BERINGIN

Sara Fiza
Kata Sara Fiza
Published in
1 min readMar 18, 2017

Bulu-bulu di tubuhku berdiri serempak. Samar, kulihat bayangan anak kecil bersembunyi di balik pohon beringin besar itu. Bertelanjang dada. Kepalanya tak berambut sepertinya.

Aku bergidik dan mengalihkan pandanganku. Pura-pura tidak tahu ada sepasang mata yang menancapkan pandangannya pada diriku.

Tidak berani aku lihat wajah siapa yang mengintip malu-malu itu. Hanya kulihat sekilas dari balik pohon yang remang-remang. Tidak berani! Tidak mau tahu lebih tepatnya.

"Neng, hati-hati lewat jalan lewat pohon beringin besar pinggir sungai! kemarin katanya ada kejadian aneh" teringat Bu Yati, seorang tetangga, mengingatkan tentang pohon beringin itu tadi pagi. Dahinya mengerut, matanya membulat lebar. Entah itu kabar bohong atau realita.

Aku menggelengkan kepala. Mencoba menghilangkan semua pikiran aneh yang telah terakumulasi sejak tadi.

"Teteh, teh"suara anak kecil terdengar memanggilku. Berbisik.

Bulu tubuhku mulai meremang. kakiku terlalu kaku. Aku kini beku.

"Teh!" anak kecil itu memanggilku lagi. aku mulai memejamkan mataku. berharap suara kecil itu hilang.

"Teh, ih! ai si teteh! Ieu Asep teh. pangyandakkeun acuk di bumi lah! bisi dicarekan ku Abah, kabawa palid tadi di kulah."
(Teh, ih! si teteh! ini Asep, teh. Ambilin baju di rumah dong! Takut dimarahin Abah, terbawa hanyut tadi di sungai)

Aku menepuk jidat, “Euleuh! Aya aya wae” (Aduh! ada ada aja)

Kami kemudian tertawa bersama.

Masa kecilku dulu sering bermain di sungai kecil di samping-samping sawah. Sungainya jernih sekali.

Masihkah ada ‘Asep’ yang main di sungai kini?

--

--

Sara Fiza
Kata Sara Fiza

The one who survives and tells the tale. Selain menulis, saya menyuarakan keramaian dalam kepala melalui podcast Urai di bit.ly/podcasturai