Analisis Teori Kepemimpinan pada Sederet Kontroversi Pimpinan KPK Firli Bahuri

Serikat Mahasiswa Progresif UI
Kolumnar
Published in
5 min readJun 11, 2021

Oleh: Magkme*

Design Ilustrasi

Firli Bahuri merupakan Ketua KPK terpilih secara aklamasi oleh Komisi III DPR pada September 2019 lalu. Selama satu setengah tahun lebih masa kepemimpinannya, hingga saat ini masih belum terdengar prestasi KPK yang bisa dinobatkan membanggakan dalam khalayak masyarakat. Hari demi hari berlalu, bukannya prestasi, malah segudang kontroversi yang berkaitan dengan KPK datang silih berganti. Segudang kontroversi yang berbuntut pada kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan.

Sebelum menjadi pimpinan KPK seperti saat ini, Firli sempat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Ketika ia berada pada posisi tersebut ia sempat diduga melanggar kode etik karena melakukan pertemuan dengan Tuan Guru Bajang (TGB) Gubernur Nusa Tenggara Barat pada bulan Mei 2018. Hal yang menjadi polemik saat itu, TGB bersama istrinya sedang berkaitan dengan dugaan korupsi divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara.
Hingga hari ini, berbagai polemik datang silih berganti menjadi suatu perbincangan hangat di masyarakat, khususnya para aktivis anti korupsi di Indonesia. Selama menjabat sebagai pimpinan KPK, Firli Bahuri tak henti-hentinya mendapat kecaman dari masyarakat. Kecaman tersebut muncul atas isu organisasi seperti penghentian penyidikan kasus kakap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sjamsul Nursalim melalui SP3 yang pertama kali dikeluarkan selama sejarah KPK berdiri, hingga isu personal seperti penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi yang berakhir dengan dugaan pelanggaran kode etik.

Isu yang tak kalah hangat di masyarakat saat ini adalah terkait pengangkatan para pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini sejalan dengan UU No. 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan revisi dari UU KPK sebelumnya. Dalam proses pengangkatan para pegawai KPK menjadi ASN, mereka perlu melewati serangkaian tes, termasuk tes wawasan kebangsaan (TWK). TWK sendiri menjadi kisruh yang terjadi di internal KPK saat ini karena sejumlah pertanyaan kontroversial yang mengakibatkan 75 orang pegawai KPK tidak lulus TWK (Kompas, 2021).

Seiring berjalannya waktu muncul perlawanan dari para pegawai yang tak lolos TWK. Perlawanan ini berupa aksi-aksi yang dilakukan seiring melakukan pelaporan kepada sejumlah pihak, seperti Dewan Pengawas KPK, Ombudsman, dan Komnas HAM. Perlawanan para pegawai yang tak lolos TWK mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, bahkan dari para rekan mereka sendiri dalam KPK, yakni para pegawai yang lolos TWK.
Para pegawai yang lulus TWK, menyampaikan dukungan mereka pada rekan-rekannya dengan menyatakan bahwa mereka menolak keberlakuan Surat Keputusan (SK) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi No. 652 tahun 2021 yang membuat para pegawai yang tak lulus TWK menjadi bebas tugas. Mereka berpendapat bahwa keberadaan tes TWK merupakan suatu hal yang menyalahi peraturan yang ada karena tidak terdapat pada UU Nomor 19 tahun 2019, Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2020, serta keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PUU-XVII/2019 (Kumparan, 2021). Perlu diketahui bahwa peraturan yang memuat TWK adalah ketentuan TWK baru yang ditandatangan oleh Firli Bahuri. Maka dari itu Ketidaklolosan para pegawai yang akibat sejumlah pertanyaan kontroversial semakin jelas disinyalir sebagai cara untuk menyingkirkan para pegawai berintegritas yang sedang menangani kasus-kasus penting.

Adanya penolakan SK pemberhentian para pegawai KPK oleh para pegawai yang lolos TWK perlu mendapat perhatian dari internal KPK itu sendiri, khususnya para pimpinan KPK. Penolakan terhadap SK tersebut merupakan suatu bukti adanya ketidakpercayaan terhadap pemimpin KPK saat ini, yakni Firli Bahuri. Kepercayaan terhadap pemimpin sendiri, menurut Curral dan Judge (1995) rasa percaya interpersonal dalam suatu organisasi sangat berdasar pada setiap individu melakukan tugas sesuai perannya masing-masing (Lindlom, 2018). Fenomena bagaimana para pegawai lulus TWK menolak SK yang membebastugaskan rekan-rekannya sendiri sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Sari Lindlom Hakkinen bahwa ketidakseimbangan perilaku seorang pemimpin, atau adanya ketidakadilan akan mengurangi kepercayaan para anggota organisasi. Oleh karena itu, kontrol diri merupakan suatu indikator dari kepercayaan interpersonal dalam organisasi.

Bagi suatu organisasi, hilangnya kepercayaan para anggota terhadap pimpinan organisasi adalah suatu masalah yang perlu diselesaikan. Menurut Roger Mayer (1995) kepercayaan merupakan elemen kunci dari kesuksesan suatu organisasi serta merupakan sumberdaya penting dalam kepemimpinan (Lindlom, 2018). Begitu pula dengan halnya KPK yang merupakan suatu lembaga. Kepercayaan anggota kepada pimpinan merupakan suatu elemen kunci dari kesuksesan KPK dalam menjalankan tugasnya, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia.

Dalam teori kepercayaan kepemimpinan, dikenal juga dimensi kepercayaan yang mendasari teori kepercayaan. Butler (1991) menjelaskan bahwa dimensi kepercayaan ini terdiri dari integritas, kompetensi, konsistensi, keterbukaan, dan kesetiaan (Lindlom, 2018). Integritas merupakan dimensi yang paling mendasari apakah seseorang bisa dipercaya atau tidak. Berbagai polemik yang muncul selama ini menjadikan masyarakat bertanya-tanya integritas Firli sendiri, bahkan keraguan itu muncul dari para pegawai KPK yang memilih untuk melawan.

Adanya TWK yang ditentang oleh berbagai kalangan membuat kompetensi Firli sebagai ketua lembaga pemberantasan korupsi juga diragukan. Khususnya ketentuan TWK merupakan suatu hal yang ditandatangani oleh dirinya sendiri. Setelah itu, pengeluaran SK yang mengakibatkan para pegawai tak lulus TWK menjadi bebas tugas merupakan bentuk inkonsistensi Firli dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal yang memperparah penurunan kepercayaan terhadap pimpinan KPK juga diakibatkan oleh keengganan keterbukaan hasil tes TWK yang saat ini diminta atas persetujuan para pegawai yang tak lolos TWK. Polemik yang belum menunjukan jalan terang hingga saat ini semakin membuat kesetiaan Firli dalam pro-KPK diragukan.

Firli Bahuri diharapkan bisa menjadi sosok pemimpin yang bisa mewujudkan harapan-harapan dari para bawahannya. Dengan menjadi sosok demikian, harapannya ia bisa mendapatkan kepercayaan para bawahan untuk dirinya dalam menjalankan peran sebagai pimpinan KPK. Dalam kepemimpinan transformasional sendiri, kepercayaan merupakan suatu hal otentik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kepercayaan kepada pemimpin merupakan suatu dorongan bagi para anggota organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Firli Bahuri juga seharusnya sadar sebagai pimpinan lembaga anti korupsi bekerja dengan menegakkan nilai-nilai anti korupsi. Jika para anggota saja tidak mempercayai pemimpinnya, bagaimana visi dari organisasi bisa terwujud?

*Penulis merupakan anggota SEMAR UI

Referensi

Butler, K. John. (1991). Toward Understanding and Measuring Conditions of Trust: Evolution of a Conditions of Trust Inventory. Journal of Management, Southern Management Association, Vol. 17, Issue 3, 1991

Curral, Steven C dan Timothy A. Judge. (1995). Measuring Trust Between Organizational Boundary Rule Persons. Organizational Behavior and Human Decision Processes. Vol. 64, No. 2, Nov. 1995, pp. 151--170

Kompas. (2021). Ini Nama-nama Pegawai KPK yang Dinyatakan Tak Lolos TWK. Retrived from https://nasional.kompas.com/read/2021/06/02/11495651/ini-nama-nama-pegawai-kpk-yang-dinyatakan-tak-lolos-twk?page=all.

Kumparan. (2021). Pegawai KPK yang Lulus TWK Dukung Novel Baswedan Dkk, Tolak SK Firli Bahuri. Retrived from https://kumparan.com/muhammad-irsyal-nadhifa-zahran/peran-etika-dalam-memahami-keterkaitan-konsep-politik-dan-korupsi-di-indonesia-1uqgYZJknU6/full

Llindom, Sari. (2018). Towards a Trust--Based Model of Leadership Within the Leader-Member Exchange Theory Framework A Qualitative Study of Leaders 'Trustworthiness Leaders’ Trustworthiness in the SME Contex. Kuopio: University Of Eastern Finland

Roger C. Mayer. dkk. (1995) An Integrative Model of Organizational Trust. The Academy of Management Review, Jul., 1995, Vol. 20, No. 3 pp. 709--734

--

--

Serikat Mahasiswa Progresif UI
Kolumnar

Memulai langkah pembebasan kaum tertindas dengan membangun gagasan dan gerakan progresif!