IDE / BUMI

Kecil dan Tak Berdaya di Kota

Bagaimana Urban Sprawl Memengaruhi Ekosistem Serangga

Arthur Von
Kolektif Agora

--

Foto dari unsplash.com, 2017.

Di lingkungan perkotaan, tata ruang diatur sedemikian rupa agar menjadi ruang rutinitas dan mudah diakses oleh warga. Hal tersebut dikehendaki dengan berkembangnya pusat-pusat kebutuhan serta akses transportasi untuk mencapainya. Kebutuhan ruang aktivitas masyarakat yang semakin tinggi kemudian menyebabkan perluasan wilayah perkotaan, yang biasa disebut dengan urban sprawl.

Urban sprawl secara sederhana adalah fenomena perluasan kota atau perluasan daerah pusat aktivitas untuk kebutuhan manusia baik untuk guna lahan permukiman, industri, hiburan, dan lainnya. Urban sprawl berkorelasi dengan peningkatan populasi manusia dan kebutuhannya. Salah satu penyebab urban sprawl adalah jumlah angka kelahiran yang cenderung meningkat dan tidak sesuai dengan angka kematian, sehingga secara tidak langsung kebutuhan manusia yang baru untuk memenuhi kebutuhan generasi manusia yang baru.

Fenomena tersebut menyebabkan maraknya alih fungsi lahan dan mendorong munculnya ekosistem dan jenis mahluk hidup yang baru. Misalnya, serangga yang merupakan kelas biomassa terbesar di dunia. Serangga yang sebelumnya tinggal di ekosistem pertanian, hutan, rawa dan padang rumput nantinya akan terganggu karena kehilangan habitat sebagai dampak dari urbanisasi. Tidak hanya itu, keragaman serangga pun ikut terancam.

Hilangnya Serangga Pemakan Tumbuhan dan Ancaman Vektor Penyakit

Di lingkungan perkotaan, mayoritas area yang disediakan adalah untuk aktivitas manusia. Karena keterbatasan ruang terbuka hijau, maka populasi serangga fitofag (serangga pemakan tumbuhan) juga terbatas. Inang dari serangga fitofag yang memakan tanaman dengan metabolit sekunder tertentu (monofag) juga mungkin jadi terbatas karena semakin berkurangnya lahan yang kemudian membatasi inang dengan senyawa metabolit sekunder. Beberapa serangga yang membutuhkan inang tertentu tersebut menjadi berkurang (bahkan bisa menghilang). Hal tersebut juga mungkin dialami oleh serangga polinator.

Bicara tentang keberadaan serangga fitofag, ada masalah beruntun yang bisa terjadi jika populasinya berkurang, yaitu keragaman serangga predator dan parasitoid, karena mereka membutuhkan serangga lain untuk menjadi mangsa atau inang parasitnya.

Efek dari urbanisasi akan menciptakan dominasi serangga perkotaan atau serangga permukiman. Limbah rumah tangga seperti makanan dan sayuran sisa akan semakin banyak dan hal tersebut mengundang serangga lain, misalnya kecoa.

Selain itu, keberadaan serangga dari ordo diptera, seperti nyamuk dan lalat domesticus, juga berpotensi mengalami peningkatan populasi. Meski serangga pengurai, seperti lalat dan kecoa, meningkat dan menggantikan populasi serangga yang sebelumnya, secara ekosistem, kondisi tersebut tidak baik bagi bagi suatu lingkungan. Hal tersebut dikarenakan akan semakin tingginya vektor penyakit yang bisa menjangkiti manusia.

Polusi Udara dan Air

Urbanisasi juga berkorelasi dengan aktivitas kendaraan dan pabrik penghasil limbah udara yang bisa memberikan masalah baru terhadap eksistensi serangga. Dengan keadaan tersebut, tanaman akan mengalami kenaikan biomassa karena konsentrasi CO2 yang tinggi. Di satu sisi, kualitas dari tanaman tidaklah sebanding dengan biomassa.

Hal tersebut nantinya akan berdampak pada pola aktivitas makan serangga, misalnya seperti yang dijelaskan Shahabuddin dkk. (2010). Salah satu serangga, seperti kupu-kupu buckeye, memakan lebih banyak Plantago lanceolata, karena kualitas tanaman inang rendah, sehingga spesies tersebut membutuhkan lebih banyak kandungan nutrisi untuk memenuhi kebutuhannya dan hal tersebut juga berujung pada peningkatan mortalitas. Tingkat aktivitas makan yang tinggi juga meningkatkan peluang konsumsi bakteri atau virus patogen yang menambah potensi mortalitas.

Naiad (nimfa capung yang hidup di air). Sumber: edubio.info, 2014

Urban sprawl juga bisa mendatangkan polusi air. Pengaruh secara langsung dari polusi ini adalah terhadap serangga dengan tipe metamorfosis hemimetabola. Secara ringkas, hemimetabola merupakan siklus metamorfosa telur menjadi naiad (nimfa air) dan kemudian menjadi serangga dewasa. Serangga hemimetabola, seperti capung, membutuhkan air dengan kualitas baik (bersih dan ideal diminum manusia) agar ia dapat meletakkan telurnya sehingga naiad nantinya dapat hidup. Kualitas air yang buruk nantinya akan memengaruhi proses peletakkan telur tersebut yang kemudian akan berdampak pada penurunan populasi dari jenis serangga itu.

Kebijakan Ramah Serangga?

Urbanisasi merupakan sebuah fenomena yang sulit dihindari. Namun, ada hal yang bisa dilakukan untuk menjaga ekosistem yang tersisa, seperti mengatasi kendaraaan yang menyumbang emisi CO2 di lingkungan perkotaan, misalnya dengan memaksimalkan potensi transportasi umum.

Selain itu, pengawasan terhadap kualitas lingkungan juga diperlukan dengan tujuan meninjau keberlanjutan area hijau dan air yang ada di lingkungan perkotaan. Terakhir, perlu adanya strategi skala kecil dengan mengajak setiap keluarga mempunyai halaman kecil atau tanaman rumahan untuk menjaga ekosistem di lingkungan urban, termasuk komunitas serangga.

Referensi:Shahabuddin dkk. (2010) Efek Peningkatan Kadar CO2 Atmosfir terhadap Interaksi Serangga-Tumbuhan dan Implikasinya dalam Pengendalian Hama. Prosiding Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial.

--

--

Arthur Von
Kolektif Agora

A man who would like to share his self-discovery, harmony and desire. I'm also an insect enthusiast.