Sebuah Daftar Pelarian Berfaedah untuk Para Pemerhati Kota

Beberapa media publikasi alternatif soal urban.

Naufal R. Indriansyah
Kolektif Agora
6 min readNov 27, 2017

--

Ilustrasi pribadi, logo merupakan milik masing-masing publikasi.

Entah itu dari koran, televisi, radio, bahkan dunia maya, saat ini terdapat begitu banyak sumber berita. Sebagai seseorang yang suka berkelakar soal kota (di Medium), saya pribadi membutuhkan lebih dari sekedar pemberitaan tentang politik nasional, kemelut kebijakan, atau laporan pembangunan mega-infrastruktur. Selain itu, di era teknologi dan informasi yang banjir akan inovasi ini, ide tentang sebuah fenomena menjadi hal yang jarang sekali bisa disampaikan dengan baik oleh media arus utama.

Menurut analisis awam saya terhadap beberapa media cetak, permasalahan lokal (tingkat kota) seringkali kurang diperhatikan dan lalu diberitakan dengan baik. Apalagi jika melihat media online semacam Okezone.com, detikCom, atau viva.co.id, dimana sebuah fenomena bisa dikemas lewat tiga sampai empat paragraf saja. Di satu sisi, kita dapat memaklumi bahwa media-media tersebut muncul dari kebutuhan masyarakat akan media yang aksesibel dan pemberitaan yang ringkas dan lugas. Namun di sisi lain, pertanyaan yang banyak timbul setelah membaca berita atau artikel dari media tersebut mengindikasikan bahwa kenyataan di lapangan begitu kompleks, dengan banyaknya bagian cerita yang (di)hilang(kan).

Beberapa hal tersebut menyebabkan saya sering mengeksplorasi media publikasi alternatif, terutama yang bukan berasal dari Indonesia. Perlu dipahami bahwa saya tetap memperhatikan pemberitaan media arus utama, terutama untuk menyentuh permukaan dari masalah-masalah urban. Namun, untuk mampu meletakkan permasalahan tersebut dalam konteks yang tepat dan memberikan opini yang berdasar juga logis, saya butuh memahami hal lain: cara mengurai masalah dan menyampaikan ide dengan baik. Dan itu, saya rasa, datang dari beberapa media alternatif yang akan saya jabarkan, terutama yang berkutat di isu urban dan artikel sains atau filsafat populer.

(Perlu diperhatikan bahwa beberapa media ini berbahasa Inggris dan juga hanya dapat diakses lewat internet. Urutan penulisan juga tidak berpengaruh pada mana yang lebih baik dari yang lain.)

  1. Guardian Cities

“Guardian Cities is the Guardian’s home of urban journalism, publishing fresh and engaging stories, news, analysis and debate on the future of cities all over the world.”

Situs ini merupakan bagian dari The Guardian, yakni sebuah perusahaan surat kabar dari Inggris yang sudah berdiri sejak tahun 1821 (dengan nama awal The Manchester Guardian). Cities menyajikan cerita-cerita tentang kota dari berbagai belahan dunia. Media ini pun cukup memberikan perhatian utama pada isu-isu perkotaan, seperti resilient cities, mobilitas bersepeda, dan juga ruang publik. Tidak hanya memberitakan dan mengkritik fenomena, media ini juga mengembangkan ide-ide yang relevan dari setiap ceritanya, memberikan pengetahuan soal konsep dan teori, serta memunculkan warna dari karakter The Guardian itu sendiri. Media ini juga pernah beberapa kali menyampaikan cerita dan beberapa permasalahan di Kota Jakarta.

2. Planetizen

“Planning: A professional practice and an academic study focused on the future of built environments and connected natural environments — from the smallest towns to the largest cities and everything in between.

Planetizen: The independent resource for people passionate about planning and related fields.”

Bagi sebagian dari kita yang mencermati isu urban dan kebetulan seorang perencana, Planetizen menawarkan artikel yang berfokus pada hal-hal terkait perencanaan kota. Meski terdapat kanal seperti panduan sekolah perencanaan dan lowongan kerja, sayangnya media ini hanya berbasis di Amerika. Artikelnya pun hanya terbatas pada fenomena perkotaan di Negeri Paman Sam tersebut. Namun, bukan berarti Planetizen hanya menyampaikan fakta tentang masalah kota yang asing di telinga kita. Perspektif perencanaan yang digunakan menjadikan media ini begitu konsisten, dan juga sedikit memberikan pemahaman bagaimana perencanaan dunia barat bekerja.

3. CityLab

“CityLab is dedicated to the people who are creating the cities of the future — and those who want to live there. Through sharp analysis, original reporting, and visual storytelling, our coverage focuses on the biggest ideas and most pressing issues facing the world’s metro areas and neighborhoods.”

Salah satu penulis yang cukup terkenal dari media ini adalah Richard Florida, salah satu kiblat dari para perencana dan praktisi urban. Dengan bantuan visual yang menarik, CityLab menyajikan cerita dari berbagai aspek perkotaan, mulai dari desain urban, transportasi, lingkungan, dan masalah ketimpangan. Ide-ide inovatif dari berbagai belahan dunia juga menjadi fokus utama dari media yang pertama kali diluncurkan tahun 2011 ini.

4. Pop-Up City

“At a time when people and information move faster than ever before, cities themselves are now in a permanent state of change. They are no longer the product of master plans and fixed frame-works, but are increasingly being shaped by citizen-led initiatives and temporary projects by people hoping to make their cities better.”

Pop-Up City mempromosikan ide-ide kreatif dari berbagai kota di permukaan bumi, seperti ruang santai berjalan atau tempat olahraga temporer. Dengan semakin “diacuhkannya” produk rencana, warga kota di berbagai negara memunculkan ide-ide menarik untuk menciptakan ruang interaksi sosial yang tidak dapat diakomodasi oleh pemerintah. Pemanfaatan teknologi juga menjadi proses penting dalam penciptaan kota yang lebih baik — setidaknya begitu menurut Pop-Up City.

5. Streetsblog

“Streetsblog connects people to information about how to reduce dependence on cars and improve conditions for walking, biking, and transit.”

Dengan basis di berbagai kota di Amerika, Streetsblog muncul menjadi media utama yang benar-benar konsisten berfokus pada mobilitas dan transportasi urban. Berbagai kecelakaan yang menimpa pejalan kaki dan pesepeda di Amerika mendorong media ini memberitakan isu-isu terkait transportasi. Meski begitu, (lagi-lagi) media ini hanya menyampaikan berita dari Amerika saja. Namun, konsistensi kampanye yang dilakukan media ini menjadi pembelajaran tersendiri betapa transportasi berkelanjutan menjadi salah satu tujuan yang harus dicapai sebuah kota.

6. Aeon

“We ask the big questions and find the freshest, most original answers, provided by leading thinkers on science, philosophy, society and the arts.”

Meski tidak sepenuhnya berfokus pada isu urban, Aeon menyajikan beberapa pertanyaan mendasar tentang segala aspek kehidupan yang masih relevan di zaman ini. Saya sendiri berpendapat bahwa filsafat dan isu urban berjalan beriringan, dimana keduanya harus saling berkaca satu sama lain. Maka dari itu, Aeon dapat menjadi semacam “rekreasi berpikir” dalam memandang permasalahan sehari-hari warga kota.

7. Current Affairs

“We have two missions: to produce the world’s first readable political publication and to make life joyful again.”

Semacam menjadi maklumat awam bahwa politik itu “berat”. Mitos tersebut dicoba dipatahkan oleh Current Affairs. Mengemas isu-isu politik kontemporer menjadi sebuah bacaan yang menyenangkan. Tidak hanya politik, lingkup dari publikasi ini juga berkembang mulai dari bahasan soal penduduk milenial dan kasus perkosaan. Hal ini membuat Current Affairs bersinggungan dengan fenomena perkotaan.

8. 99% Invisible

“Ever wonder how inflatable men came to be regular fixtures at used car lots? Curious about the origin of the fortune cookie? Want to know why Sigmund Freud opted for a couch over an armchair?”

Saya dan Nayaka Angger sama-sama sepakat kalau media ini adalah satu media dengan visual dan pembagian segmen yang paling menarik, jadi agak disayangkan jika tidak menaruhnya dalam daftar ini, meskipun media ini tidak sepenuhnya menyajikan konten tentang kota, sosial, ataupun politik. Selidik punya selidik, 99pi (singkatan untuk media ini) merupakan salah satu jasa podcast paling populer di iTunes. 99% Invisible juga tidak hanya menghadirkan bacaan, tetapi suara lantang (secara literal) dari ide-ide tentang desain dan arsitektur yang jarang kita perhatikan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dengan banyaknya media alternatif yang saya sebutkan di atas, bukan berarti Indonesia tidak punya media publikasi alternatif yang saya maksud. Contohnya Tirto.id yang saat ini menjadi saluran berita alternatif paling handal di tanah air. Selain itu, terdapat pula Whiteboard Journal yang mampu menyampaikan ide-ide menarik, terutama tentang subkultur yang berkembang di Indonesia. Salah satu kolega saya juga mengelola Incotive, media berbasis online asal Jakarta yang berisi berbagai artikel segar, tidak hanya tentang entertainment, tapi juga fenomena keseharian yang terjadi di sekitar kita. Dan satu lagi favorit saya dari tingkat satu perkuliahan: IndoPROGRESS.

Berkembangnya media-media yang telah saya sebutkan di atas, baik internasional maupun nasional, cetak maupun online, yang sudah tua maupun yang masih baru, menunjukkan bahwa terdapat inisiatif dan usaha untuk menciptakan iklim pertukaran informasi yang lebih sehat. Bukan berarti kita harus berhenti berlangganan koran atau menonton televisi, tetapi perkembangan teknologi seharusnya dapat diiringi dengan penggunaan yang baik. Saya pribadi memanfaatkan fitur subscribe dan memanfaatkan surel dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan akses sehari-hari secara mudah dari beberapa media tersebut.

Ini juga yang saya coba mulai bersama kedua teman saya dengan membentuk Kolektif Agora, dengan harapan dialektika urban dapat berkembang secara dinamis dan diakses semua kalangan. Kehidupan berkota mungkin menuntut kita untuk bergerak cepat, bekerja non-stop, dan tidur sebentar. Namun, semakin kompleksnya masalah urban itu sendiri (yang kadang kita acuhkan), plus minimnya pemberitaan soal isu-isu tersebut, seharusnya juga menjadi tuntutan untuk menyelingi rutinitas dengan pengetahuan dan refleksi tentang kota kita.

Selanjutnya di Kolektif Agora:

Post-truth, Kota, dan Literasi

--

--

Naufal R. Indriansyah
Kolektif Agora

Managing Editor at Kolektif Agora | Writing about (Indonesian) cities, urbanization, informality, politics, and everything in between