Pak Luthfi

Halo 02.

BP Noeringtyas
Kenalin Ini
6 min readAug 5, 2024

--

Photo by Immo Wegmann on Unsplash

Salah satu nama orang yang selalu kusebut dalam banyak sekali kesempatan saat diriku berbicara tentang bagaimana aku sampai di titik ini adalah Pak Luthfi. Beliau adalah salah satu manusia yang menurutku memiliki dampak cukup signifikan dalam kehidupan seorang Billy yang ini. Sebab hampir seluruh cerita — baik yang ringkas maupun yang panjang — dalam kehidupanku diawali dengan momen dimana beliau masuk di kelas kami sembilan tahun lalu.

Memasuki semester ganjil di tahun ketiga, perkuliahan bagiku sangat menjemukan. Kegiatan harian hanya diisi dengan kuliah dan organisasi. Tanpa mengenyampingkan penugasan dan beban mata kuliah lain saat itu, saya merasa kurang bergairah dalam berkegiatan sehari-hari. Sampai tiba satu kelas yang sampai sekarang aku selalu kenang dan syukuri keberadannya; kewirausahaan dan bisnis Islam.

Kelas ini diampu oleh punakawan bisnis syariah yang aku bilang sangat terampil dan mahir dalam mengelola dan mengajarkan bisnis. Ada Bu Nia, Bu Fatin, Pak Ari, dan Pak Luthfi. Keempatnya punya spesialisasi masing-masing yang saling berkelindan satu sama lain sehingga membentuk satu formasi yang aku harus akui di saat ini mampu membawa eksposur yang luar biasa. Setidaknya bagiku.

Hari itu, kelas pertama kami diisi oleh seorang dosen muda yang aku hanya pernah menemuinya di kelas Manajemen Strategik Syariah. Pak Luthfi namanya. Samar dalam memoriku tentang apa yang beliau lakukan di depan kelas, tapi aku ingat satu scene dimana beliau menyampaikan kalau format kelas kewirausahaan tahun ini berbeda sangat jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Beliau lantas memberi tahu beberapa poin perbedaannya sekaligus dengan target-target yang sungguh mencengangkan.

Ada tiga hal yang ditawarkan Pak Luthfi hari itu. Pertama. Bisnis mandiri dengan target pendapatan 10jt dalam tiga bulan. Kedua. Bisnis mandiri dengan cara dropshipper/menjual ulang produk pihak ketiga dengan target pendapatan 15jt dalam tiga bulan. Atau yang ketiga. Pak Luthfi memperkenalkan satu konsep yang jelas-jelas aku baru tahu dan dengar hari itu; Kewirausahaan Sosial dalam bentuk Social Project. Mahasiswa yang memilih opsi ketiga diminta untuk kemudian menghitung dampak sosial beserta pendapatan yang sesuai kemudian tanpa ditarget berapa rupiah yang harus didapatkan.

Bagi kami, ketiga tantangan ini tidak sama sekali masuk edar ekspektasi kami sekelas. Namun, karena mata kuliah ini adalah wajib, suka tidak suka semuanya wajib melaksanakan. Konsekuensinya? Kalau tidak lulus tahun ini, ya berarti mengulang tahun depan. Sebab mata kuliah ini hanya ada di satu semester saja.

Tidak berhenti disana, Pak Luthfi pun mengacak-acak kelompok dengan tidak memperkenankan kami untuk membentuk kelompok mandiri alih-alih menggunakan nomor urut untuk dijadikan patokan pembentukan kelompok. Akhirnya, aku benar-benar sekelompok dengan mereka yang tidak pernah satu kelompok pada mata kuliah lain sebelumnya. Namun, aturan kelompok macam ini pun juga aku syukuri hingga saat ini. Karena beberapa dari anggota kelompok justru menjadi kawan dekatku hingga saat ini.

Kelompok kami kemudian memutuskan untuk memilih tawaran ketiga; social project dengan mengusung topik makanan dan minuman bergizi untuk usia anak-anak SD. Kulino Nyusu. Tujuannya adalah membagikan 50,000 gelas susu kepada anak-anak usia SD untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Usulan 50,000 gelas ini sebenarnya meningkat cukup tajam (+20,000 gelas) di minggu kedua saat mengumpulkan ide yang sudah tetap. Namira, salah satu kawan sekelompok, dengan mengkonfirmasikan jumlah target gelas yang akan dibagikan padaku, memberanikan diri bersuara meningkatkan targetnya. *Ternyata memang kami berdua ini, nyalinya kuat sekali dan disanalah common ground kami berdua bertemu sebagai kawan.

Ujung dari project ini, tentu kami tidak sampai pada angka 50,000 gelas. Hanya sekitar 30,000-an gelas yang berhasil kami hitung dan konversikan sebagai pendapatan. Sebab konsep social project ini baru tahun pertama diujicobakan, kelompok dosen dan pengajar belum terlalu spesifik menentukan batasan-batasan seperti apa dalam menilai dan mengevaluasi keberhasilan social project. Kelompok kami pun mendapat satu awards dari tiga nominasi awards kewirausahaan yang juga baru dilaksanakan tahun ini.

Moral story? Ternyata bagi mahasiswa tahun ketiga, tantangan yang cukup subtil mampu mendorong kami untuk keluar dari pelbagai batasan-batasan, kebosanan, dan rutinitas yang berulang. Dan dengan dosen/pengajar yang bisa menunjukkan keteladanan kami bisa berkembang. Dan salah satunya adalah Pak Luthfi.

Sejak saat itulah, saya sangat berusaha untuk melekatkan impian saya untuk bisa studi lanjut dalam bidang kewirausahaan dan bisnis sosial. Pak Luthfi pun mendorong saya dan beberapa kawan di fakultas saat itu untuk membuat satu inisiatif. “The Next Scholar” tajuknya — yang intinya mengumpulkan seluruh anak se-fakultas yang memiliki ghirah untuk studi lanjut paska lulus. Kami kemudian banyak mengundang dosen-dosen kami se fakultas yang telah, sedang, dan akan lulus dari beberapa program beasiswa baik di jenjang S2 maupun S3 dari kampus-kampus besar dunia. Pak Rumaya dan Bu Martha berbicara tentang studi di Australia. Pak Mubin tentang studi di UK. Prof Badri tentang studi di Taiwan. Dan Pak Amak tentang studi di Belanda. Alhasil, kami pun tahu bagaimana proses untuk mengambil beasiswa dan studi lanjut dimulai. Meski terseok-seok hingga dua tahun, aku akhirnya juga bisa melanjutkan studi S2 meski di dalam negeri. Tapi bukan itu intinya. Namun pada eksposur yang diberikan bahwa studi lanjut dan pembiayaannya itu memungkinkan. Dan lagi-lagi, ini juga diinisiasi oleh Pak Luthfi.

Saat dimana aku merefleksikan banyak sekali hal yang kudapat dan kulalui sejauh ini — mulai dari Kerjabilitas hingga Renjana — nama Pak Luthfi selalu menjadi awal dari banyak sekali hal baik yang terjadi. Diriku pun banyak mengenalkan Pak Luthfi ke beberapa kawan agar mereka tahu bahwa Billy salah banyaknya juga dipengaruhi oleh beliau ini. Aku tak tahu apa yang sedang diisyaratkan Tuhan padaku tentang sosok Pak Luthfi, namun yang jelas nampaknya aku harus banyak belajar dan memulai proses pemelajaran itu dari Pak Luthfi.

Aku jelas tidak tahu secara percis apa yang membentuk Pak Luthfi sampai sejauh ini selain dari kisah dan tutur yang lekas diberikan dengan penuh dan utuh kepada banyak sekali murid dan kenalannya. Namun apapun itu, olah cerita dan “Refleksi Minggu Ini” yang kulakukan juga tergerak dari bagaimana Pak Luthfi dengan lihai nan ulung dan mudahnya menceritakan ulang hal-hal baik, hikmah-hikmah dari perjalanannya di setiap kesempatan. Seolah-olah menunjukkan bahwa Pak Luthfi tidak pernah sekalipun menganggap apapun yang datang seperti angin lalu. Seluruhnya dimaknai. Seutuhnya dicari hikmahnya. Maka tak elak, banyak pihak mendekat kepada Pak Luthfi agar hal baik mampu diteladani.

Pak Luthfi juga salah satu ksatria mimpi. Begitu banyak hal yang berkaitan dengan aktivasi mimpi beliau lakukan dan contohkan. Selalu ada hal yang beliau bisa bagikan dan upayakan bagi sesiapapun murid-murid beliau untuk bisa menuju sesuatu diluar diri mereka sendiri — yang mungkin mereka tidak atau belum sadari sebelumnya.

Saya pun saat dihubungi atau menghubungi Pak Luthi, selalu berupaya untuk meredefinisi niat hubungan guru dan murid ini. Sebab merawat bukan tentang berjalan dalam koridor niat yang sama terus menerus tapi juga menemukan ulang kembali mengapa ini dilakukan. Ini kujadikan jangkar sekaligus pagar agar saya terus menerus dapat meneladani Pak Luthfi. Tentu satu orang teladan akan membawa ratusan bahkan ribuan orang lainnya berubah, meski tidak dalam hitung hari ataupun cacah almanak yang dekat. Efek domino ini akan terus berlanjut secara inkremental. Keteladanan pasti berujung pada keteladanan lainnya.

Sebab, Pekerjaan keteladanan adalah pekerjaan peradaban.

Semua orang berhak dan layak meneladani maupun diteladani. Dan kita bahkan diriku tidak tahu sejauh mana, kita atau aku menggerakkan orang lain. Lagi-lagi, jika kalian tergerak oleh satu atau dua atau tiga laku-ku, salah satunya dipengaruhi mendalam oleh Pak Luthfi.

Selamat berkenalan dengan Pak Luthfi! Sampaikan salamku pada beliau, jika kalian melintasi dan bersua dengan Pak Luthfi suatu saat nanti.

Terima kasih Pak Luthfi. Sehat. Bahagia. Selalu.

Satu artikel tentang Pak Luthfi telah lama bermukim di kepalaku. Mondar-mandir menunggu kesempurnaan. Tapi memang jadi penyakit manusia, kesempurnaan yang diidamkannya tak kunjung datang. Alhasil, selalu terdapat cela dalam artikel singkat ini. Pak Luthfi hanya mampu dipahami melalui pengalaman. Hanya mampu dijangkau melalui literasi dan mimpi. Hanya mampu dijelaskan melalui keteladanan. Bagiku, Pak Luthfi adalah sebuah kepatutan yang perlu disebarluaskan kebaikannya. Meski aku tahu mungkin beliau tidak membutuhkannya. Namun setidaknya, ini yang bisa kutuliskan agar keabadian itu selesai di artikel ini.

--

--

BP Noeringtyas
Kenalin Ini

Seizing subtle things thru writings while dancing w/@renjanainclusive (follow us on IG!) / SBM ITB MBA / UNAIR BSc in Islamic Econ