Emotional Manipulation, Titik Buta Politik Pemilu 2024

oleh: Kinanthi Redha

Serikat Mahasiswa Progresif UI
Kolumnar
5 min readFeb 5, 2024

--

Ilustrasi Emotional Manipulation

Dalam ranah politik, emosi memainkan peran yang kuat dalam membentuk kesan dan opini publik untuk secara tidak langsung dapat memberi pengaruh pada perilaku pemilih. Emosi yang kerap ditemukan salah satunya adalah ketakutan, baik secara langsung ataupun subtil. Namun, emosi apa yang kemudian akan dimainkan apabila kartu ketakutan tidak lagi mempan untuk digunakan? Pesan yang menjual kesedihan yang akhirnya membentuk opini iba (pitiness).

Ketika seseorang menggunakan emosi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, mampu mengarahkan perilaku suatu kelompok, hal itu disebut manipulasi emosional (emotional manipulation) (Hope Gillette, 2022). Manipulasi emosional telah menjadi elemen penting dalam kampanye politik, mengambil keuntungan dari perasaan yang melekat dalam pikiran pemilih.

Bagaimana manipulasi bekerja?

Manipulasi adalah suatu cara yang membuat seseorang melakukan sesuatu yang awalnya tidak ingin dilakukan. Oleh karena itu, dapat dikatakan jika manipulasi adalah salah satu bentuk kekuasaan. Berbeda dengan bentuk kekuasaan lain seperti persuasi, paksaan, dan kekerasan fisik, merupakan bentuk yang penting dalam perpolitikan namun juga lebih sulit untuk diterapkan.

Bentuk kekuasaan apa yang digunakan oleh seorang aktor politik seringkali menjadi masalah, dan manipulasi pada umumnya dianggap sebagai bentuk kekuasaan yang pelaksanaannya tidak diinginkan. Hal ini bisa dikatakan sulit dilakukan karena batas antara manipulasi dan persuasi seringkali tidak jelas, dan karena istilah manipulasi dapat diterapkan pada taktik yang mempengaruhi keadaan pikiran target, dan taktik yang dapat mengubah situasi target.

Ahli teori dan filsuf politik telah mengemukakan beberapa penjelasan tentang manipulasi: ada yang melihatnya sebagai pengaruh yang menipu, ada yang melihatnya sebagai pengaruh terselubung, ada yang melihatnya sebagai pengaruh dengan maksud terselubung, ada yang melihatnya memberikan alasan buruk, dan ada pula yang melihatnya sebagai perubahan eksternal (Robert Noggle, 2021). Meskipun masing-masing pendekatan ini benar mengenai manipulasi, masing-masing pendekatan juga menghadapi tantangan penting.

Salah satu alasan mengapa manipulasi tampaknya tidak diinginkan adalah karena hal tersebut tampaknya melemahkan otonomi. Manipulasi adalah alat yang berguna bagi otokrat, namun menimbulkan masalah serius bagi negara demokrasi. Hal ini karena hal ini tampaknya melemahkan persetujuan yang menjadi sandaran legitimasi demokrasi. Dampak yang ditimbulkan tentang para pelaku dapat memanipulasi proses komunikasi.

Proses manipulasi ini sebenarnya seringkali jauh dari sempurna karena berbagai alasan yang berkaitan dengan lingkungan dan para pelaku politik. Pertama, faktor lingkungan penting karena politik berskala besar yang modern membuat sangat sulit bagi pengikutnya untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh pemimpin politik, apalagi meminta pertanggungjawaban atas perilaku mereka. Karena itu, pemimpin memiliki lebih banyak peluang untuk memanipulasi dan menipu pengikut demi keuntungan pribadi daripada yang mungkin terjadi di lingkungan politik berskala kecil (Li, Van Vugt, & Colarelli, 2018). Ketidaksesuaian evolusioner ini antara input informasi leluhur dan kondisi modern membuat lebih mudah bagi pemimpin untuk menipu atau memanipulasi pengikut mereka, yang dapat menghasilkan hasil yang mungkin tidak adaptif.

Bagaimana para pelaku politik melakukan ini?

Manipulasi dapat dikatakan berhasil jika komunikasi dapat berjalan dua arah antara pemberi informasi dan penerima informasi. Informasi yang diberikan harus menembus berbagai jenis kebisingan latar belakang pelaku politik, citra negatif yang melekat dalam dirinya di masyarakat.

Indikator keberhasilan selanjutnya dari sinyal manipulasi yang diberikan oleh informasi dan peristiwa ini adalah semakin banyak paparan informasi yang didapatkan oleh penerima, semakin banyak pula paparan dan benturan yang dirasakan oleh penerima tersebut. Selanjutnya, informasi yang diterima dapat membentuk opini publik baru dan berpotensi untuk melupakan latar belakang pelaku.

Fenomena menangisi salah satu calon Presiden dalam pemilihan umum 2024 dapat diambil sebagai salah satu sampel emotional manipulation yang saat ini masih familiar dengan kondisi politik di Indonesia sebagai contoh yang bisa digunakan dalam tulisan ini. Penulis secara pribadi beropini bahwa strategi manipulasi emosional yang dilakukan calon Presiden nomor urut 02 cukup berhasil menarik simpati masyarakat untuk meningkatkan elektabilitasnya, memainkan sisi perasaan dan rasa iba dan berhasil menutupi masa lalu dan sepak terjang perpolitikannya di Indonesia. Dengan kata lain, tidak sedikit masyarakat yang berhasil dimanipulasi.

Bagaimana masyarakat bisa menanggapi informasi yang masuk?

Bisa saja penerima informasi tidak mendapatkan pesan yang jelas sehingga tujuan komunikasi tidak tercapai. Komunikasi yang tidak berhasil pada konteks ini bisa berarti dua hal: memilih untuk tidak menerima sebagian atau seluruh informasi yang diberikan; atau tidak benar-benar dapat memahami substansi yang disajikan.

Selamat bagi kawan-kawan yang tidak mudah atau tidak berhasil termanipulasi. Langkah-langkah untuk menyadari manipulasi atau bahkan berusaha untuk terlepas dari manipulasi ini tentu bukanlah sebuah proses analisis yang singkat dan mudah. Hal yang tetap perlu diingat, proses manipulasi dalam narasi politik suatu tokoh tidak selalu terlihat jelas dan nampak secara literal. Manipulasi dan persuasi adalah hal yang mahfum dalam politik.

Perlu adanya kehati-hatian dalam membaca rencana-rencana kampanye, gagasan dan narasi-narasi tokoh politik, bahasa dan pemilihan kata yang digunakan oleh sang tokoh, perilaku yang dilakukan dan bagaimana dampak yang bisa muncul dari setiap perilaku, dan faktor-faktor lain. Apakah pada pemilihan Presiden 2024 ini kita sedang mencari seorang pemimpin, atau anggota sirkus keliling? Pertimbangkan dengan serius.

Bagaimana jika tujuannya tidak hanya menjadi Presiden?

Pernyataan yang kemudian muncul setelah mengetahui efek dari manipulasi emosi ini adalah adanya kemungkinan efek domino jangka panjang.

Mengulang peryataan sebelumnya tentang manipulasi, tujuan dari manipulasi emosional ini bisa saja bukan hanya untuk memuluskan langkah sang tokoh politik untuk menjadi Presiden. Manipulasi dapat berefek samping lebih lama untuk membentuk tokoh baru — meregenerasi nama baik sang tokoh politik, dan berkemungkinan untuk abai terhadap fakta rekam jejak tokoh tersebut.

Dampak lebih lanjut, kecenderungan untuk menerima informasi tanpa mengkaji ulang informasi yang masuk berpotensi untuk mengultuskan, mengagungkan, membela, obsesi, fanatik, membuat orang-orang lupa bahkan terbiasa, dan pada akhirnya semua kejahatannya pada negara dimaafkan begitu saja.

Apalagi yang dicari dari seorang tokoh politik yang mencalonkan diri menjadi Presiden Indonesia lebih dari 3 kali dengan kekayaan hampir 2,04 triliun dan dapat dikatakan cukup usia untuk memasuki masa pensiun?

Referensi:

  1. Nababan, Willy Medi Christian, Kurnia Yunita Rahayu. (2023). Dua Sisi Kampanye Negatif yang Kian Intens “Menyerang” Capres-Cawapres. Kompas.com. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/11/11/dua-sisi-kampanye-negatif-yang-kian-intens-menyerang-capres-cawapres
  2. Hope, Gillette. (2022). Emotional Manipulation: What It Is and How to Cope. PsychCentral. https://psychcentral.com/health/signs-of-psychological-and-emotional-manipulation
  3. Li, N. P., van Vugt, M., & Colarelli, S. M. (2018). The evolutionary mismatch hypothesis: Implications for psychological science. Current Directions in Psychological Science, 27(1), 38–44. https://doi.org/10.1177/0963721417731378
  4. Noggle, Robert. (2021). Manipulation in Politics. Oxford Press, https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190228637.013.2012
  5. Binekasri, Romys. (2023). Harta Kekayaan Ganjar, Anies, & Prabowo, Siapa Paling Kaya?. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/market/20231214075813-17-497181/harta-kekayaan-ganjar-anies-prabowo-siapa-paling-kaya#:~:text=Prabowo%20Subianto,-Prabowo%20memiliki%20harta&text=Terbanyak%20harta%20Prabowo%20berada%20pada,nilai%20Rp%20275%2C3%20miliar.

--

--

Serikat Mahasiswa Progresif UI
Kolumnar

Memulai langkah pembebasan kaum tertindas dengan membangun gagasan dan gerakan progresif!