Masalah Struktural hingga Masalah Keluarga Menjadi Akar Masalah Perdagangan Anak Dalam Film Dokumenter “Children for Sale: Texas Trafficked Kids”

Rafi Ramadhan

Dosen Krim
Kelas Kriminologi
7 min readMay 12, 2024

--

Sumber: Elijahrising.org

Perdagangan anak di Texas

“Children for Sale: Texas Trafficked Kids” adalah sebuah film dokumenter yang mengungkapkan kekejaman perdagangan manusia di Texas, Amerika Serikat. Film ini memperlihatkan keadaan di daerah Houston, yang merupakan salah satu pusat perdagangan seks anak paling terkenal di Amerika Serikat. Dalam film ini, penonton bertemu dengan para korban yang selamat dari mimpi buruk ini, seperti Robin Corey yang putrinya, Kristen, masih hilang hingga hari ini. Penonton juga diajak bertemu dengan para Pimp (mucikari) yang meraup untung dari penjualan perempuan dan mereka yang mengambil risiko untuk menyelamatkan gadis-gadis muda dari cengkeraman eksploitasi. Film ini menyoroti bisnis perdagangan seks yang terorganisir dengan baik di Bissonnet Street, Houston, tempat anak-anak dijual beli seperti barang dagangan. Kristen, yang baru berusia 15 tahun ketika dia mulai dijual di jalan itu, hanya satu dari banyak gadis yang menjadi korban. Para mucikari memanfaatkan kerentanan anak-anak perempuan ini untuk dipaksa menjadi pelacur.

Love Scam/False Love

Selanjutnya, film ini juga menyoroti bagaimana para korban bisa dijebak dalam jaringan perdagangan manusia. Beberapa korban, seperti Kathy dan Dominique, diceritakan bagaimana mereka terperangkap dalam situasi yang tampaknya seperti hubungan asmara, tetapi sebenarnya mereka diperdagangkan sebagai pekerja seks komersil oleh orang-orang yang mereka percayai. Namun, film ini juga menunjukkan bahwa ada harapan bagi para korban. Beberapa dari mereka berhasil melarikan diri dan mendapat bantuan untuk memulai kehidupan baru. Namun, tantangan besar tetap ada dalam memutus siklus eksploitasi yang membuat mereka terikat pada para penculik. Film ini juga menyoroti upaya penegakan hukum dan rehabilitasi konsumen hal ini. Texas menjadi negara bagian pertama di Amerika Serikat yang membuat pembelian seks menjadi kejahatan yang bisa dihukum dengan hukuman minimal enam bulan penjara. Upaya seperti ini ditujukan untuk memutus rantai pasok perdagangan manusia dengan menghentikan permintaan.

Kesadaran Untuk Mencegah dan Melindungi

“Children for Sale: Texas Trafficked Kids” bukan sekadar film dokumenter yang mengungkapkan kekejaman perdagangan manusia, tetapi juga membangkitkan kesadaran akan masalah ini dan mendorong tindakan untuk melindungi para korban serta menghukum para pelaku kejahatan ini. menurut penulis hal tersebut adalah ajakan untuk tindakan kolektif dalam memerangi perdagangan manusia, khususnya perdagangan seks anak, yang merupakan kejahatan yang melanggar hak asasi manusia yang mengerikan.

Sumber: Global Initiative

Masalah Struktural Menjadi Akar Masalah

Perdagangan manusia adalah bentuk kejahatan yang melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kejahatan ini melibatkan eksploitasi, penyalahgunaan, dan pemerasan individu yang menjadi korban. Korban kehilangan kebebasan mereka dan terjebak dalam situasi yang mereka tidak dapat mengontrol. Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, seperti kerja paksa atau prostitusi, semata-mata demi keuntungan finansial para pelaku kejahatan (Jontah, 2016). Praktik perdagangan manusia telah terjadi sepanjang sejarah, mulai dari masa lampau seperti zaman kerajaan dan masa penjajahan, hingga masa modern saat ini. Sebagai contoh, di masa kerajaan-kerajaan di Jawa, terdapat perdagangan manusia di mana perempuan memiliki peran sebagai bagian yang melengkapi sistem pemerintahan feodal dengan ciri khas perempuan sebagai korbannya untuk dijadikan prostitusi. Di masa lalu, perdagangan manusia adalah lambang status sosial yang melambangkan status ekonomi dan kekuasaan tinggi sering memiliki budak atau pekerja paksa. Bahkan di era globalisasi saat ini, perdagangan manusia tetap menjadi salah satu bentuk perbudakan modern. Bentuk perbudakan ini bisa terjadi dalam bentuk perdagangan manusia yang terorganisir, yang sering disebut sebagai trafficking terorganisir. Korban perdagangan manusia bisa terjerat melalui berbagai cara seperti pemaksaan, penculikan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Setiap tahun, perdagangan manusia semakin meningkat dan menyebar lebih luas. Masalah perdagangan manusia saat ini menjadi kompleks bagi setiap negara akibat terutama karena perempuan dan anak-anak di bawah umur yang menjadi korban. Dimensi internasional yang melibatkan jaringan lintas batas, keuntungan finansial yang besar bagi pelaku kejahatan, kerentanan korban yang rentan secara sosial dan ekonomi, serta perubahan teknologi yang mempengaruhi metode rekruitmen dan transaksi perdagangan manusia (Sari, 2012).

Taktik yang digunakan oleh pelaku bisnis prostitusi. Salah satu taktik yang umum terjadi adalah mengiming-imingi perempuan dan anak-anak, kebanyakan dari desa, dengan janji pekerjaan di kota dan penghasilan tinggi. Mereka yang terpesona oleh janji ini akhirnya menerima tawaran dari “agen”. Selain menggunakan taktik langsung seperti itu, ada juga yang menggunakan taktik penjeratan utang. Penjeratan utang ini melibatkan memaksa seseorang atau keluarganya, atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, untuk memberikan jaminan atau melayani sebagai bentuk pembayaran utang. Namun, ada juga yang secara sukarela menjadi pekerja seks komersial karena tekanan kebutuhan ekonomi (Sari, 2012). Menurut penulis, pada dokumenter ini ditunjukkan bagaimana anak-anak perempuan mengalami viktimisasi perdagangan manusia dengan dijadikan prostitusi oleh para pimp atau mucikari yang menghasut anak-anak perempuan tersebut dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan latar belakang kasih sayang. Para mucikari ini menyadari dan sengaja mengincar anak-anak perempuan yang tidak mendapatkan kasih sayang di rumahnya (broken home) sehingga mereka tidak memahami apa itu bentuk kasih sayang yang sebenarnya, para mucikari ini memanfaatkan hal tersebut untuk memanipulasi anak-anak perempuan itu dengan hasutan “kalau kau mencintaiku kau akan rela menjadi pekerja seks untuk menafkahi kita” dsb. Salah satu contohnya adalah dalam kasus Kristen Galvan dalam film dokumenter “Children for Sale: Texas’ Trafficked Kids”. Seorang penyidik swasta yang bertugas untuk mencari Kristen mengatakan bahwa terdapat kemungkinan besar Kristen mendapatkan perlakuan yang Betty sebut sebagai false love yang menyebabkan Kristen kabur dari rumah untuk hidup dengan mucikarinya. Menurut Betty modus false love yang salah satu modus yang sering ia temui. Hingga film dokumenter ini diterbitkan, Kristen masih belum ditemukan.

Menurut penulis, perdagangan anak perempuan sebagai pekerja seks juga merupakan bentuk viktimisasi struktural yang dialami oleh para korban. Walklate (2007) mengutip definisi viktimisasi struktural menurut E.A. Fattah (1991) yang menyatakan bahwa ini adalah proses viktimisasi yang terkait dengan struktur sosial dan kekuasaan di dalam masyarakat. Dengan demikian, viktimisasi yang timbul akibat struktur tertentu dalam masyarakat dan keberadaan kekuasaan termasuk dalam kategori viktimisasi struktural (Andari, 2012). Contoh kasus bagaimana masalah struktural pada masyarakat berpengaruh pada angka kasus perdagangan manusia adalah pada salah satu kasus yang penulis temukan bahwa ribuan orang telah tertarik oleh iklan di media sosial yang menjanjikan pekerjaan dengan bayaran tinggi di Kamboja, Laos, Myanmar, dan Filipina, yang pada akhirnya terbukti sebagai skema penipuan daring, dengan menargetkan korban di seluruh dunia melalui modus love scam atau peluang investasi palsu (International Justice Mission, 2022). Selain itu, pada film dokumenter “Children for Sale: Texas’ Trafficked Kids” dijelaskan oleh satu mucikari bahwa dirinya menjadikan para korbannya sebagai objek pencari nafkah dengan alasan bahwa ia meyakini prostitusi adalah salah satu mata pencaharian tertua sejak zaman dahulu, walaupun begitu hal yang ia lakukan dengan memanipulasi korban-korbannya bukanlah prostitusi, melainkan memanfaatkan kerentanan perempuan-perempuan tersebut seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, dan kurangnya peran keluarga dalam kehidupannya sebagai alat memanipulasi korbannya. Selain itu, masyarakat di Texas juga cenderung merasa awam dengan adanya prostitusi di berbagai daerah di Texas, tetapi tanpa melihat latar belakang dari penyebab maraknya prostitusi tersebut yang merupakan kasus perdagangan manusia, bukan pekerja seks komersil yang merupakan keinginan dari perempuan-perempuan tersebut.

Tingkatkan Pengawasan dan Perbaiki Ketimpangan Sosial

Kesimpulan argumen penulis adalah film ini menunjukkan bahwa perdagangan manusia, khususnya perdagangan anak perempuan sebagai pekerja seks, merupakan masalah yang kompleks. Dalam konteks ini, para korban mengalami viktimisasi struktural, yang terkait dengan struktur sosial dan ketimpangan dalam masyarakat. Dalam film ini menyoroti taktik-taktik yang digunakan oleh pelaku perdagangan manusia, termasuk manipulasi korban-korban dengan memanfaatkan kerentanan sosial dan ekonomi mereka. Hal ini memperjelas bahwa perdagangan manusia bukanlah semata-mata tentang prostitusi yang diinginkan oleh para korban, melainkan merupakan eksploitasi yang didorong oleh ketidaksetaraan, kemiskinan, dan kurangnya perlindungan sosial.

Menurut penulis, untuk mengatasi masalah perdagangan manusia dan viktimisasi struktural yang menyertainya, langkah-langkah preventif dan intervensi yang holistik sangat penting. Pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk memperkuat perlindungan hukum bagi korban, misalnya dengan memberikan sebuah perlakuan atau hak hukum khusus di mana korban mendapatkan pengawasan serta bimbingan lebih lanjut agar tidak menjadi korban perdagangan manusia lagi seperti pada kasus Kam dalam film dokumenter “Children for Sale: Texas’ Trafficked Kids” yang satu tahun setelah ia bebas dari mucikarinya, ia kembali menjadi korban perdagangan manusia. Selain itu, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang akar penyebab perdagangan manusia, serta menyediakan sumber daya dan dukungan bagi mereka yang rentan menjadi korban dengan memberikan akses pendidikan yang berkualitas dan pelatihan keterampilan kepada kelompok rentan, serta pemberian modal usaha untuk mengurangi kerentanan mereka. Selain itu, pendekatan yang menekankan pada pencegahan dan penegakan hukum dengan cara seluruh aparat penegak hukum yang berkaitan dengan perdagangan manusia harus melakukan suatu operasi yang saling berkesinambungan dan saling bertukar data mengenai kasus-kasusnya untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap pelaku perdagangan manusia juga diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini secara efektif. Dengan demikian, terdapat harapan untuk melihat penurunan yang signifikan dalam kasus perdagangan manusia dan perlindungan yang lebih baik bagi para korban di masa depan.

Daftar Pustaka

Andari, A. J. (2012). Analisis viktimisasi struktural terhadap tiga korban perdagangan perempuan dan anak perempuan. Jurnal Kriminologi Indonesia, 7(3).

Jontah, W. (2016). Analisis Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Human Trafficking di Indonesia. Jurnal Pemberdayaan Hukum, 6, 44–52.

International Justice Mission. (2022, November 15). Three Perpetrators Guilty of Human Trafficking in Cyber Scam Case.

O’Hare, L. (Ed.). (2022, Oktober 30). Children for Sale: Texas’ trafficked kids: Unreported world. YouTube.

Sari, E. D. A. P. (2012). Tinjauan Kriminologi Modus Operandi Rekrutmen Pekerja Seks Komersial (Studi Di Lokasi Prostitusi Dolly Surabaya). Disertasi, Universitas Brawijaya.

--

--