Opini ini ditulis berdasarkan pengalaman subjektif penulis dan beberapa data pendukung. Penulis sedang menjalani masa magang di DKI Jakarta dan mengamati fenomena yang cukup unik: bagian yang paling macet dan mengonsumsi waktu paling banyak dalam kegiatan commuting adalah bagian perlintasan sebidang, bukan simpang bersinyal. Tulisan ini pun hanya dibuat untuk lingkup Jabodetabek saja. Apabila ingin berdiskusi lebih lanjut, sila hubungi penulis.
Setiap pagi dan sore, saya meninggalkan rumah saya di Jakarta Utara dan menghabiskan 80–120 menit pergi pulang ke kantor tempat saya magang di Jakarta Selatan. (Sebagai informasi, saya menggunakan sepeda motor). Untuk menempuh jarak 20 km, saya menghabiskan sekali jalan kira-kira 40–60 menit, tetapi biasanya 15–20 menit dari waktu tersebut dihabiskan di satu perlintasan sebidang saja. Untuk perbandingan, simpang bersinyal yang tergolong sibuk dapat saya lalui dalam waktu 5–10 menit.
Pada kesempatan lain, saya menggunakan jasa angkutan KRL Commuter Line relasi Jatinegara-Bogor (Loop Line) dari Stasiun Jatinegara hingga Stasiun Rajawali. Saya menjumpai 11 perlintasan sebidang dengan kondisi mengenaskan: karena macet, semua orang menempati semua ruang kosong yang ada di belakang pintu perlintasan, bahkan jalur yang berlawanan arah.
Mengapa hal ini dapat terjadi?
Pertama, volume kendaraan jauh melampaui kapasitas jalan. Hal ini lumrah ditemui di daerah padat penduduk seperti Jabodetabek. Kendaraan roda dua, roda empat harus saling sikut-sikutan di jalan lokal dan jalan lingkungan dengan kapasitas yang kecil.
Poin pertama mengarah ke terjadinya poin kedua, yaitu perilaku pengemudi yang suka lawan arah. Dalam kasus perlintasan yang saya lewati setiap hari, yaitu perlintasan sebidang Jl. Hidup Baru dan Jl. Pademangan Raya, apabila semua orang mengantri sesuai dengan jalurnya masing-masing (kondisi ideal) maka saya yakin antrian kendaraan akan terbentuk lebih dari 2 km di kedua sisi, dan malah menimbulkan kemacetan di beberapa persimpangan jalan sebelah-sebelahnya (nahloh??)
Mari kita tinjau keberadaan perlintasan sebidang ini secara hukum melalui PM 36 tahun 2011. Berikut adalah sedikit cuplikan dari Pasal 3:
Jadi memang perlintasan kereta api defaultnya dibuat tidak sebidang. Keberadaan perlintasan sebidang di Jabodetabek menurut saya benar-benar dapat disangkal dengan ketiga syarat di poin (2):
- Letak geografis memungkinkan kok untuk dibuat perlintasan tak sebidang. Coba lihat lintas Jakartakota-Manggarai.
- Cukup jelas membuat kemacetan lalu lintas.
- Lintas Jabodetabek kebanyakan sudah rel ganda dan memiliki frekuensi KA tinggi.
Lanjut ke Pasal 4:
Poin 1(b): Headway lintas Jabodetabek tidak mungkin di atas 30 menit. Hal ini dapat dibuktikan dengan GAPEKA (grafik perjalanan kereta api) DAOP I Jakarta milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Poin 1(d): Jarak antar perlintasan satu dengan yang lain ada yang kurang dari 800 meter. Hal ini dibuktikan penulis saat mengukur jarak antar perlintasan dengan piranti lunak Google Maps.
Poin 1(e) dan (f): Syarat ini tidak dapat dipenuhi lantaran daerah di sekitar perlintasan biasanya padat dengan pemukiman.
Lantas, harus bagaimana?
Pembangunan perlintasan tak sebidang dapat menjadi solusi atas permasalahan selama ini, seperti yang telah ditunjukkan oleh lintas Jakartakota-Manggarai. Secara teoritis, pembangunannya dapat:
- Menyerap lapangan kerja dan meningkatkan kapasitas lintas KA eksisting, namun perlu juga diperhatikan manajemen lalu lintas selama konstruksi.
- Meningkatkan performa jalan dan akses lahan terutama jalan lokal dan jalan lingkungan (Perlintasan sebidang yang overcapacity dengan jalan lokal/jalan lingkungan biasanya hanya ditemukan di Jabodetabek).
- Mengurangi angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan bermotor dan kereta api.
- Merelokasi pemukiman di bantaran rel kereta api dan mengurangi risiko kehilangan harta dan nyawa akibat bermukim di bantaran lintasan rel.
Apabila tidak dieksekusi dengan baik, pembangunan ini justru dapat menimbulkan masalah-masalah baru. Oleh sebab itu, hal-hal ini harus dipertimbangkan:
- Seperti belasan megaproyek infrastruktur rel yang berjalan bersamaan di DKI Jakarta, selama konstruksi proyek-proyek jenis ini dapat menimbulkan kemacetan karena waktunya yang lama dan mengambil ruang manfaat jalan. Oleh sebab itu, diperlukan manajemen lalu lintas yang baik.
- Perihal relokasi tak luput dari masalah kemanusiaan seperti pembebasan lahan dan keadilan bagi rakyat yang harus kehilangan pemukimannya. Bukan tidak mungkin pemukiman baru di bawah perlintasan baru akan dibangun. Bukan tidak mungkin juga warga setempat menolak direlokasi dengan berbagai alasan. Oleh sebab itu, Pemda/Pemkot harus dapat memberikan perumahan yang layak dan bertindak taktis dalam menangani masalah ini.
- Penutupan total persimpangan sebidang seringkali tidak menyelesaikan masalah. Penutupan lintas sebidang Jl. Angkasa, misalnya, membuat kapasitas Jl. Angkasa justru tidak dimanfaatkan sama sekali (jadi sepi). Belum lagi masalah-masalah lain seperti penurunan pendapatan masyarakat di sekitar perlintasan.
Apakah kerugian akibat kemacetan lebih sedikit dibandingkan dengan pembangunan lintas tak sebidang? Jangan-jangan, pembangunan lintas tak sebidang memang kelihatannya mahal di awal, tapi dapat menghindari kerugian miliaran rupiah dalam bentuk harta dan nyawa.
Pemerintah melalui Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan telah menutup sebanyak 291 dari 5.829 titik perlintasan sebidang pada tahun 2017. Banyak titik yang dicanangkan akan ditutup di kemudian hari, dan saya berharap bahwa penutupan perlintasan sebidang itu diusahakan dilakukan dengan sebaik mungkin untuk mengakomodasi semua pemangku kepentingan. Saya pribadi percaya bahwa penutupan perlintasan sebidang lebih banyak manfaat baiknya daripada buruknya.
Referensi
- Peraturan Menteri Perhubungan no 36 tahun 2011
- PT Kereta Api Indonesia (Persero). Grafik Perjalanan Kereta Api DAOP I Jakarta.
- Tribun News. “19 Perlintasan Kereta Api Sebidang di DKI Akan Ditutup” http://www.tribunnews.com/metropolitan/2018/03/06/19-perlintasan-kereta-api-sebidang-di-dki-akan-ditutup, laman diakses pada 6 Agustus 2018 pk18.03.
- Bisnis.com. “Kemenhub Targetkan Tutup 304 Perlintasan Sebidang” http://industri.bisnis.com/read/20180216/98/739459/kemenhub-targetkan-tutup-304-perlintasan-sebidang, laman diakses pada 6 Agustus 19.39.