Arti Budaya

Memaknai prinsip dasar kehidupan

Aidah
Komunitas Blogger M
7 min readJan 11, 2024

--

Jika diminta untuk mendefinisikan tentang budaya, akan ada banyak orang menyebutkan sesuatu yang berhubungan dengan kesenian. Hal itu tidak salah, karena seni adalah salah satu dari banyaknya unsur budaya, hanya saja jika disandingkan budaya yang sebenarnya, maka hal itu terlalu sempit untuk mendefinisikan luasnya budaya.

Definisi “kebudayaan” yang dikumpulkan A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (2003:73) yang disampaikan Fadlillah (2023) dalam kuliah Dasar-Dasar Ilmu Budaya, disebutkan ada sebanyak 176 definisi.

Lalu bagaimana dengan pernyataan “budaya ngaret” atau “budaya korupsi”? Apakah di antara 176 definisi kebudayaan “ngaret” dan “korupsi” adalah budaya? Pernyataan-pernyataan itu adalah bukti nyata bahwa masih banyak orang yang berpikir bahwa budaya sama dengan kebiasaan.

Memang budaya dan kebiasaan berdampingan, tapi hal itu tidak membuatnya sama. Di antara banyaknya definisi kebudayaan “ngaret” dan “korupsi” tidak pernah mendekatinya.

Dalam KBBI V disebutkan bahwa budaya adalah pikiran atau akal budi. Dikutip dari Syahfril (2023) dalam kuliah Dasar-Dasar Ilmu Budaya, budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan yang dapat diterima oleh akal budi nurani yang dapat memajukan kehidupan manusia.

Sedangkan “ngaret” dan “korupsi” tidak dapat diterima akal budi nurani dan tidak dapat memajukan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, pernyataan “budaya ngaret” dan “budaya korupsi” adalah kurang tepat, karena itu adalah kebiasaan.

Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau kekal (Koentjaraningrat, 2003:73). Lalu, menurut Bekker kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu abhyudaya yang memiliki arti hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba lengkap (Macdonell, 1954).

Sedangkan kata culture yang masih berkaitan dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang artinya mengolah atau mengerjakan; yang berhubungan dengan tanah atau bertani, pengertian tersebut berkembang menjadi “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam” (Koentjaraningrat, 2003:74 dalam Fadlillah, 2023).

Lantas apa budaya itu?

Budaya dapat berwujud; benda-benda fisik, sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola, gagasan, sistem gagasan yang ideologis (Koentjaraningrat, 2003:74-75); nilai-nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial, himpunan unsur-unsur kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 2003:82); jiwa/roh/nurani, pikiran, tindakan/perilaku, atau karya fisik (dalam Fadlillah, 2023). Namun agar lebih jelas, tujuh unsur budaya akan cukup untuk mendefinisikan budaya itu sendiri.

Unsur budaya yang paling umum dan paling dekat dengan manusia yang sering dilupakan oleh manusia ketika berbicara tentang budaya adalah bahasa. Bahasa adalah alat komunikasi manusia satu sama lain, namun setiap daerah pasti memiliki bahasa yang berbeda. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya, dan budaya banyak dipengaruhi oleh bahasa itu sendiri. Kebudayaan tidak dapat terjadi jika tanpa bahasa. Karena dengan bahasa kita akan mengetahui kebudayaan di masyarakat itu.

Unsur selanjutnya, pengetahuan yang berkaitan dengan rasa ingin tahu yang didapatkan melalui indra yang diperoleh dari pengamatan, logika berpikir, intuisi, dan wahyu Tuhan. Setiap lingkungan pasti memiliki himpunan pengetahuan; tentang alam seperti musim, sifat dan gejala alam; tentang tumbuhan dan hewan yang dapat digunakan; tentang sifat-sifat zat yang berfungsi untuk membuat peralatan dan teknologi; tentang tubuh manusia untuk pengobatan—dukun.

Organisasi sosial adalah unsur budaya yang berhubungan dengan kekerabatan juga, hal itu tentu saja berbeda di setiap daerahnya.

Contohnya adalah sistem kekerabatan dan organisasi sosial suku minangkabau yang berbeda dengan suku jawa. Jika di suku jawa, berpusat pada keturunan ayah, maka di suku minangkabau berpusat pada ibu. Jika di suku minangkabau tidak ada kelompok, maka di suku jawa ada kaum ningrat, kaum priayi, dan wong cilik. Hal itu mencerminkan bahwa setiap kelompok masyarakat kehidupannya pasti diatur oleh adat istiadat dan aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana ia hidup dan bergaul.

Dalam kehidupan manusia pasti memiliki sistem peralatan hidup dan teknologi yang akan mendukung aktivitas hidupnya. Jika kita mengamati sejarah, para ahli membagi zaman ke zaman dengan mengamati peninggalan teknologinya, berbagai peralatan dari yang sederhana sampai modern. Peralatan dan teknologi itu merupakan bagian dari kebudayaan fisik.

Unsur budaya sistem mata pencarian hidup berkaitan dengan etnografi untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia. Lima sistem pencarian hidup yang masih tradisional; berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi. Mata pencarian tradisional tersebut saat ini sudah sedikit dilakukan terutama di kota-kota besar, orang-orang banyak menjadi karyawan di kantor untuk memenuhi kebutuhannya.

Sebagian orang berpikir bahwa budaya tidak dapat disandingkan dengan agama, karena banyak kebudayaan yang menjurus pada musyrik. Padahal di Indonesia kebudayaan sangat melekat dalam kehidupan beragama, contohnya adalah “halal bihalal” setiap tahun ketika lebaran yang bahkan di Arab tidak ada. Itu karena “halal bihalal” adalah budaya di Indonesia yang kebetulan memiliki unsur religi. Tapi ketika, dilakukan ritual semacam Pakan Talun dari suku Dayak Tunjung yang memberi makan hutan, hal itu dikatakan musyrik, padahal itu adalah kebudayaan suku Dayak Tunjung.

Budaya adalah segala aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Yang dimaksud kebutuhan rohani adalah agama, adat dan seni (dalam kuliah Armini, 2023). Oleh sebab itu kesenian termasuk dalam unsur kebudayaan, termasuk seni rupa, seni relief, seni ukur, seni lukis, seni rias, dan lain-lain.

Seni erat kaitannya dengan rasa keindahan yang dimiliki manusia. Dalam perkembangannya ada seni tradisional dan seni modern, dan dewasa ini seni tradisional kurang dilirik oleh para generasi muda yang seharus menjadi penerusnya karena dinilai membosankan dan tidak keren.

Bicara tentang generasi muda, budaya adalah sebuah tongkat estafet yang seharusnya diterima oleh generasi muda dan dibawanya agar dapat diteruskan lagi kepada generasi selanjutnya, sehingga budaya asli tidak hilang.

Tapi dengan ada globalisasi, budaya asli memudar karena pengaruh budaya asing, atau yang lebih parah adalah menghilang. Yang membuat ironi adalah budaya tidak diketahui oleh masyarakat budaya tersebut. Hal itu sering terjadi di daerah-daerah multikultural.

Budaya itu bersifat subjektif, dengan kata lain relatif dan tergantung dengan sudut pandang orang-orangnya atau masyarakatnya. Oleh karena itu, muncul istilah multikultural untuk menyempurnakan budaya yang kurang selaras dengan akal budi nurani orang-orangnya atau masyarakatnya (dalam kuliah Syahfril, 2023).

Daerah yang menarik untuk dibahas terkait multikultural adalah Banten. Banten adalah provinsi yang sebelumnya bagian dari provinsi Jawa Barat, oleh sebab itu budaya di Banten memiliki unsur kesunda-sundaan yang kental. Tapi ada banyak suku betawi dan suku jawa yang juga tinggal di Banten.

Oleh sebab itu bahasa di Banten dapat dikatakan ragam; Jawa Serang, Sunda Banten, dan Betawi Tangerang. Akan tetapi, bahasa Jawa Serang berbeda dengan bahasa Jawa lain, bahasa Sunda Banten tidak sama dengan Sunda Kasar, dan bahasa Betawi Tangerang yang bercampur dengan bahasa Sunda.

Di tengah-tengah pesatnya perkembangan zaman di kota besar seperti Tangerang, banyak masyarakatnya yang tidak menyadari apa sebenarnya bahasa asli mereka. Banyak juga yang dengan mudahnya mengatakan bahasa di Tangerang adalah Sunda Kasar, padahal bahasa Sunda yang digunakan masyarakat Tangerang berbeda dengan bahasa Sunda Kasar karena memiliki unsur bahasa Betawi di dalamnya.

Kesadaran masyarakat akan budaya, akan mendukung keberlangsungan budaya masyarakat itu sendiri. Lantas, apa pentingnya budaya dalam masyarakat?

Kemajuan negara tidak tergantung pada usia negaranya, tidak juga tergantung dengan sumber daya alamnya, bukan karena RAS atau warna kulit. Melainkan karena sikap, perilaku masyarakat, budaya yang telah dibentuk sepanjang tahun.

Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata mayoritas penduduknya sehari-hari mengikuti atau mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan (dalam materi kuliah Fadlillah, 2023).

Prinsip-prinsip dasar budaya kehidupan (dalam materi Fadlillah, 2023) terdiri dari:

1. Etika sebagai prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, hal itu tidak dapat dilepaskan baik dalam situasi formal maupun non-formal, etika tetap harus diaplikasikan karena dengan masyarakat beretika maka negara akan lebih dihormati;

2. Kejujuran dan integritas. Ada sebuah pernyataan yang hilir-mudik di telinga yaitu “Indonesia krisis orang jujur”. Selain keadilan, kurangnya kejujuran itulah yang mendorong banyaknya disintegrasi di Indonesia;

3. Bertanggung jawab. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang berpikir, yang tidak ada menjadi ada, dan yang ada harus dipertanggungjawabkan. Tapi tidak sedikit manusia yang tidak bertanggung jawab, bahkan untuk hal kecil seperti sampah bungkus permen;

4. Hormat pada aturan dan hukum masyarakat, sayangnya masih banyak orang-orang di Indonesia yang beranggapan “hukum ada untuk dilanggar”, bukannya menghormati hukum orang-orang itu malah menginjak-injak hukum;

5. Hormat pada hak orang atau warga lain, seperti yang sempat disinggung sebelumnya “budaya korupsi” dengan kata lain korupsi masih menjadi kebiasaan orang-orang di Indonesia. Tidak perlu memandang pejabat yang meraup miliaran uang rakyat, lihat saja pada diri sendiri yang masih berharap dosen datang telat dan pulang lebih awal yang sama saja dengan mengharapkan korupsi dan tidak menghormati hak diri sendiri;

6. Cinta pada pekerjaan. Ada sebuah fenomena di media sosial Twitter yaitu karyawan yang mengeluhkan pekerjaannya. Momen jenuh dengan pekerjaan pasti hadir, tapi apakah pekerjaan tersebut dicintai? Ada banyak orang-orang di luar sana yang “terpaksa” melakukan pekerjaan itu karena berbagai faktor, lantas bagaimana caranya mereka mencintai pekerjaan mereka? Dalam hal ini, kesalahan tidak dapat dilimpahkan pada siapa-siapa, hanya faktor-faktor itu tidak lepas dari rendahnya pendidikan, hutang, ancaman, dan sebagainya;

7. Berusaha keras untuk menabung dan investasi, itu memang penting dan bagus. Hanya saja, ada banyak orang yang sulit untuk kehidupan sehari-harinya dan berpikir tidak ada salahnya jika ia berfoya-foya sekali-kali, ada juga orang yang berpikir untuk memberikan self-reward pada diri sendiri yang telah bersusah payah selama ini. Hal-hal tersebut tidak buruk, tapi kadang orang melupakan pentingnya menabung, mereka lupa jika ada sesuatu yang genting maka mereka tidak memiliki asuransi hidupnya. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk menabung masih tipis. Ditambah lagi dengan pengetahuan tentang investasi, dengan adanya kasus afiliator aplikasi investasi beberapa waktu lalu membuat masyarakat yang kurang pengetahuan tidak percaya dengan investasi. Dan sangat disayangkan, masyarakat lebih tergiur dengan janji manis untung instan yang ditawarkan judi online;

8. Mau bekerja keras. Yang paling penting adalah uang makan, jika biaya makan sudah tercukupi maka bekerja tidak perlu terlalu keras. Akan tetapi, hidup manusia tidak akan selalu baik-baik saja, ketika musibah menimpanya, ia akan bingung hendak apa. Itu sebabnya bekerja keras adalah prinsip yang penting.

9. Tepat waktu sering dipandang enteng oleh orang-orang Indonesia, padahal untuk melakukannya mereka selalu kesulitan. Prinsip ini harus ditanamkan pada masyarakat Indonesia sehingga “budaya ngaret” yaitu kebiasaan terlambat dapat musnah dan Indonesia menjadi negara yang lebih teratur.

Budaya begitu luas sampai dapat memengaruhi kemajuan suatu negara. Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat akan budaya harus dibangun. Bukan berarti, masyarakat harus tetap tradisional agar berbudaya, akan tetapi jangan sampai mengatakan budaya kita adalah “korupsi” dan “ngaret”.

--

--

Aidah
Komunitas Blogger M

An Indonesian Literature student of Andalas University, Padang, West Sumatra