Resilient Shift: Cara Berpikir Resilien dan Implementasi Infrastruktur yang Lebih Resilien

Azzam Nahdi
HMS ITB
Published in
5 min readNov 24, 2020
Sistem Pengelolaan Air Kota| Foto: Arup.com

Seiring berkembangnya peradaban, manusia menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Permasalahan yang dihadapi juga sangat bervariasi. Mulai dari segi sosial, ekonomi, bencana alam, kemiskinan, percepatan pertambahan populasi, sampai kompleksitas urbanisasi. Manusia selalu berusaha menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi untuk kehidupan yang lebih baik melalui berbagai cara dalam meningkatkan kapasitas atau ketahanan mereka. Namun, tidak semua peradaban berhasil mencapai tujuan tersebut. Ada yang gagal, tetapi tidak sedikit juga yang berhasil.

Jika diamati, permasalahan yang dihadapi masing-masing peradaban tidak sepenuhnya berbeda. Ada berbagai permasalahan yang berulang, walaupun dengan berbagai penyebab yang tidak sepenuhnya sama. Dari kesamaan ini, para pemecah masalah mulai memproyeksikan berbagai masalah yang telah terjadi di masa lampau ke masa mereka untuk merancang berbagai metode pemecahan masalah yang dapat diterapkan pada masa mereka untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang terjadi. Tidak hanya proyeksi ke masa mereka, mereka juga mulai mengekstrapolasi data-data yang mereka peroleh pada masa mereka dan masa lampau ke masa depan untuk merencanakan, mendesain, dan memecahkan masalah. Hal ini terus berkembang sampai memunculkan berbagai teknik regresi dan dan proyeksi.

Namun, Seiring berkembangnya peradaban, terjadinya beberapa revolusi industri, dan peningkatan penemuan dan implementasi teknologi, peradaban memang terlihat lebih maju dari sudut pandang kita, tetapi permasalahan yang dihadapi juga semakin kompleks. Skala permasalahan yang dihadapi juga sangat jauh berbeda dari permasalahan-permasalahan yang dahulu kita hadapi. Mulai dari besarnya skala permasalahan yang dihadapi, sampai kompleksitas permasalahan tersebut. Perubahan iklim yang terjadi dengan skala global, kemiskinan, dan urbanisasi perkotaan yang semakin kompleks adalah beberapa contoh permasalahan yang kita hadapi.

Selain keadaan-keadaan yang dijelaskan di atas, permasalahan lain yang kita hadapi adalah cara perencanaan, penentuan kebijakan, dan pengoperasian yang tidak banyak dapat didasari dari keadaan-keadaan peradaban sebelumnya. Masa depan semakin tidak terprediksi. Cara-cara prediksi, proyeksi, dan ekstrapolasi yang selama ini kita gunakan semakin tidak dapat diandalkan.

Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai cara perencanaan yang lebih mutakhir dalam merancang berbagai sistem yang memiliki kapasitas dan kesiapan dalam menghadapi berbagai gangguan, tekanan, dan permasalahan dari ranah ekonomi, sosial ,bencana alam, dan krisis yang sangat sulit diprediksi dan dapat datang kapan saja, dengan tetap menjaga fungsionalitas dari berbagai sistem tersebut. Sistem tersebut biasa kerap disebut sebagai sistem yang “Resilien”.

Dalam konteks resilient framework, terdapat empat ranah utama yang menentukan tingkat resiliensi suatu kota atau negara , sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Nancy Kate, mantan direktur pelaksana The Rockefeller Foundation, dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Lloyd’s Register Foundation pada tahun 2016 di London. Empat ranah tersebut mencakup kesehatan, ekonomi dan masyarakat, infrastruktur dan ekosistem-ekosistem, dan strategi dan kepemimpinan. Dr. Nancy menjelaskan bahwa keempat ranah tersebut sangatlah penting. Tidak bisa hanya memilih satu atau dua ranah saja dan meninggalkan yang lainnya. Karena jika terjadi demikian, suatu kota blm dapat disebut sebagai kota yang resilien. Disinilah letak kompleksitas dari resiliensi sebuah kota. Karena keempatnya harus diperhatikan.

Dalam ranah konstruksi dan ekosistem, Dr. Nancy menjelaskan bahwa resiliensi dapat dicapai dengan meningkatkan fungsionalitas dari critical infrastructure systems. Critical infrastructure atau infrastruktur kritis merupakan berbagai struktur fisik, fasilitas publik, dan sistem yang sangat berpengaruh pada fungsionalitas suatu komunitas secara ekonomi dan sosial. Contohnya seperti sistem sanitasi dan distribusi air bersih, sistem distribusi tenaga listrik, dan sistem telekomunikasi dari suatu perkotaan atau berbagai jenis struktur fisik seperti jembatan, jaringan rel kereta api, dan pelabuhan. Fungsionalitas dari suatu infrastruktur kritis mengandung tiga unsur utama, yaitu protect (melindungi), provide (menyediakan), and connect (menyambungkan).

Keberlangsungan dari fungsionalitas infrastruktur kritis sangatlah penting. Hal ini disebabkan oleh globalisasi dari sebuah negara yang menjadikan rakyat negara tersebut semakin bergantung pada infrastruktur kritis. Kompleksitas dari infrastruktur kritis ini juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dan globalisasi kota atau negara tersebut. Dalam sistem yang kompleks, interaksi dari satu komponen dengan komponen lainnya dapat terjadi dengan cara yang tidak terduga, bahkan terkadang tidak dapat diamati. Jika ada suatu kegagalan terjadi pada infrastruktur kritis yang disebabkan oleh faktor internal, seperti manajemen yang kurang baik, atau faktor eksternal, seperti kecelakaan atau bencana alam, maka akan menghasilkan permasalahan dalam yang sangat besar. Ini lah hal yang meningkatkan kepentingan dari infrastruktur yang resilien.

Bagaimana Kita Mulai dan Dari Mana?

Setelah mengetahui betapa pentingnya infrastruktur yang resilien. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita mulai menerapkan hal tersebut? Berbagai gerakan sudah dilakukan oleh berbagai yayasan dan korporasi di dunia dalam menyuarakan dan mendorong konstruksi yang lebih resilien. Salah satu gerakan tersebut adalah program The Resilient Shift. Program ini dibentuk oleh dua firma global yang bergerak dalam ranah konstruksi, yaitu Arup dan Lloyd’s Register Foundation pada tahun . Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas / resiliensi di masa mendatang melalui infrastruktur kritis. Program ini ingin berinovasi dan berkreativitas dalam rangka menghasilkan solusi yang paling resilien. Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat resiliensi dari sistem jaringan infrastruktur kritis, serta memastikan keberlanjutan dari infrastruktur kritis tersebut.

Terdapat tiga langkah konkret yang dilakukan oleh program ini dalam mencapai tujuan mereka:

  • Influencing through policy

Kebijakan pemerintah memiliki pengaruh besar dalam membangun infrastruktur yang resilien. Oleh karena itu, hubungan kemitraan dengan pembuat kebijakan sangatlah pentng dalam hal ini.

Tidak semua permasalahan resiliensi tidak dapat diselesaikan dengan satu instrumen kebijakan, perlu ada perpaduan dari berbagai instrumen kebijakan dengan berbagai pendekatan. Dalam menentukan Instrumen kebijakan yang perlu digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan dalam hal ini dapat bercermin kepada instrumen kebijakan yang digunakan dalam permasalahan lain dengan berbagai pendekatan tertentu.

Singkatnya, perlu ada hubungan erat antar pembentuk kebijakan, yaitu pemerintah, , pihak akademik, dan pihak swasta dalam membentuk berbagai sistem yang lebih resilien.

  • Shaping practice

Teori resiliensi dalam infrastruktur perlu diimplementasikan dalam praktik di dunia konstruksi. Cara yang paling baik adalah memulai dengan menggunakan cara berpikir yang lebih resilien agar memberikan sudut pandang berbeda dan penentuan keputusan yang lebih baik.

Dengan cara berpikir yang lebih resilien, berbagai peralatan dan cara bekerja yang lebih resilien akan bermunculan dalam seluruh alur pekerjaan konstruksi, mulai dari perencanaan, pendanaan, sampai desain dan pengoperasian produk hasil konstruksi.

  • Sharing learning

Sharing dan pertukaran pikiran antar berbagai sektor dalam bidang konstruksi dan pembentukan hubungan kerjasama antar pelaku jasa konstruksi dalam berbagai proyek, dan hubungan kemitraan antar stakeholder dapat menjadi katalisator dalam pengimplementasian cara berpikir yang lebih resilien dan di berbagai proyek infrastruktur kritis dan berbagai sistem dalam infrastruktur dalam skala kota, provinsi, bahkan negara, sampai dunia .

-Berbagai publikasi dalam bidang infrastruktur yang resilien tidak kalah penting. Dalam hal ini, ARUP dan Lloyd’s Register Foundation merupakan salah satu firma yang banyak mempublikasikan berbagai proyek telah dijalani dengan mengimplementasikan resiliensi dalam alur pekerjaan konstruksi proyek-proyek tersebut.

Dengan adanya program ini, berbagai implementasi nilai-nilai infrastruktur yang lebih resilien dapat dilakukan dalam menangani berbagai permasalahan infrastruktur kritis dalam skala global.

__

Referensi:

[1] UCL. (2019, Nov 6). Delivering sustainable and resilient infrastructure: Lessons from the world [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=B2wnU62Rx-g

[2] Lloyd’s Register Foundation. (2016, Nov 4). Resilience Engineering | Dr Nancy Kete [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=ZW7OsZL7Zt0&t=967s

[3] Gallego-Lopez, C.; Essex, J. (with input from DFID) Designing for infrastructure resilience. Evidence on Demand, UK (2016) 22p. Introducing Infrastructure Resilience. Diakses melalui: https://assets.publishing.service.gov.uk/media/57d6bc17e5274a34de000040/Introducing_Infrastructure_Resilience_25May16_rev_external.pdf pada Selasa,24 November 2020.

[4] System Innovation. (2015, Sep 6). Infrastructure Resilience [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=CjKncMFjqOY

[5] SECURING OUR FUTURE THROUGH RESILIENT INFRASTRUCTURE. Diakses Melalui: https://www.resilienceshift.org/securing-our-future-through-resilient-infrastructure/ pada Selasa,24 November 2020.

Ditulis untuk kebutuhan Departemen Kajian Himpunan Mahasiswa Sipil Institut Teknologi Bandung.

--

--

Azzam Nahdi
HMS ITB
0 Followers
Writer for

Mahasiswa Teknik Sipil ITB