelebihan yang didapat dari penggunaan bioengineering untuk retaining wall ini adalah keramahan terhadap lingkungan. Penggunaan bioengineering ini tentunya dapat dikatakan lebih ramah lingkungan karena bahan yang digunakan adalah bahan alami yang memang berasal dari lingkungan. Dibandingkan dengan penggunaan beton sebagai bahan retaining wall, bioengineering ini dapat memberikan lebih banyak oksigen untuk suatu kawasan sehingga lingkungan sekitarnya semakin asri dan segar. Akar tanaman yang menembus masuk ke dalam tanahnya pun dapat meningkatkan unsur hara tanah sehingga tanah menjadi lebih subur. Selain dari segi lingkungan, efektivitas kekuatannya pun bisa dibilang lebih baik karena seiring dengan pertumbuhan tanaman, kekuatan dari tanaman yang dipakai untuk menahan dinding tanah juga akan semakin besar. Berbeda dengan beton yang kekuatannya selalu sama bahkan akan menurun seiring dengan waktu. Dari segi pembuatannya pun, penggunaan bioengineering ini dapat dikatakan lebih murah dibandingkan concrete wall.

Dibalik seluruh kelebihan tersebut, penggunaan bioengineering ini ternyata dari segi perawatannya lebih mahal. Menurut jurnal dari Aristotle University, pada tiga tahun pertama biaya perawatan dari bioengineering ini terhitung 50% lebih mahal dibandingkan concrete wall. Namun hal tersebut memiliki benefit yang sepadan dimana untuk periode waktu selanjutnya bioengineering ini biayanya lebih stabil. Selain dari aspek biaya, kesulitan perawatan bioengineering ini terletak juga pada faktor yang perlu ditinjau. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang memang perlu kita perhatikan untuk menjaga tanaman tersebut tetap stabil dan bertumbuh lebih baik. Faktor yang perlu diperhatikan juga terkadang tidak bisa dikontrol secara langsung, karena sebagian besar faktor yang mempengaruhi kestabilan bioengineering ini berasal dari alam, seperti misalnya, vegetasi, faktor angin, curah hujan, dan lainnya. Untuk dapat meng-cover hal tersebut, perlu diperhatikan pola penanaman yang sebaiknya dibuat sedemikian rupa agar pemeliharaan tidak intensif, mengingat akses ke lahan berlereng pun pada umumnya sulit.

Sustainability

Berdasarkan prinsip keberlanjutan, bioengineering slope juga sudah memenuhi tiga pilar keberlanjutan. Jika dilihat dari segi lingkungan, bioengineering slope memiliki potensi pemanasan global yang cukup rendah dibandingkan concrete wall. Ini dikarenakan proses konstruksinya lebih melibatkan penanaman tanaman di permukaan lereng sehingga bersifat ramah lingkungan. Dari segi ekonomi, biaya untuk konstruksi bioengineering slope lebih murah dibandingkan biaya konstruksi concrete wall. Akan tetapi, biaya operation dan maintenance untuk menjaga slope tersebut cukup mahal dibandingkan concrete wall sehingga keseluruhan totalnya adalah 1.5 kali dari biaya total concrete wall. Dari segi sosial, bioengineering slope tampak lebih estetik dan juga lebih nyaman karena berada di sekitar tanaman hijau (rumput) biasanya terasa lebih sejuk. Biasanya tempat tersebut juga bisa menjadi salah satu objek di tempat rekreasi karena nilai estetikanya yang tinggi. Secara keseluruhan, bioengineering merupakan salah satu bentuk retaining wall yang mendukung keberlanjutan dikarenakan secara garis besar sudah memenuhi tiga pilar keberlanjutan.

Kesimpulan

Sebagai penutup, bioengineering slope merupakan salah satu alternatif yang sudah lama digunakan sebagai perkuatan tanah dan penahan lereng agar tidak terjadi longsor. Selain lebih ramah lingkungan, bioengineering slope juga dapat meningkatkan aspek estetika suatu proyek. Namun, kontrol yang terbatas pada sifat-sifat tanaman dan interaksi kompleks akar tanaman dengan tanah dan bahan lainnya menimbulkan tantangan untuk desain bioengineering slope yang lebih efektif. Walaupun demikian, bioengineering slope sebagai retaining wall bisa berfungsi semestinya apabila dirawat dengan baik dan sangat direkomendasikan untuk mendukung infrastruktur yang lebih ramah lingkungan.

Referensi

[1] Braham, A. (n.d.). Braham, Andrew — Fundamentals of sustainability in civil engineering-CRC Press (2018)

[2] Georgi, N.J., & Stathakopoulos, J.E. (2006, January 1). Bioengineering Techniques for Soil erosion Protection and Slope Stabilization. Retrieved from SRE-Research Reports: http://www-sre.wu.ac.at/ersa/ersaconfs/ersa06/papers/927.pdf

[3] Zakaria, Zufialdi. 2013. Bio-engineering, melalui pemanfaatan tanaman Kaliandra (Caliandra Calothyrsus) di Wilayah Zona Rawan Longsor Jawa Barat. Bandung: Universitas Padjajaran.

[4] Iwan G. Tejakusuma. 2016. Soil Bioengineering dan Peranannya dalam Geologi Lingkungan. Diakses pada 24 Agustus 2021, dari SOIL BIOENGINEERING DAN PERANANNYA DALAM GEOLOGI LINGKUNGAN | Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana (bppt.go.id)

Kontributor

Azka (HMS ‘19), Gallend (HMs ‘19), Mirna (HMS ‘19), dan Yehezkiel (HMS ‘19)

--

--

Harum Kurnia Jayanti
HMS ITB
Editor for

everybody’s favorite nobody. find way to stimulate hedonic hotspots in the brain and releasing endogenous opioids.