The Whistleblower: Kisah Nyata Antara Perdagangan Manusia dengan Kejahatan Kerah Putih

M. Rahmattullah Sidik

Dosen Krim
Kelas Kriminologi
5 min readMay 9, 2024

--

Film merupakan salah satu medium yang kuat dalam menyampaikan pesan dan cerita yang mempengaruhi pemirsa secara emosional dan intelektual. Salah satu film yang menarik perhatian sejak rilisnya pada tahun 2010 adalah “The Whistleblower”. Disutradarai oleh Larysa Kondracki, film ini menggambarkan kisah nyata tentang perdagangan manusia dan korupsi yang terjadi di negara Bosnia. Dengan memanfaatkan bakat para pemain kawakan seperti Rachel Weisz, Monica Bellucci, dan Vanessa Redgrave, film ini menyoroti ketidakadilan dan kekejaman yang tersembunyi di balik tirai kehidupan sehari-hari.

Pada latar belakang negara Rumania, “The Whistleblower” mengeksplorasi kisah Kathryn Bolkovac, seorang mantan polisi Amerika Serikat yang direkrut untuk bekerja sebagai penjaga perdamaian di Bosnia. Rachel Weisz membawakan peran Kathryn dengan kekuatan dan kompleksitas yang menggugah, membawa pemirsa ke dalam perjalanan pahit yang dia alami.

Tulisan ini akan membahas berbagai aspek dari film “The Whistleblower”, termasuk tema-tema yang diangkat, penyampaian pesan, serta dampak emosional dan sosial yang dihasilkan. Dengan melihat secara mendalam pada cerita yang disajikan, kita dapat memahami betapa pentingnya film ini dalam mengangkat kesadaran tentang kejahatan tersembunyi di dunia nyata dan pentingnya keberanian untuk berbicara melawan ketidakadilan (IMDb, 2010).

Kekuasaan dan Penyalahgunaan: Studi Kasus Kriminologis pada Narasi Film ‘The Whistleblower’

“The Whistleblower” adalah film yang khusus menyorot kasus nyata perdagangan manusia dan korupsi di Bosnia pasca-perang. Dalam analisis ini, kita akan mengeksplorasi film tersebut menggunakan perspektif kriminologi, yang mempelajari sifat, penyebab, dan kontrol atas perilaku kriminal.

Mengindikasikan bahwa cerita film ini terinspirasi dari peristiwa yang benar-benar terjadi di Bosnia pasca perang pada tahun 1999. Ini menambahkan dimensi keautentikan pada naratif film. Memberikan karakter utama film beserta aktor yang memerankannya. Rachel Weisz adalah nama yang dikenal dalam industri film, sehingga memberi bobot pada produksi.

Menunjukkan latar belakang karakter utama sebagai anggota kepolisian dari Amerika Serikat, mungkin dengan pengalaman atau keahlian khusus yang relevan dengan situasi di Bosnia. Film ini mengisahkan perdagangan manusia dan perbudakan seks. Kathryn mempunyai beberapa teman yaitu Vico dan Reese. Vico dan Reese adalah satu-satunya yang bersimpati kepada Kathryn, yang sedang menyelidiki kasus perdagangan manusia dan perbudakan seks dengan korbannya yaitu Raya Kochen (Roxana Konduras). Raya adalah seorang gadis remaja dari Kiev, Ukraina, yang dijual oleh pamannya dan dipaksa menjadi budak seks di Bosnia. Kathryn terkejut saat dia menyelidiki sebuah bar dengan banyak ruang penyiksaan seksual. Ketika Kathryn memeriksa foto-foto di bar, dia terkejut saat mengetahui bahwa pelanggannya termasuk anggota IPTF, petugas penjaga perdamaian, dan diplomat PBB. Temuan Kathryn ini diperkuat dengan kesaksian Milena (Coca Bruce), seorang perawat di Zenica Shelter, sebuah tempat penampungan bagi pekerja seks komersial dan korban perdagangan manusia dari negara-negara Eropa Timur.

Pernyataan Milena menunjukkan bahwa pasukan penjaga perdamaian PBB tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pelaku yang bekerja sama dengan organisasi perdagangan manusia. Namun, pernyataan tersebut masih memerlukan bukti lebih lanjut untuk memvalidasi klaim tersebut. “Setelah perang, perdagangan manusia menyebar seperti kanker. Setengah dari tentara Bosnia tewas dalam perang. Mereka (korban perdagangan manusia) dibawa ke sini untuk siapa lagi? Benarkah?” ucap Milena (historia.id, 2021).

Selanjutnya masuk pada analisis film, bahwasanya film ini menggambarkan perdagangan manusia dan eksploitasi seksual sebagai kejahatan yang sistematis dan terorganisir (extraordinary crime). Dalam perspektif kriminologi yaitu organized crime (kejahatan terorganisir), yang mencerminkan kompleksitas kejahatan transnasional yang sering melibatkan jaringan perdagangan manusia yang terstruktur dengan baik. Film ini juga memperlihatkan kasus korupsi di tingkat tinggi, termasuk di antara pejabat PBB dan personel pasukan perdamaian, yang terlibat dalam perdagangan manusia. Dalam perspektif kriminologi, korupsi sering kali dianggap sebagai faktor yang bisa menjadi sarana atau memperparah kejahatan lain, seperti perdagangan manusia.

Film ini memberikan kita penglihatan bahwasanya para korban perdagangan manusia sering kali tidak memiliki kekuatan atau dukungan hukum yang cukup untuk melawan eksploitasi yang mereka alami. Perspektif kriminologi menyoroti pentingnya perlindungan korban dan pemberian suara kepada mereka dalam sistem peradilan pidana. “The Whistleblower” telah memberikan gambaran yang signifikan tentang kegagalan sistem hukum dalam menangani kasus perdagangan manusia dan korupsi. Dalam perspektif kriminologi, hal ini dapat mencerminkan kelemahan dalam penegakan hukum, kurangnya sumber daya, atau bahkan keterlibatan aktor keamanan atau diplomat dalam pelanggaran hukum. Film ini juga memberikan kita gambaran dari dampak sosial yang merusak dari perdagangan manusia, termasuk trauma psikologis yang dialami oleh korban. Dalam perspektif kriminologi, penting untuk memahami dampak sosial dari kejahatan seperti ini dan mengembangkan respons yang holistik, termasuk dukungan psikologis dan reintegrasi sosial bagi korban.

Pada film “The Whistleblower”, terdapat representasi yang jelas tentang hirarki kelas sosial dan hal itu sangat mempengaruhi dinamika kehidupan karakter-karakter utama. Karakter utama dalam film ini, Kathryn Bolkovac, adalah seorang mantan polisi dari Amerika Serikat yang direkrut untuk bekerja sebagai penjaga perdamaian di Bosnia. Perbedaan kelas sosial melalui pekerjaan dan posisi yang dipegang oleh karakter-karakternya. Kathryn, meskipun memiliki latar belakang yang kuat dalam bidang kepolisian, awalnya bekerja sebagai penjaga perdamaian di Bosnia. Sementara itu, beberapa karakter lainnya, terutama mereka yang terlibat dalam perdagangan manusia dan korupsi, menempati posisi-posisi yang lebih tinggi dalam hierarki sosial.

Perbedaan kelas sosial digambarkan dalam konteks eksploitasi, terutama dalam konteks perdagangan manusia dan eksploitasi seksual.

Para korban perdagangan manusia, seperti Raya Kochen dalam film ini, sering kali berasal dari latar belakang ekonomi yang rentan secara sosial. Mereka menjadi target utama bagi pelaku perdagangan manusia yang memanfaatkan kebutuhan ekonomi atau situasi sosial yang sulit untuk memperbudak mereka. Film ini juga menggambarkan secara khusus bagaimana kelas sosial dapat mempengaruhi perilaku dan sikap dalam institusi seperti PBB, seperti terdapat korupsi yang melibatkan pejabat PBB yang lebih tinggi, yang memanfaatkan posisi dan kekuasaan mereka untuk kepentingan pribadi, mengorbankan keadilan dan kesejahteraan para korban perdagangan manusia.

Perbedaan ekonomi dan kekuasaan memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang menjadi korban dan siapa yang menjadi pelaku dalam kejahatan seperti perdagangan manusia.

Hal ini sesuai dengan teori kriminologi konstitutif yang menekankan bahwa struktur kekuasaan, sosial, dan ekonomi dalam masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku kejahatan (Garland, 2002). Dalam konteks perdagangan manusia, ketimpangan ekonomi, sosial, dan ketidaksetaraan kekuasaan dapat menciptakan suatu kondisi dimana orang-orang yang rentan menjadi korban eksploitasi dan orang-orang yang mempunyai kekuatan ekonomi dan kekuasaan lebih cenderung menjadi pelaku. Teori ini menyoroti bagaimana faktor-faktor struktural yang ada pada masyarakat justru memberikan pengaruh pada dinamika kejahatan dan viktimisasi, dengan mengakui bahwa kejahatan tidak hanya bisa dipengaruhi oleh faktor individual, tetapi bisa juga oleh struktur kekuasaan dan ekonomi yang ada.

Kesimpulan

Dari analisis film “The Whistleblower” menggunakan perspektif kriminologi dan penelusuran tema kelas sosial, dapat disimpulkan bahwa film ini tidak hanya merupakan karya seni yang menghibur, tetapi juga merupakan cerminan dari realitas kejahatan yang terjadi di masyarakat kita. Film ini secara kuat memberikan gambaran kejahatan perdagangan manusia dan korupsi yang terorganisir dengan baik, serta menyoroti ketidakadilan sosial dan kegagalan sistem hukum untuk melindungi korban. Dengan menyoroti kompleksitas kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia, film ini memberikan pemahaman mendalam tentang dampak sosial, psikologis, dan hukum yang dialami oleh para korban. Film ini menunjukkan kelemahan sistem hukum dari institusi internasional seperti PBB yang tidak dapat menjamin keselamatan dari para korban, dan selain itu adanya keterlibatan institusi seperti PBB dalam kasus korupsi menunjukkan harus ada reformasi dan peningkatan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Analisis terhadap hirarki kelas sosial dalam film ini memberikan gambaran yang cukup tentang ketidaksetaraan dan eksploitasi yang dialami oleh mereka yang berada di lapisan masyarakat yang lebih rentan atau lapisan masyarakat bawah.

Daftar Pustaka

Garland, D. (2002). The Culture of Control: Crime and Social Order in Contemporary Society. Oxford Academic

IMDb. (2010). The Whistleblower. Samuel Goldwyn Films. IMDb.

Wirayudha, R. (2021). The Whistleblower yang Membuka Borok PBB. historia.id.

--

--