Pada Buku Harian Bergembok

Sara Fiza
Kata Sara Fiza
Published in
2 min readAug 10, 2017

Saat duduk di Sekolah Dasar di mana ponsel pintar belum hadir, ponsel genggam adalah hal yang begitu mewah, dan tak ada anak seumuran kami memilikinya, Hiburan kami selain tamagochi adalah buku harian. Hadiah yang pas untuk temanmu yang berulang tahun selain satu lusin buku tulis atau boneka kecil yang terlalu mahal. Buku harian juga merupakan hadiah yang pas untuk diri sendiri.

Dear Dyari,

adalah dua kata bahasa inggris yang kami tahu selain ‘I love you’. Kami tempatkan pada setiap permulaan cerita panjang tentang hari yang paling menyenangkan dan menyebalkan. Pada hari yang biasa saja, kadang kami lupa menuliskan apapun, dan ketika kami memulai lembar baru ketika kami ingat, kami akan menuliskan “Dear dyari, maafkan aku sudah lama tidak bercerita padamu”

Buku harian adalah buku paling rahasia tentang isi hati para anak-anak sekolah dasar. Maka ketika di etalase tukang fotocopy, kami menemukan buku harian dengan gembok, kami langsung membelinya pada hari dimana tabungan kami dibagikan.

Pada buku harian bergembok, kami menuliskan berbagai kisah yang berputar-putar pada otak kami yang masih sedikit tersambung sana-sini. Seiring kami bertambah dewasa, kami semakin tak yakin pada buku harian bergembok. Rasanya tidak cukup aman menyimpan segala macam rasa dan rahasia. Maka kemudian, kami semakin banyak berbincang dalam hati, sendiri.

Berbagai macam prasangka, perkiraan, bahagia dan sakit hati yang berulang-ulang menumpuk dalam hati kita. Buku harian bergembok dirasa tidak mampu menyimpan seluruh rasa campur aduk, karena kami merasa segala rasa tak bisa digambarkan dengan kata-kata.

Kata-kata melarikan diri dari mulut kami, dari tangan kami juga. Mereka terendap di dasar hati dan enggan pergi.

Kami mengingat ketika semua rasa pernah tumpah pada buku harian bergembok, kemudian kami masih bisa menikmati hidup yang sungguh sederhana. Suatu saat ketika kami membaca ulang, kami hanya bisa tersenyum dan seolah memeluk diri kami versi kecil yang tak mengerti apa-apa.

Hidup begitu sederhana saat itu.

Dan kini semua tampak sulit dimengerti.

Apakah ini karena kami tidak melepaskan seluruh rasa keluar dan membiarkan hati kami tersiksa sesakit-sakitnya?

Apakah buku harian bergembok adalah kunci dari hidup yang sederhana?

Atau ketidakjujuran pada diri dan terbiasa menyakiti diri adalah kunci kerumitannya?

Kemudian, kami bergidik dan mencari-cari buku harian bergembok kami. Berusaha mencari kunci untuk melihat hidup yang begitu sederhana.

--

--

Sara Fiza
Kata Sara Fiza

The one who survives and tells the tale. Selain menulis, saya menyuarakan keramaian dalam kepala melalui podcast Urai di bit.ly/podcasturai