What I Need to Unlearn when Founding New Studio

Skill bangun studio itu berbeda dengan skill mengembangkan studio.

Fadhil Noer Afif
Kolektif Gamedev
5 min readMay 25, 2024

--

Photo by Michael Dziedzic on Unsplash

Di tahun ini banting setir ke Reima Project, saya bisa dibilang memulai dari nol lagi. Membangun awal dan menentukan arah sendiri, bertanggung jawab sendiri, dengan resiko dan kegagalan juga sendiri. Semuanya mulai dari kanvas kosong. Saya ingin merasakan betul gimana sih rasanya dari nol lagi.

Menariknya, walaupun saya cukup pede tentang skill leadership saya, ternyata nggak ada yang bener-bener mempersiapkan saya saat mulai Reima ini. Kalau melihat perjalanan karir, saya itu datang dari perusahaan yang cukup besar. Studio pertama saya bekerja sempat memiliki lebih dari 70 karyawan, dan saya sudah mengisi berbagai posisi leadership di beberapa tempat.

Semua hal yang udah saya jadikan “best practice” itu jadi gak bisa dipake sekarang karena gak cocok secara ukuran dan kondisi perusahaan.

Jadi, kalau saya mau survive, saya harus melupakan (unlearn) semua yang saya tahu dan belajar ulang tentang bangun usaha dari perspektif bisnis.

Inilah beberapa hal yang saya rasakan berbeda ketika jadi leader di perusahaan yang cukup established dan jadi founder di studio yang masih nol.

You have no one else to blame but you

Ketika kita bekerja, pasti kita akan menemukan kesalahan — kesalahan. Saat saya berada di perusahaan sebelumnya, sadar gak sadar kita tuh bisa banget “menyalahkan” atau meminta tanggungjawab orang lain. Yang ini harusnya tugasnya si Produser lah, yang itu karena programmernya telat lah, dsb.

Tapi jika kamu bangun studio sendiri, gak ada lagi yang bisa dikasih telunjuk kecuali kamu sendiri. Semua hal baik dan buruk itu ya disebabkan oleh kita juga.

Artinya, kita harus bertanggungjawab dengan sungguh — sungguh terhadap kesalahan sekecil apapun.

Ini juga berarti bahwa laju nya studio kamu itu ditentukan oleh kamu sendiri. Jika kamu malas, maka studio kamu jadi malas, dan sebaliknya jika kamu disiplin, akan langsung berpengaruh kepada progress studionya.

Your game is not really your product

Ketika bangun studio, berarti orientasinya itu untuk bisnis alias bikin profit. Mindset yang dulu saya pakai “pengen bikin game sebagus bagusnya” itu ternyata malah menahan saya sekarang. Kenapa?

Karena satu game yang kita kerjakan sekarang, itu bisa banget gagal. Kalau kita fokus hanya bikin game impian kita, dan ternyata gamenya flop, apakah seketika kita langsung gulung tikar?

Suatu produk yang kita kerjakan dengan baik belum tentu bikin perusahaan survive. Ini artinya kita itu harus mikirin lebih luas lagi dari sebatas bikin 1 game ini aja. Kita harus bikin plan B, C, D, agar studio kita bisa survive.

Jadi, produk asli dari studio kita itu bukan cuma gamenya, tapi bisnisnya, yaitu strategi, tim yang dibangun, pengelolaan cashflow, dan seterusnya. Sehingga, sebagai founder kita harus berpikir tentang studio itu dari sisi keseluruhan. Inilah sebabnya ada quote seperti ini:

Bikin game itu nggak sama dengan bikin studio.

That’s why kita perlu banget membedakan, apakah kita mau bikin game impian kita (tanpa mikirin bisnisnya), atau memang kita mau membangun studio?

You will work with extremely scarce resource, and yet you still have to deliver

Apa salah satu hal yang paling mengagetkan buat saya pas bangun Reima?

Jumlah kerjaan yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan sebuah game, itu banyaaak bangettt!

Di awal bangun Reima, saya udah set kalau kami akan mengerjakan game kecil tapi komplit (dalam artian di publish dengan proper ke Steam). Saya target pengen bikin game dalam 2 bulan saja.

Tapi ternyata, dengan scope development sekecil ini saja, jumlah pekerjaan yang harus di kerjakan itu sangat banyak (diluar produknya sendiri), seperti bikin steam page, trailer, deskripsi, bangun marketing, submit festival, bikin developer page, bikin posting ke social media, dsb.

Di balik layar, banyak yang harus dikerjakan untuk sebuah game bisa lahir. Sumber

Pertanyaannya, apakah masalah ini akan terselesaikan dengan menambah jumlah tim? Ya dan tidak, karena selain keterbatasan dana, membangun tim juga butuh waktu dan effort sendiri. Kecuali kamu dapat investasi jutaan dollar, itu lain cerita 🙂

Feeling merasa selalu kekurangan waktu / manpower / uang itu akan selalu ada.

Dari sini, saya belajar kalau memang perasaan kekurangan itu harus diterima founder di awal-awal, dan saya perlu berusaha untuk menavigasi kondisi ini jika saya mau tetap deliver apa yang saya mau kerjakan.

Banyak cara untuk mengelola ini, tapi salah satu yang paling bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas diri, dari sisi disiplin, time management, fokus, dan yang gak kalah pentingnya, mengelola kesehatan fisik dan mental. Jika kita sehat, maka akan lebih banyak hal yang bisa kita lakukan. Jadi, jangan lupa istirahat dan olahraga ya!

Perfection Kills

Saya dulu bekerja jadi programmer yang sangat suka kodingan yang rapi, stabil dan mudah dibaca (clean code FTW!). Mindset yang sudah mendarah daging ini ternyata malah jadi hambatan saya sekarang. Bangun studio itu kan harus sustain secara bisnis, artinya kalau kita mengerjakan sesuatu terlalu lama, maka akan semakin bengkak biaya nya.

Saya harus membalikkan mindset saya secara radikal ke arah “done is better than perfect”

Dan jujur godaan nya sangat — sangat besar 🥹, saya harus bener — bener meninggalkan hal — hal yang bikin saya gatel banget, bahkan sampai perlu untuk sedikit mengorbankan idealisme. Sebagai contoh, di game Solar Serpent Squadron, masih ada beberapa bug yang muncul di sana sini, dan arsitekturnya masih ga rapi banget, tapi saya bener — bener harus memaksakan diri untuk tidak melihat itu, dan fokus ke menyelesaikan gamenya.

Finishing itu butuh skill, dan perfeksionis itu bisa jadi menyusahkan.

Akhir Kata

Mentor saya pernah bilang, kalau kamu bisa melewati tantangan bangun usaha di awal — awal, maka kamu akan dapat pembelajaran yang gak akan terlupakan. Dan saya bersyukur, saya mulai merasakan hal tersebut.

Pelajaran paling kena buat saya sekarang adalah bahwa skill yang dibutuhkan untuk bangun perusahaan dari nol ke 1, itu gak sama dengan skill untuk bangun 1 ke 10, 10 ke 100, dsb. Jadi nggak heran kalau misalnya ada seorang leader / manager dari perusahaan besar membuat usaha dari nol, maka akan banyak sandungannya. Karena memang skillsetnya beda.

Jadi, apakah kamu punya pengalaman yang berbeda dengan pengalaman ini? Jangan sungkan untuk sharing disini yaah!

--

--

Fadhil Noer Afif
Kolektif Gamedev

Half-nerd, half-geek. Director at Reima Project, a game development studio.