Resensi Film “Sound of Freedom” menggunakan Perspektif Kriminologi

Pena Fina

Dosen Krim
Kelas Kriminologi
9 min readMay 9, 2024

--

Kisah Nyata yang Menjadi Film Thriller

Sound of Freedom merupakan film bergenre Thriller yang diadaptasi dari kisah nyata. Film ini tayang di Amerika Serikat pada 4 Juli 2023 dan tayang perdana di bioskop Indonesia pada 24 Januari 2024. Film ini menceritakan tentang polisi Amerika Serikat bernama Tim Ballard yang berupaya mengungkap jaringan perdagangan anak di Kolombia demi menyelamatkan anak-anak yang diperdagangkan, diselundupkan, dan dijadikan budak seks. Nama Tim Ballard diambil dari sosok asli Tim Ballar yang merupakan seorang aktivis, pembicara, penulis, pendiri dan mantan CEO Operation Underground Railroad yang merupakan organisasi antiperdagangan seks. Tokoh Tim Ballard diperankan oleh Jim Caviezel yang pernah mendapatkan nominasi serta penghargaan Most Inspiring Movie Acting di MovieGuide Awards. Lembaga Sensor Film RI juga mengklasifikasikan film ini sebagai film dengan tema kemanusiaan dan pendidikan yang dapat ditonton oleh penonton usia 13 tahun ke atas sebagai bahan edukasi dan peningkatan kesadaran akan bahayanya modus dan pola perdagangan manusia, khusunya pada anak (https://lsf.go.id/movie/sound-of-freedom/, 2024)

Eksploitasi Anak yang Rakus: Perdagangan, Penyelundupan, dan Perbudakan

Cerita bermula ketika Gissele, perempuan yang mengaku dari majalah anak mendatangi rumah seorang bapak dengan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Gissele menawarkan kedua anak tersebut menjadi model majalah anak dan ayah kedua anak tersebut setuju karena anak-anaknya menginginkan hal tersebut. Keesokan harinya kedua anak tersebut diantarkan oleh sang ayah ke salah satu kamar di apartemen yang di dalamnya sudah terdapat anak-anak lain. Ketika sang ayah ingin mengantar sampai ke dalam kamar, Gissele melarang dan mengatakan untuk menjemput anaknya di ruangan tersebut pukul 7 malam. Namun ketika malam tiba, ruangan tersebut tidak bisa dibuka dan ketika dipaksa buka sudah tidak ada siapapun di dalamnya. Ternyata anak-anak tersebut difoto untuk majalah yang targetnya adalah pedofil. Giselle mengatakan kepada anak-anak tersebut jika perlu melanjutkan sesi foto ke pantai, tapi ternyata mereka justru dibawa ke pelabuhan untuk diselundupkan dan diperdagangkan. Namun sebelum diberangkatkan, anak laki-laki yang diceritakan di awal cerita dibeli oleh seorang laki-laki dewasa. Di lain sisi, Tim Ballard yang merupakan polisi Amerika mendapatkan tugas untuk memberantas perdagangan manusia dikarenakan kasus kehilangan anak mengalami peningkatan signifikan. Ballard memulai usahanya dengan berpura-pura menjadi pedofil dan mendatangi salah satu pelaku pedofil di penjara. Ballard berpura-pura ingin membeli salah satu anak dan benar saja, pelaku pedofil tersebut memiliki buku yang berisikan foto anak-anak salah satunya dua anak yang diceritakan di awal cerita. Setelah mengetahui info keberadaan anak tersebut, Ballard dengan timnya segera melakukan razia di jalan raya dan menemukan anak laki-laki tersebut. Namun karena anak laki-laki tersebut sudah dipaksa melakukan hubungan seksual oleh laki-laki dewasa yang membelinya, ia menjadi takut untuk mendekati Ballard yang ingin menolongnya. Meskipun begitu pada akhirnya anak tersebut berhasil diselamatkan dan bertemu dengan ayahnya.

Anak laki-laki tersebut menceritakan yang dia alami kepada Ballard dan meminta Ballard untuk menemukan kakak perempuannya yang bernama Rocio. Namun ternyata Rocio dan anak-anak lainnya telah dikirim ke California. Mengetahui hal ini Ballard meminta izin atasannya untuk mengurus kasus ini hingga ke California namun atasannya tidak mengizinkannya dan menyarankan agar durus oleh kepolisian setempat saja. Namun Ballard tetap bersikeras ingin mengurus kasus ini karena ia percaya bahwa kasus perdagangan manusia itu saling berkaitan meskipun sudah lintas negara dan untuk menemukan kaitannya bukan hal yang mudah dan bisa dilempar dari satu tangan ke tangan lainnya. Akhirnya atasan Ballard mengizinkan Ballard mengurus kasus ini dengan mendanai 10.000 dollar. Dari sini diketahui jika untuk mengurus kasus perdagangan manusia membutuhkan biaya yang besar. Setelah itu Ballard segera bertemu dengan Vampiro (seorang kartel yang membeli anak untuk dibebaskan). Vampiro memberi tahu bahwa Giselle adalah perempuan yg mengelola puluhan anak yang ia peroleh dari Amerika Tengah namun dibawa ke California, sehingga upaya penangkapannya selama ini selalu terhenti karena perbedaan wilayah tersebut. Nama asli Gisel adalah Kate Juares yang pernah memenangkan kompetisi ratu kecantikan dan hanya ingin bertransaksi dengan orang yang dia kenal untuk menjaga namanya agar tetap bersih. Oleh karena itu Ballard perlu menemukan orang yang kenal dengan Giselle. Vampiro juga memberi tahu jika dia pernah melihat tatto wajah kucing yang merupakan simbol perbudakan seks di tangan salah seorang anak perempuan ketika dia membeli anak tersebut.

Masalah lainnya ditemukan ketika atasan Ballard menyuruhnya mengentikan misi penyelamatan anak-anak karena dinilai tidak akan berhasil dan hanya menghabiskan waktu dan biaya. Namun karena tekad Ballard untuk menyelamatkan anak-anak yang telah dirampas haknya untuk hidup dengan aman dan bahagia, Ballard memutuskan untuk mengundurkan diri karena birokrasi kepolisian yang buruk dan mempersulit. Kemudian Ballard membuat tim bernama Operation Underground Railroad yang terdiri dari Ballard, Vampiro, dan Jorge yang merupakan kepala polisi di California. Mereka membuat rencana dengan mengundang Calacas yang kenal dengan Gissele ke sebuah pesta. Agendanya Calacas ingin memperkenalkan bisnis baru kepada Giselle, tapi dia juga meminta Giselle untuk membawa semua anak-anak untuk melayani para tamu di pesta tersebut. Giselle tampak setuju dan benar saja pada hari yang ditentukan dia datang bersama pengacara hukumnya bernama Carne dan 30 anak. Ballard menunda rencana dikarenakan baru 30 dari 50 anak yang dibawa. Ketika Ballard sedang menelpon Jorge membahas pergantian rencana, dia bertemu dengan Carne yang membawa seorang anak perempuan untuk memenuhi hasrat seksualnya di semak-semak. Melihat hal itu Ballard segera melarang tapi Carne justru menyuruh bodyguardnya untuk menembak Ballard, untung saja Vampirno segera melerai mereka. Tak lama, rombongan anak-anak keduapu datang. Ballard bekerja sama dengan kepolisian setempat yang dipimpin oleh Jorge untuk melakukan aksi penangkapan. Namu setelah penangkapan Giselle dan Carne, dari 54 anak yang berhasil diselamatkan, Balar tidak berhasil bertemu dengan Rocio padahal dia sudah berjanji dengan adik Rocio akan menemukan kakaknya. Anak-anak yang berhasil diselamatkan merasa senang dan bebas. Tim Operation Underground Railroad melakukan investigasi kepada teman Carne dan mengetahui jika Rocio telah dijual ke kelompok pemberontak yang bernama Scorpio yang ditakuti oleh polisi, tentara, dan seluruh aparat pemerintah lainnya. Lokasi mereka pun sulit untuk dijangkau. Mengetahui hal ini Jorge menyarankan agar tidak berurusan dengan kelompok tersebut. Tapi Vampiro mendapat kabar kalau area tersebut dapat dimasuki jika mereka membutuhkan bantuan medis. Merekapun memanfaatkan hal itu agar dapat masuk dengan datang sebagai tim medis yang sedang melakukan pemeriksaan akibat mewabahnya kolera. Jorge memberikan GPS agar dapat memantau keberadaan Ballard.

Ketika sedang menyusuri sungai mencari lokasi yang mereka tuju, mereka disergap dan digeledah oleh kelompok Scorpio yang sangat kasar Lokasi markas scorpio ini benar-benar di dalam hutan. Setelah tidak ditemukan barang-barang yang mencurigakan, Ballard dan Vampirno dibawa ke bos Scorpio yang bernama Alarkan. Saat di perjalanan menuju kediaman Alarkan, Ballard melihat banyak sekali anak-anak yang dipekerjakan sebagai budak dan lokasi Scorpio sangat jauh dari akses keluar sehingga suatu hal yang sulit bagi anak-anak untuk melarikan diri karena selalu dipantau oleh kelompok Scorpio. Ballard menjelaskan kepada Alarkan jika dia ingin melakukan pengecekan, memberikan vaksin, dan mengevakuasi jika ada anak yang terinfeksi kolera. Namun hanya mengizinkan untuk memeriksa kesehatan para budak. Setelah melakukan pemeriksaan, Ballard bertemu dengan anak perempuan yang memiliki tato berwajah kucing dan paras yang mirip dengan foto Rocio. Ballard memanggil anak itu dengan nama “Rocio” dan anak itu menoleh. Ketika Ballard bertanya dari mana Rocio berasal, Alarkan datang dan menyuruh mereka lanjut bekerja. Pada malam hari, Ballard berusaha mencari tempat Rocio tidur, tapi ketika mereka bertemu Rocio justru berteriak karena trauma yang dimilikinya kepada laki-laki dewasa. Hal ini karena dia juga dijadikan budak seks. Alarkan yang sedang berpesta mendatangi Rocio dan bertanya kenapa berteriak, Rocio menjawab kalau dia bermimpi buruk. Bukannya pergi dan kembali berpesta, Alarkan justru ingin melampiaskan hasrat seksualnya ke Rocio. Ballard segera menikam Alarkan dan Alarkan terjatuh ke lantai. Ballard segera mengajak Rocio kabur, tapi salah satu anak buah Alarkan yang curiga kenapa bosnya tidak kunjung kembalipun mencari dan menemukan Alarkan yang sudah tergeletak di lantai. Mereka menjadi heboh dan memburu Ballard, untungnya Ballard sudah berhasil menaiki perahu yang mengarah ke Vampiro untuk dijemput oleh Vampiro dan Jorge menggunakan mobil polisi. Merekapun berhasil lolos dari kejaran Scorpio yang terus menembak. Mereka segera mengantar Rocio ke rumah sakit dan esokan harinya ayah dari adik Rocio bertemu dengan Rocio di rumah sakit.

Perasaan Hampa Usai Menonton Film “Sound of Freedom

Setelah menonton film ini saya sempat terdiam dan merasa kurang nyaman ketika mengetahui jika film ini diadaptasi dari kisah nyata. Saya menjadi sadar bahwa korban perdagangan manusia (dalam hal ini adalah anak) dapat menyasar siapa saja, termasuk keluarga ekonomi menengah sekalipun dengan modus-modus yang beragam. Setelah menonton film ini saya jadi teringat dengan salah satu postingan di aplikasi Tiktok di mana pemilik akun menceritakan bahwa ayahnya telah hilang dan tidak dapat dihubungi setelah menerima tawaran pekerjaan ke Garut bersama teman-temannya. Teman-teman ayahnya juga tidak bisa dihubungi. Meskipun sudah meminta tolong polisi, hasilnya tetap nihil. Hal ini mengingatkan saya ketika menonton film ini bahwa terdapat berbagai faktor yang menyulitkan polisi untuk menangani kasus perdagangan manusia, mulai dari faktor eksternal yang sulit untuk menemukan rantai perdagangan manusia, hingga faktor internal di mana birokrasi polisi yang tidak ingin mengeluarkan banyak biaya, resiko, dan waktu untuk mengurus kasus perdagangan manusia. Namun terdapat hal yang menurut saya sulit ditemukan di dunia nyata, yaitu ketika Ballard dapat bertemu dengan orang-orang yang terlibat dengan perdagangan manusia dan berhasil menemukan Rocio. Hal ini karena realitanya untuk menemukan orang-orang tersebut bukanlah hal yang mudah. Namun karena film jadi dapat dipahami mengapa menemukan orang-orang tersebut menjadi hal yang dapat dilakukan dengan cukup cepat. Selain itu, saya baru menyadari alasan ketika belajar di kelas Metodelogi Penelitian Kualitatif yang diminta agar dapat melakukan observasi yang tidak ketahuan oleh mereka yang diobservasi atau berusaha untuk menyamakan diri dengan subjek yang diobservasi. Hal ini dapat dilihat ketika Ballard terpaksa berpura-pura menjadi laki-laki dewasa yang ingin membeli seorang anak, berpura-pura menjadi orang-orang yang mengetahui eksploitasi anak di pesta yang ia gelar, dan berpura-pura menjadi petugas medis untuk memasuki lokasi kelompok kriminal pemberontak Scorpio.

Kerentanan Berganda: Anak Perempuan sebagai Korban Sex Trafficking

Ditinjau dari aspek kriminologi, terdapat beberap hal yang dapat dikaji dari Film “Sound of Freedom” ini. Berdasarkan perspektif sosiologis-kriminologis, maka ditemukan adanya kerentanan individu yaitu anak yang termasuk menjadi kelompok rentan sebagai korban kejahatan sex trafficking. United Nation mendefinisikan sex trafficking sebagai perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dengan tujuan dieksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa (Burke, 2018). Hal ini dikenal dengan istilah Commercial Sexual Exploitation of Children, yaitu tindakan seks komersial yang dilakukan dengan kekerasan, penipuan, atau paksaan di mana orang yang dibujuk untuk melakukan tindakan tersebut belum mencapai usia 18 tahun. Hal ini tercermin ketika Rocio diselundupkan untuk dibawa pergi ke California bersama anak-anak lainnya. Mereka diberikan tanda sebagai budak dan diperlakukan dengan kasar. Rocio juga dibeli dari satu laki-laki dewasa ke laki-laki lainnya untuk melayani hasrat seksual laki-laki tersebut secara terpaksa. Selain menjadi budak seks, Rocio dan anak-anak lainnya juga dipekerjakan secara paksa untuk membangun proyek-proyek milik kelompok pemberontak Scorpio.

Kemudian berdasarkan perspektif psikologis-kriminologis, pertimbangan pelaku kejahatan perdagangan manusia dapat dikaji menggunakan Rational Choice Theory yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan dianggap sebagai pelaku yang mendasarkan keputusan mereka terkait kejahatan pada pertimbangan risiko dan imbalan yang mereka peroleh dengan melakukan suatu kejahatan. Menurut Frank & Terwilliger (2022), pelaku melakukan perdagangan manusia karena biaya awal yang sedikit tapi dapat memperoleh keuntungan yang besar. Jika dilihat pada film “Sound of Freedom”, hal ini tercermin ketika risiko atau kerugian yang dapat pelaku alami hampir tidak ada karena pemberlakuan hukum yang masih memiliki banyak celah untuk melakukan penyelundupan dan perdagangan manusia. Sedangkan keuntungan atau imbalan yang diperoleh bagi pelaku cukup besar di mana Giselle tidak memerlukan biaya untuk merekrut anak-anak dan justru memperoleh uang dengan mengeksploitasi anak-anak ini dengan menjadikan mereka sebagai model majalah yang dijual ke para pedofil dan menjual anak-anak ini sebagai budak seks.

Selain dari sisi pelaku, perspektif psikologis-kriminologis juga menganalisis bahwa korban perdagangan manusia yang mengalami kekerasan fisik dan seksual rentan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan individu yang mengalami PTSD akan kesulitan untuk mengatur diri sendiri secara emosional (Lugris et al, 2022). Hal ini juga tercermin di film ketika anak laki-laki yang diselamatkan Ballard merasa ketakutan dengan laki-laki dewasa karena pengalamannya yang harus melayani hasrat seksual laki-laki yang membelinya. Lalu pada scene ketika Rocio ingin diselamatkan Ballard, dia justru berteriak karena dipengaruhi oleh pengalaman traumatisnya ketika harus menjadi budak seks para laki-laki yang membelinya.

Risiko Pelaku Perdagangan Manusia yang Kurang Disorot

Film yang berdurasi 2 jam 11 menit ini berhasil menggambarkan kerentanan korban perdagangan manusia, modus dan pola pelaku, serta keterkaitan antara perdagangan, penyelundupan, dan perbudakan manusia yang mana ternyata ketiganya dapat terjadi secara bersamaan pada seorang individu. Film ini juga baik menggambarkan tantangan-tantangan yang dapat muncul ketika sedang mengatasi kasus perdagangan manusia, seperti memerlukan biaya yang tidak sedikit, dipersulit oleh birokrasi kepolisian, dan diperlukannya akses-akses untuk memutus rantai perdagangan manusia ini. Kekurangan yang saya temui dari film ini adalah kurang menekankan proses dan sanksi hukum yang dikenakan pada pelaku. Menurut saya hal ini penting karena jika mengacu pada Rational Choice Theory yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan dianggap sebagai pelaku yang rasional karena mempertimbangkan risiko dan imbalan yang mereka peroleh (Frank & Terwilliger, 2022), maka sebaiknya film ini juga memperlihatkan dan menekankan risiko atau kerugian yang dapat pelaku perdagangan manusia, penyelundupan, dan/atau perbudakan alami jika tertangkap.

Daftar Pustaka

Burke, Mary C. 2018. Human Trafficking: Interdisciplinary Perspectives. New York, London: Routledge.

Frank, M. J., & Terwilliger, G. Z. (2022). Combatting Sex Trafcking Through the Prosecution of Trafckers. In M. C. Bruke, Human Trafcking Interdisciplinary Prespectives (pp. 361–382). New York: Routledge.

Lugris, V. M., Bruke, M. C., White, S., & Krolikowski, T. (2022). Mental Health Care: Human Trafcking and Posttraumatic Stress Disorder. In M. C. Bruke, Human Trafcking Interdisciplinary Perspectives (pp. 384–398). New York: Routledge.

Nonton Sound of Freedom (2023) Subtitle Indonesia | INDOSITUSXXI. (2024).

Sound of Freedom. (2024, Januari 4). Lembaga Sensor Film Republik Indonesia.

--

--