Kemahasiswaan Yang diidam-idamkan Kelak

Anggi Renaldy Pratama
HMS ITB
Published in
6 min readApr 22, 2018

Supaya Lulusannya tak hanya menjadi pelopor pembangunan, tetapi juga pelopor persatuan dan kesatuan bangsa

Untuk : Semua Kawan — Kawan senasib seperjuangan

Malam massa kampus. Seakan hanya malam kita mampu menyediakan waktu bersama untuk saling menyapa. Kini, entah semakin disadari atau tidak, Lenggam Kemahasiswaan kita kian memprihatinkan. Pergerakan kemahasiswaan selalu hanya menjadi sebuah mimpi semata. Dinamisasi Kampus seakan menjadi sebuah oase yang tak kunjung tercapai. Apalagi untuk bermimpi pergerakan satu KM ITB? Sebuah angan — angan besar yang merubah getir menjadi tawa.

Namun, tak boleh kita, hanya mengutuk kegelapan tanpa mau menyalakan terang di dalamnya. Semua ini bukan tanpa usaha. Segala usaha telah dilakukan. Pemira, Student Summit, hearing OSKM semua telah dilalui. Namun nyatanya wadah ini hanya menjadi gerimis di siang hari, karena terlalu sedikit orang yang terlibat dan mengawalnya. Ya, mereka itulah orang — orang yang masih memiliki keprihatinan di hatinya terkait KM itb. Karena kalau bukan mereka siapa lagi.

Sejenak mari kita ber-refleksi. Mengutip sebuah lirik lagu kemahasiswaan yang dulu “Kampusku rumahku, kampusku negeriku, kampusku kebebasanku”. Masihkah Relevan saat ini?

Gerakan Kemahasiswaan saat ini semakin dipersempit. Ruang — ruang publik berusaha dimatikan. Jam malam mengambil banyak andil dalam mensukseskan kebobrokan ini. Beban akademik seperti tak kunjung surut dan semakin menggila mendekati masa — masa ujian. Sedangkan gerakan kemahasiswaan dituntut untuk tidak lekang oleh keadaan. Maka, harus tercipta mahasiswa — mahasiswa super yang bisa memadu-padankan kedua aspek tersebut untuk tetap berjalan beriringan dan sama — sama balance. Dan yang pasti harus mengurangi waktu tidur yang notabene adalah kebutuhan primer.

Ditinjau dari kondisi internal mahasiswanya, jiwa — jiwa gelisah semakin redup. Kegelisahan akan Indonesia, masyarakat, KM ITB, maupun lingkungan sekitar semakin tiada. Jangankan mau peduli dengan itu semua, bahkan keadaan teman samping kanan-kirinya saja mungkin tak tahu sekarang. Padahal kepedulian itu menular kawan. Begitu juga ketidak pedulian itu diajarkan. Semestinya pendidikan di kampus ini membentuk mahasiswa seutuhnya bukan robot.

Kuliah semakin monoton setiap hari dengan segala polemik yang terjadi. Masuk kelas, duduk, mendengarkan, dan diakhiri dengan tugas kuliah yang meninggalkan beban pekerjaan. Praktis Sabtu-Minggu menjadi ajang penghabisan tugas karena setiap weekdays selalu diakhiri dengan keletihan karena menjalani kuliah seharian. Dimana mimbar kebebasan mahasiswa untuk berkarya, berorganisasi, dan berdiskusi untuk masa depan Indonesia? Ya, disela — sela itu. Padahal sebagai mahasiswa (Apalagi ITB) tak cukup sekedar jadi tumpuan orang tua saja kedepannya, tapi juga tumpuan ibu pertiwi dan nusantara.

Ke(Maha)Siswaan

Secara umum mahasiswa menurut KBBI, adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Lalu Apa itu kemahasiswaan? Kalau kata banyak orang sih berorganisasi, atau jadi akademisi, beberapa teman yang lebih ekstrem menyebut “ya sekedar main pingpong di sekre juga kemahasiswaan”. Semua benar, karena dari KBBI definisi kemahasiswaan adalah sebatas semua seluk-beluk mahasiswa.

Tapi apa iya, kemahasiswaan kita hanya diisi oleh belajar di kelas dan main pingpong semata? Ingat baik — baik bahwa ada kata “Maha” di depannya , itu berarti mahasiswa adalah manusia yang memiliki tanggung jawab lebih, siap dan cakap memangku jabatan dan menjadi harapan rakyat untuk membangun negeri ini serta memiliki keinsafan dalam menyejahterakan masyarakat Indonesia.

Intinya di Kemahasiswaan kita belajar memanusiakan manusia. Hal ini merupakan visualisasi masa depan dimana kita akan hidup di sebuah lingkup luas yang dinamakan “masyarakat” yang menjadi sebuah subjek sekaligus objek. Atau dapat ditarik kesimpulan : Jika, semua yang pernah kamu lakukan di dunia kemahasiswaan belum sampai bermanfaat atau berdampak untuk sekitar itu berarti belum layak disebut berkemahasiswaan.

Kondisi Kemahasiswaan Ideal

Berdasarkan tujuan yang tertera pada konsepsi organisasi kemahasiswaan KM ITB nomor 2 dan 3 (dari 5 butir yang ditulis.)

2. memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk menjadi pemimpin dan penggerak dalam kehidupan bangsa

3. ikut serta menyumbangkan karya dan pikiran dalam penataan kehidupan bangsa.

Baru 2 hal ini saja selaiknya telah menampar keras sanubari kita masing — masing. Seberapa jauh dari kata ideal kemahasiswaan yang kita lakukan sampai saat ini. Mahasiswa yang digadang — gadang sebagai agent of change, guardian of value, dan iron stock seakan hanya menjadi sebuah bualan semata.

Karena kembali, ini tentang pola pikir kawan. Mahasiswa saat ini terlalu terfokus pada pengembangan diri sendiri, tanpa mau menengok sejenak lingkungan sekitar kita. Siapa? Orang — orang di luar sana yang membutuhkan kita untuk terjun langsung merubah mereka. Merubah paradigma mereka bahwa hidup tak sekedar berpangku tangan menunggu rezeki, tapi menciptakannya dengan usaha masing — masing. Sepertinya tak pernah terbesit bagi kita memikirkan Indonesia, maksudku mempedulikannya.

Kondisi Kemahasiswaa Masa Kini

Sebagaimana pernah diutarakan oleh Erich Fromm, kampus seharusnya menjadi pusat budaya dan demokrasi. Dan untuk terciptanya hal itu maka semua berawal dari sebuah tahap yang bernama kaderisasi. Kaderisasi merupakan ujung tombak organisasi kemahasiswaan agar bisa tetap hidup dan menghidupi anggotanya dengan nilai — nilai yang terbesit di dalamnya. Tidak percaya? Kalau menghancurkan organisasi, maka hancurkan saja kaderisasinya.

Lalu coba kita lihat pola kemahasiswaan masa kini.

Alur Produksi Kaderisasi

Pengkerdilan peran mahasiswa sudah terlihat nyata. Aturan lulus 6 tahun semakin membuat mahasiswa diburu — diburu menuntaskan beban akademiknya. Semakin diperkeruh dengan para swasta — swasta organisasi yang memilih say goodbye duluan dan mengikuti teman — teman yang lain ketimbang membimbing adik — adiknya terhadap value — value yang dulu selalu diajarkan ke mereka. Kaderisasi yang dibatasi waktu, semakin membuat organisasi memeras otak lebih dalam untuk beradaptasi. Sehingga, ketika input (re : mahasiwa) yang selalu berbeda setiap periodenya, dan kualitas output ( re : mahasiswa) dari proses mengkader ini yang tetap dituntut tak jauh berbeda dari falsafah organisasi, membuat kaderisasi semakin harus dirubah menyesuaikan faktor — faktor keadaan yang ada. Dunia kemahsiswaan semakin dipersempit dengan terlibatnya satu faktor yang paling berdampak saat ini yaitu : Arus Globalisasi. Sehingga memunculkan paradigma “5–10 Tahun lagi Berhimpun (arti : berkumpul, berdiskusi, bersosialisasi) mungkin tidak dibutuhkan lagi, dan himpunan sebagai landasan pacu kemahasiswaan akan sirna di kemudian hari”

Dengan semua polemik yang terjadi Independensi mahasiswa seakan runtuh. Coba tanya seberapa banyak mahasiswa yang memiliki mimpi kedepannya ketika lulus ingin memperbaiki Indonesia. Alur produksi lulusan ITB pun bisa ditebak: masuk dipuji, IPK besar, lulus dapat kerja mapan, lalu hidup nyaman dengan keluarga. Seolah tidak terbesit sediktipun dalam diri kita untuk melakukan usaha terbaik yang bisa kita lakukan untuk Indonesia kelak. Agar ketika lulus nanti niscaya 4000 lulusan ITB setiap tahunnya dapat merubah Indonesia dari semua sektor yang ada. Ayolah kawan ini demi Indonesia-mu dan Indonesia-kita. Karena yang kuharapkan cuman satu : semasa kau menjadi mahasiswa IPK kehidupanmu ga kalah besar dengan IPK Akademikmu.

Untuk Indonesia yang lebih baik

Dunia Kemahasiswaan dulu berbeda dengan sekarang. Pola pergerakannya-pun berbeda. Tekanan yang kuat dari pemerintah dan posisi mahasiswa saat itu sebagai oposisi utama pemerintah melahirkan gerakan — gerakan yang terlihat “garang”. Keadaan saat ini memberikan pola pergerakan lain. Dengan semua keadaan yang membuai saat ini, tak boleh kita diam teronggok lesu dan hanya menunggu gebrakan dari atas. Haluan kemahasiswaan saat ini seharusnya sudah dapat menjadi kontributor nyata bagsa melalui karyanya masing — masing. Metodenya bebas, baik individu, kelompok, komunitas, bahkan event-event seperti PKM maupun Lomba Inovasi dapat dicoba. Aksi terjun langsung baik ke masyarakat ataupun melalui komunitas — komunitas (ex : himpunan, unit, ormek, dll) juga merupakan langkah besar. Intinya hanya satu : Berkarya secara nyata!.

Mengutip kalimat dari abangku “ Ide itu udah banyak, beribu — ribu. Bahkan pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Sekarang tinggal siapa yang mau merealisasikannya dan berkarya di jalan itu”.

Kelak kuharap, semoga lulusan yang pernah ditempa di kawah candradimuka Kampus Gajah harus tetap membawa ikrar seperti yang tertulis di Plaza Widya Nusantara “Agar setiap tanya tentang bangsa ini mendapatkan jawabannya”. Jangan sampai, lulusannya jadi pejabat yang hanya bisa berplesir ke hotel — hotel mewah atau makan makanan enak di restoran jepang.

Jadi untukmu semua kawan — kawan senasib seperjuangan

Untuk sang aktivis, teruslah gelisah dan suarakan apa yang kami butuhkan. Sebab jika keadaan didiamkan begitu saja. Kebijakan tidak akan berubah. Dan pemerintahan di luar sana akan selalu mempertahankan keasalahannya.

Untuk engkau para penggiat pengmas, jika ternyata aktivis tak bisa menuntaskan karena respon dari pemerintah yang terlalu lama, maka turunlah ke desa, penuhi suara- suara rakyat yang tersiksa karena keadaan. Bantu mereka memenuhi apa yang mereka butuhkan atau yang mereka rasakan.

untuk engkau yang berfokus pada dunia entrepeneur, benar apa yang kau lakukan, Ekonomi harus ditingkatkan. Dengan banyaknya pengangguran yang turun ke jalan, lapangan pekerjaan wajib diciptakan. Semoga kau menjadi secercah solusi untuk ekonomi negara kita yang akan datang.

Dan tak lupa untuk kau temanku sang Cendekiawan. Belajar adalah kewajiban utama setiap dari kita. Tapi tak semua orang sepintar dan secerdas kau. Maka majukan negara ini dengan riset — riset dan penelitianmu. Jangan sampai selamanya, kita mengemis teknologi dari negara lain. Kita sendirilah yang harus menciptakanya. Dan semoga dengan adanya dirimu, semoga perteknologian bangsa ini semakin hebat dan Indonesia benar — benar bisa menjadi negara maju seperti yang diharapkan.

Dan bagiku semua ini masih relevan tercakupi dalam sebuah wadah bernama KM ITB. Sebuah wadah yang lengkap dan memberi kita semua peran yang mau kita pilih. Dan semoga kemahasiswaan kita kelak bisa menjadi perkumpulan karya dari orang — orang hebat dan berbeda warna dari seluruh sudut kampus. Dan niscaya dari pemuda — pemuda ini Bangsa kita akan benar — benar merdeka diatas tanahnya sendiri.

Sebab beratus juta rakyat Indonesia , menantimu, menantiku, menantikan kita”

Anggota Biasa KM ITB

Anggi Renady Pratama

NIM 15015100

NBP 1598.08.50379

--

--

Anggi Renaldy Pratama
HMS ITB
Writer for

“ Pecundang adalah orang yang tidak bisa mengalahkan dirinya sendiri”