Geodesi dalam Bencana
Pada dasarnya bumi memiliki sifat dinamis dalam ruang dan waktu yang menyebabkan fenomena kontruktif dan/atau destruktif. Fenomena kontruktif merupakan fenomena yang memiliki potensi besar untuk peningkatan kesejahteraan kehidupan. Sebaliknya dengan fenomena destruktif, fenomena destruktif ini dapat menjadi sumber bencana alam di suatu wilayah tertama terhadap wilayah yang berpenduduk. Contoh dari fenomena destruktif adalah gempa bumi, tsunami, penurunan muka tanah, aktifitas gunung berapi, banjir dan tanah longsor. Seperti yang kita ketahui bahwa kemunculan suatu bencana sulit diamati atau dideteksi dan sering kali muncul secara mendadak sehingga tidak dapat dilakukan upaya untuk menghindarinya atau mencegahnya.
Mengacu terhadap sifat bencana alam yang sampai saat ini masih sulit untuk dideteksi kemunculanya secara tepat dan dihindari maupun dicegah keberadaanya. Maka antisipasi yang diambil untuk meminimalisir kerugian yang lebih besar dilakukan program mitigasi bencana alam yang mencakup berbagai disiplin ilmu baik sains maupun sosial. Pada dasarnya reaksi terhadap bencana itu sendiri terbagi menjadi tiga tahap yaitu :
- Mitigasi merupakan tindakan penanggulangan yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi
- Rescue merupakan penanggulangan yang mencakup pertolongan kesehatan dan penyuluhan jangka pendek
- Recovery merupakan perbaikan kembali yang dilakukan setelah terjadinya bencana
Tahapan — tahapan tersebut merupakan suatu sistem yang berkesinambungan dengan bencana alam yang terjadi, dimana untuk masing — masing tahap dilakukan evaluasi sebagai input program mitigasi bencana yang semakin baik.
Geodesi sebagai salah satu disiplin ilmu sains yang mempelajari tentang bumi memiliki peranan penting dalam pengadaan dan penyajian data — data serta informasi spasial yang terkait dalam mitigasi bencana. Strategi dan metoda secara geodetic dari pengambilan , pengolahan dan penyajian dataspasial yang terkait bergantung terhadap focus kebencanaan yang terjadi. Pada dasarnya peranan geodesi dalam mitigasi bencana alam yaitu pemahaman sifat dan mekanisme fisis bencana alam dengan memberikan informasi spasial berupa perubahan koordinat dalam ruang dan waktu yang bersifa resen serta variansi temporal gaya berat bumi. Selanjutnya akan digunakan sebagai parameter pendukung atau kendala dalam estimasi yang berisfat fisik. Dimana keduanya dapat berupa aktifitas pemodelan, interpolasi maupun ekstrapolasi. Kemudian pembangunan sistem basis data sistem informasi mitigasi bencanayang dapat secara efisien, efektif dan akurat menyajikan informasi parameter yang terkait dengan fenomena bencana alam guna memperoleh pemahaman, pengertian dan analisis dalam mitigasi.
Beberapa contoh jenis — jenis bencana yang ada serta usaha mitigasinya:
- Longsoran
Merupakan suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.
Usaha mitigasi yang dilakukan berupa tindakan pencegahan dengan mempelajari sifat dan mekanisme fisis longsoran serta pembuatan peta zonasi daeran rawan pergerakan tanah serta tindakan langsung berupa pembuatan bangunan — bangunan, penahan, pengurangan beban dll.
- Aktifitas tektonik
Merupakan pergerakan lempeng didalam bumi terutama pada daerah batas lempeng yang menyebabkan gempa bumi tektonik dan tsunami(apabila terjadi di laut).
Usaha mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan mempelajari sifat dan mekanisme fisis fenomena tektonik yang terjadi serta kegempaan yang ditimbulkannya. Selain itu juga dilakukan pembuatan peta zonasi yang terdiri atas tahap pengamatan (penentuan parameter seismic, penentuan parameter dinamik, studi geoteknik dan simulasi) tahap pemrosesan data (peta episentrum, kurva attenuasi, peta issoeic dan penentuan sumber gempa) dan tahap aplikasinya.
- Aktifitas gunung api
Peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi.Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C.
Usaha mitigasin yang dilakukan yaknidilakukan dengan menganalisis kemungkinan bencana yang terjadi akibat letusan gunung berapi. Analisis terkait tingkat kerawanan dan analisis dampak yeng terjadi dengan menyusun peta daerah bahaya gunung api. Tahap selanjutnya adalah mencakup pelaksanaan pemantauan jenis gejala vulkanik yang diduga sebagao precursor letusan.
Dengan adanya berbagai jenis bencana alam yang terjadi, maka tahap awal yang dilakukan mengidentifikasi obyek bhaya yang akan dianalisis secara geodetic. Tahap identifikasi ini mencakup pengumpulan informasi awal. Pengenalan kondisi di lapangan dan penyusunan asumsi serta model parameter — parameter geodetic yang diharapkan dapat menggambarkan mekanisme serta fisis dari bencana tersebut secara geometric sebagai fungsi ruang dan waktu. Tahap selanjutnya adlah perumusan fungsi tujuan dan kendala yang menyangkut akurasi, presisi serta kendala baikmetoda maupun hasil yang diperoleh. Hasil realisasi pengamatan/pengukuran di lapangan diolah dan selanjutnya diturunkan untuk memperoleh parameter — parameter geometric. Parameter — parameter inilah yang selanjutnya digunakan untuk pemodelan geometric dan hasil akhirnya berupa analisis secara kuantitatif.
Peranan geodesi dalam mitigasi ini dengan meninjau hal diatas dapat dilakukan dengan:
Pembangunan sistem basis data Sistem Mitigasi Bencana. Sistem ini merupakan sarana pendukung strategi penanganan bencana yang dapat secara efisien, efektif dan akurat menyajikan informasi parameter yang terkait dengan fenomena bencana alam, terutama dalam rangka integrasi unsur — unsur dari elemen sains dan sosial guna memperoleh pemhaman, pengertian dan analisis mitigasi. Didalam pembangunan sistem ini berbagai tahap pekerjaan dilkukan yaitu pengumpulan data yang terkait dengan parameter dinamika bumi sebagai fungsi ruang danwaktu, menejemen dan pengoalahan data, analisis dan penyajian informasi serta penyusunan modul — modul teknolgi sistem informasi. Produk dari sistem ini yang merupakan fungsi ruang dan waktu, selanjutnya digunakan untuk pemahaman, analisis dan pengambilan keputusan dari mitigasi dengan demikian diperlukan perencanaan menejemen mitigasi prabencana dan penanganan bencana agar terjadi suatu kesinambungan dalam masa pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.
Identifikasi bahaya, penelitian bahaya dan analisis bahaya merupakan tahapan awal dari menejemn mitigasi. Dimana didalamnya dilakukan penyusunan sistem informasi mitigas bencana yang disusun dari aspek sains dan sosial sehingga akan bermuara pada integrase dalam statistik spasial yakni analisis statistik dari data berbasiskan yang berbasiskan posisi. Statistik spasial ini merupakan statistic multivariansi dimana pengamatan — pengamatan yang dianalisa bersifat saling bergantungan. Atau dengan kata lain pengamatan berorelasi terhadap posisinya yang selanjutnya memberikan informasi lebih dari satu lokasi terhadap lokasi lainyayang sifatnya berbanding lurus dengan peningkatan derajat ketergantungan lokasi. Hasil dari analisis static spasial ini selanjutnya digunakan untuk menyusun pemodelan dinamik objek pengamatan. Pemodelan tersebut terkait interpolasi serta ekstrapolasi yang disesuaikan dengan keperluan masing-masing objek dimanahasilnya digunakan dalam prediksi bencana dan penetapan strategi penanggulangan bencana yang merupakan siklus dari mitigasi bencana.
Sumber:
Setyadji, B (2002) Synopsis Kajian Sistem Informasi Mitigasi Bencana. Laboratorium Geodesi Departemen Teknik Geodesi ITB
Basuki, S., 2011, Ilmu Ukur Tanah edisi revisi. Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wongsotjitro, S. 1984. Berbagai Ilmu Ukur Tanah dalam Ilmu Geodesi. Cetakan 1. Penerbit :
Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Ditulis oleh: IMG ITB