Memimpikan Kontribusi dan Budaya Kajian di HMS ITB Hadir Menuju Ideal

Reza Prama Arviandi
HMS ITB
Published in
3 min readAug 16, 2018
Diambil dari Dokumentasi Wisuda Agustus HMS ITB 2015

Mohon maaf kalau tulisan ini tidak formal dengan tidak adanya sumber yang ditautkan. Hanya karena kecintaan kepada himpunan yang telah memberi kesempatan untuk berkeluh kesah dan tumbuh, maka saya tuliskan segala pengalaman yang pernah saya temui.

Sebelum saya bertanya tentang kontribusi HMS di masyarakat, ijinkan saya bertanya bagaimana HMS mampu merumuskan kontribusi tersebut? Bisakah lewat budaya kajian yang marak di kalangan mahasiswa? Tunggu tunggu, bukannya HMS terkenal sebagai himpunan kajian? Mengapa harus bertanya cara merumuskan. HMS harusnya sudah jago akan hal tersebut.

Berapa orang yang pernah mendengar bahwa HMS sebuah himpunan yang berjuluk himpunan kajian? Saya yakin hampir seluruh angkatan di dekade ini pernah mendengar pernyataan ini minimal lewat kaderisasi. Berapa orang yang mampu mendeskripsikan HMS sebagai entitas himpunan kajian? Lewat diskusi dan bertanya langsung kepada 2 angkatan di atas dan di bawah saya, kesimpulan yang saya dapat yaitu sulit sekali dijelaskan dengan satu dua patah kata. HMS sebagai himpunan kajian dijelaskan selalu mentok pada proses kaderisasi pasif yang membutuhkan kajian dari satu angkatan. Benar bukan ini?

Saya apresiasi yang tinggi untuk teman-teman yang telah aktif dalam merumuskan kaderisasi pasif berbasis angkatan setiap tahunnya dengan berbagai metode kajian yang telah dilakukan. Perlu diketahui bahwa ketika menjadi peserta saya memilih untuk aktif, ketika menjadi perumus saya memilih dengan sadar untuk kurang aktif. Proses pengkajian dalam kaderisasi inilah yang mempunyai nilai kajian yang besar untuk organisasi besar seperti HMS. Namun pertanyaan saya sama setiap tahun, mengapa penghayatan nilai kajian di HMS selalu berhenti di kaderisasi? Bahkan proses kajiannya hanya ada di angkatan perumus. Mengapa ketika di hari aktif kuliah sekaligus hari aktif berhimpun tidak terasa lagi hawa kajian dalam perumusan banyak hal? Proses pembacaan dokumen legal, memahami bagaimana organisasi bekerja, membuat alur berpikir, menghayati setiap sumber pendukung, sampai proses pengawasan yang detail, ada di mana ketika kaderisasi telah usai?

Sudah banyak cerita bahwa segala hal besar yang dibuat organisasi terbaik di dunia ini dimulai dari proses berpikir dan kajian bersama yang dalam. HMS ITB dengan sumber daya manusia pilihan terbaik di Indonesia harusnya tidak kesulitan melakukan hal tersebut. HMS ITB sebagai himpunan dengan corak keprofesian infrastruktur dan pondasi budaya kajian yang dalam harusnya mempunyai banyak tokoh pergerakan yang bersuara nyaring tentang infrastruktur di negeri ini. Namun kenyataannya kita juga sulit untuk mengeja siapa saja alumni HMS yang mewarnai perjalanan infrastruktur negeri ini dari kemerdekaan sampai sekarang.

Saya membayangkan ketika budaya kajian ini hadir paripurna di tubuh HMS ITB, betapa mudah rasa keraguan akan berbagai hal yang harusnya ideal di sekitar kita mampu ditangkap oleh keseluruhan anggota. HMS ITB mampu menjadi pelopor organisasi yang mampu menggerakkan simpati dan empati anggotanya terhadap segala isu disekitarnya. HMS ITB mampu menjadikan anggotanya tidak hanya haus akan nilai di kelas semata, namun mengejar nilai besar di belakag ilmu tersebut. Paman Ben dalam serial Spiderman pernah berkata “With great power comes great responbility”. Anggota HMS ITB yang diberi kecerdasan berlebih haruslah mempunyai tanggungjawab yang besar untuk masyarakat disekitarnya. HMS ITB haruslah mampu menjadikan anggota bukan seperti robot yang bekerja tanpa menggunakan nurani dan rasa sosialnya. Budayawan Goenawan Mohammad berkata bahwa definisi kesepian sebenarnya adalah hidup tanpa tanggungjawab sosial. Betapa banyak hal yang bakal kita kejar terus keidealannya untuk menyejahterakan masyarakat disekitar kita. Seperti amanat pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “… dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakam ketertiban dunia yang berdasarkan kemerrdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”.

Ketika budaya kajian di tubuh HMS ITB tidak berhenti sampai proses kaderisasi saja, maka pertanyaan pertama saya diawal akan terjawab lebih mudah. Apa kontribusi HMS ITB di masyrakat? Bagiamana HMS ITB mampu merumuskan kontribusi tersebut? Dengan budaya kajian segala isu di masyarakat kami peka, kemudian ikut bersimpati dan berempati dengan mengkaji tuntas masalah tersebut. Setelah kami kaji, maka kami melakukan tindakan nyata dengan batas kemampuan yang bisa kami lakukan sebagai mahasiswa.

Dirgahayu HMS ITB 64, semoga saya dan pembaca bisa menemukan sebuah harapan keidealan ketika saya yang masih menjadi kuya di tanya tentang apa yang kamu ketahui tentang HMS ITB? Saya selalu jawab dengan lantang, HMS adalah keluargaku! Keluarga dalam khazanah Indonesia adalah kata ideal yang tidak ada ujungnya.

--

--

Reza Prama Arviandi
HMS ITB
Editor for

An amateur. Inclusive infrastructure. You can reach me at rezaprama.com