Kita Terlupa Untuk Membuat Game yang Kecil (part 1)

Fadhil Noer Afif
Kolektif Gamedev
Published in
3 min readJun 10, 2024

Pahami risiko membuat game dengan scope besar.

Saya sedang belajar berbisnis membuat game premium di Steam. Saat saya melakukan riset pasar dan juga melakukan “cek ombak” dengan developer-developer lain, saya menemukan sebuah pola : kebanyakan developer kecil yang saya temui, sudah langsung membuat game dengan durasi lebih dari 1 tahun, bahkan ada yang sampai lebih dari dua tahun.

Karena saya punya background dari game mobile yang umumnya punya pakem “rilis dulu, kembangin sambil jalan”, saya jadi bertanya tanya : kenapa ya, kok banyak studio membuat game dengan development time yang panjang?

Apakah mungkin karena :

  • kalau gamenya kecil, tidak menguntungkan?
  • ingin mengejar scope yang cocok dengan publisher?
  • atau memang risk vs. reward nya sudah dihitung dengan matang?

Membuat game dengan durasi panjang sah — sah aja ya, apalagi jika kita sudah memiliki posisi yang cukup established. Akan tetapi, menurut saya ada beberapa resiko yang harus kita pahami. Di dalam post ini, saya akan mencoba membahas dari sisi risiko jika developer pemula membuat game dengan dev time panjang.

Why Making Games with Long Development Time is a Risky Strategy for Small Devs

Berdasarkan artikel dari How to Market a Game, mayoritas dari studio game yang bermain di Steam, hanya merilis satu game aja.

Kebanyakan studio hanya rilis 1 game saja. (sumber)

Ada berbagai macam alasan kenapa ini terjadi, tapi saya ingin menyoroti salah satu penyebab yang relevan disini. Studio hanya merilis satu game, karena setelah mencurahkan seluruh waktu dan dana untuk game terbaiknya, gamenya gak berhasil di pasar dan studio nya kehabisan bensin.

Dari perspektif bisnis, ini berbahaya sekali, karena kita cuma menggantungkan hidup kita hanya 1 produk saja yang belum tentu bisa berhasil. Jika kita hanya fokus merilis satu game saja, maka risiko untuk hilang dana dan waktu menjadi semakin besar.

Scope Creep

Selain risiko dari segi biaya dan waktu, membuat game dengan durasi lama juga akan membuat kita makin rentan dengan yang namanya scope creep.

Ini adalah definisi scope screep menurut saya sendiri :

Scope creep : Secara sadar ataupun tidak, ingin menambahkan fitur dan elemen baru ke dalam proyek, yang menyebabkan scope project semakin besar dan tidak terkontrol.

Kenapa ini bisa terjadi?

Project panjang membutuhkan kemampuan management project yang lebih advanced juga dari segi penanganan nya (prioritization, task distribution, conflict management), yang biasanya belum dimiliki studio kecil.

Sehingga, project menjadi sangat rentan untuk molor dan berujung pada bengkaknya biaya dan terbuangnya waktu.

Pernah dengar, satu project yang direncanakan selesai 1 tahun, sampai tahun ketiga belum selesai juga? Itulah bahayanya scope creep jika belum punya kemampuan menanganinya.

Kemampuan Tim vs. Game yang dibuat

Selain masalah tentang scope, risiko lainnya adalah kemampuan tim. Studio pemula yang baru dibentuk, kemungkinan masih mencari jati diri, dan belum 100% menjiwai apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan mereka. Maka, ada kecenderungan studio ini bisa overestimasi kemampuan eksekusinya, atau bahkan gak berhasil mewujudkan game nya.

Selain itu, kita sering terlupa bahwa banyak sekali elemen tersembunyi yang ternyata harus dimasukkan di dalam gamenya ketika kita ingin merilisnya. Gamedev itu bisa terlihat seperti gunung es seperti ini :

Banyak sekali faktor di dalam game yang tak terlihat (Sumber)

Saya sendiri pernah membuat suatu game mobile dengan mechanic gacha yang estimasi awal akan memakan waktu 6 bulan, ternyata selesai dalam waktu hampir 18 bulan. Dan ini bukan karena masalah scope creep saja, tapi ternyata fitur yang saya pikirkan selesai cepat, tidak bisa selesai dalam estimasi waktu nya.

Semua hal — hal di atas itu bisa banget menjadi faktor yang membuat studionya gulung tikar (kecuali kamu adalah Hideo Kojima), jadi berhati — hatilah terhadap scope game yang kamu pilih saat memutuskan untuk mengembangkan suatu game.

Apakah kamu setuju sama artikel ini, atau kamu punya pendapat lain?

Di post berikutnya, saya akan menceritakan tentang alternatif strateginya, yaitu memasarkan game dengan skala kecil. Stay tuned ya!

--

--

Fadhil Noer Afif
Kolektif Gamedev

Half-nerd, half-geek. Director at Reima Project, a game development studio.