Radikalisme: Paham Miring Amunisi Teror di Indonesia

Penulis: Nurfikri Abdurrozaq Shafar, Annisa Salsabila

Ledakan di depan Gereja Katedral Makassar (Foto: Ibnu Munsir/detikcom)

Pendahuluan

Belum genap dua minggu, tepatnya pada 28 Maret 2021, terjadi serangan bom bunuh diri yang menimpa jemaah Gereja Katedral Makassar. Bom bunuh diri kali ini dilakukan oleh pasangan suami-istri berinisial L dan YSF. Tiga hari kemudian, seorang perempuan berinisial ZA melakukan aksi teror di Mabes Polri. Rentetan kejadian ini menjadi viral di masyarakat sehingga tak sedikit yang mengaitkannya dengan paham radikalisme, yaitu paham yang sudah menyebar diam-diam terutama melalui golongan seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).

Namun, apa radikalisme itu sendiri? Menurut KBBI, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Paham ini erat kaitannya dengan konsep ekstrimisme dan terorisme. Paham yang mulai berkembang sejak abad ke-18 ini telah ditentang dan diperangi di berbagai penjuru dunia karena metodenya yang mengandung banyak kekejaman.

Dengan menyebarnya paham “miring” yang tiada ujungnya ini, akan timbul berbagai pertanyaan di kalangan netizen: bagaimana mereka menyebarkan paham yang pada statusnya sudah ditolak mentah-mentah oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia? Metode apa yang mereka gunakan? Lantas, bagaimana seharusnya pemerintah Indonesia maupun kita sebagai elemen masyarakat dapat memberantas paham ini? Simak penjelasan berikut.

Penyebaran radikalisme di Indonesia

Menurut Kepala Bidang Investigasi Densus 88, Faisal Tayeb, paham radikalisme disebarkan melalui tiga cara:

1. Pertemuan langsung

Metode ini dilakukan dengan melaksanakan pengajian tertutup dengan jumlah peserta yang terbatas. Pengajian tertutup dimaksudkan untuk memaksimalkan pemberian doktrin dan mencegah adanya bantahan dari orang yang memiliki ilmu lebih luas. Ken Setiawan, mantan aktivis Negara Islam Indonesia (NII), mengatakan bahwa pendekatan ini dilakukan dengan menjelaskan makna beberapa ayat Al-Quran secara terpisah yang kemudian ditafsirkan sesuai dengan keinginan mereka sendiri.

2. Mengunggah dokumentasi aksi melalui internet

Dokumentasi berupa foto dan rekaman video disertai dengan ajakan untuk mengikuti. Pihak Densus 88 telah menemukan berbagai bukti di dunia maya terkait dokumentasi tersebut. Salah satu yang meresahkan publik adalah ditemukannya foto anak-anak yang terlibat dalam kampanye radikalisme di Poso.

3. Propaganda lewat media sosial, salah satunya Telegram

Model propaganda dikemas dengan bahasa yang pendek, tajam, dan lugas. Akibatnya, doktrin yang disampaikan akan lebih tertanam dan mudah untuk dipahami. Dengan berkembangnya teknologi dan meningkatnya pengguna media sosial, kesadaran dan kecerdasan dalam berselancar di dunia maya sangatlah penting. Semakin banyak pengguna yang tidak bijak dalam menggunakan teknologi, semakin banyak juga orang yang akan terdampak buruk dalam masalah ini. Inilah mengapa metode propaganda sangatlah efektif dan masif dalam penyebaran paham radikalisme dibanding metode lainnya.

Upaya pemberantasan radikalisme

1. Penanganan oleh negara

Pemberantasan radikalisme oleh negara umumnya menempuh dua jalur: melalui hukum pidana dan luar hukum pidana. Melalui hukum pidana, Indonesia telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada 2018 silam, memosisikannya sebagai payung hukum aparat penindak kejahatan terorisme. Di luar hukum pidana, upaya yang dilakukan negara lebih bersifat preventif melalui peran agama, pendidikan, dan media masyarakat. Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, gencar memantau peredaran konten dengan isu radikalisme.

2. Pendidikan agama yang benar

Soleman B. Ponto, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis, ketika diwawancarai tvOne pada 1 April 2021 mengatakan bahwa pendidikan agama yang fundamentalis sangat penting dan memiliki porsi pengaruh yang besar. Penelitian yang dilakukan Universitas Sevilla kepada guru agama Islam di Spanyol menghasilkan kesimpulan yang sama: anak muda dengan pengetahuan Islam yang rendah rentan dicekoki paham radikalisme.

Dengan demikian, pendidikan dasar Islam sangat penting diberikan sejak dini, terutama terkait esensi jihad. Jihad sering diidentikkan dengan ‘perang suci’ dan belakangan menjadi pembenaran aksi teror, meski tingkatan jihad tertinggi dalam Islam sejatinya ialah memerangi hawa nafsu diri (HR. Ibnu Najjar dishahihkan Syaikh Al-Albani). Aksi teror dan kekerasan juga dibantah berulang kali oleh Al Quran, salah satunya tertuang dalam QS. Al-Maidah: 32 bahwa membunuh seorang manusia sama dengan membunuh seluruh manusia.

3. Peran orangtua

Rekrutmen gerakan radikalisme kerap kali menyasar anak-anak muda karena di usia tersebut, anak muda rentan mengalami krisis identitas. Krisis identitas inilah yang mendorong anak-anak muda menggali informasi tentang berbagai hal. Didukung dengan kemajuan teknologi serta arus globalisasi yang sulit disaring, paham radikalisme mudah menemukan tempatnya dalam benak anak muda. Di sini peran orangtua diperlukan. Soleman, dalam wawancaranya dengan tvOne, menjelaskan bahwa orangtua perlu mengetahui aktivitas anak untuk mencegahnya jatuh dalam paham ‘miring’ ini.

Penutup

Radikalisme merupakan paham dengan jaringan multinasional yang terorganisir. Ia selalu berevolusi, bermetamorfosis, dan memiliki strategi taktis yang sulit dipecahkan. Untuk itu, pemerintah sendiri takkan mampu mengatasinya. Dibutuhkan peran serta masyarakat untuk membantu pemerintah menentang dan menuntaskan radikalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, N. R. dan Guritno, T. 2021. Aksi Teroris Millennial: Lone Wolf, Unggah Konten di IG, Pamit di Grup WhatsApp. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/01/06060041/aksi-teroris-milenial-lone-wolf-unggah-konten-di-ig-pamit-di-grup-whatsapp (diakses pada 01 April 2021 pukul 23.12 WIB)

Granados, M. N., Bedmar, V. L., dan Palma, V. C. C. D. 2020. The Views on Terrorism in the Name of Islam Held by Islamic Religion Teachers in Spain. Sevilla: Universidad de Sevilla.

Ihsanuddin. 2018. Pasal-Pasal Penting yang Perlu Anda Tahu dalam UU Antiterorisme.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/26/10190871/pasal-pasal-penting-yang-perlu-anda-tahu-dalam-uu-antiterorisme?page=all (diakses pada 02 April pukul 12.04 WIB)

Putra, L. M. 2016. Ini Tiga Cara Penyebaran Radikalisme di Indonesia. https://nasional.kompas.com/read/2016/11/30/14081631/ini.tiga.cara.penyebaran.radikalisme.di.indonesia (diakses pada 02 April 2021 pukul 01.43 WIB)

Syarief, I. S. 2016. Ini Cara Penyebaran Paham Radikal. https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2016/Ini-Cara-Penyebaran-Paham-Radikal/ (diakses pada 02 April 2021 pukul 01.12 WIB)

Wokanubun, Y. D. 2019. Upaya Preventif dan Represif terhadap Terorisme sebagai Extraordinary Craim dalam Konteks Negara Hukum.
https://maluku.kemenag.go.id/berita/upaya-preventif-dan-represif-terhadap-terorisme-sebagai-extra-ordinary-craim-dalam-konteks-negara-h (diakses pada 02 April 2021 pukul 11.36 WIB)

--

--