Arus yang Menggerus

Eka Putra Sedana
Komunitas Blogger M
5 min readAug 9, 2024
Photo by satria setiawan on Unsplash

Di zaman modern seperti saat ini, arus globalisasi menjadi hal yang tidak dapat dihindari terutama di Desa Adat Banjar Bengkel Sari.

Tumbuh dan besar di desa merupakan hal yang tidak akan pernah aku lupakan. Banyak hal dan pelajaran yang aku dapat selama hidup di desa. Meskipun terkadang aku harus kembali ke kota untuk bersekolah, desa selalu menjadi hal yang aku rindukan. Desa Adat Banjar Bengkel Sari atau biasa disebut Banjar Bengkel memang desa yang cukup jauh dari perkotaan.

Perjalanan dari pusat kota kabupaten ke desaku kurang lebih perlu waktu 45 menit sampai 1 jam. Meski begitu, aku merasa bersyukur karena akses listrik dan jalan sudah cukup baik menuju desaku. Namun, ketersediaan air bersih memang masih minim dan air PAM belum mampu menggapai desaku.

Oh, ya. Mungkin orang-orang akan kaget mengapa nama desaku tersebut cukup unik. Aku pun tidak mengetahui pasti bagaimana latar belakang desaku bernama Desa Bengkel Sari. Karena ditarik dari bahasa Bali Kuno, tidak ada satu pun kata yang mendekati kata “Bengkel”.

Masa kecil yang tak akan lekang dalam ingatanku di desa adalah hampir setiap hari aku pergi bersama kakekku untuk pergi ke sawah atau ke kebun. Di Desa Banjar Bengkel ini hampir seluruh penduduk memang bekerja sebagai petani. Mulai dari beras, cengkeh, vanili, dan berbagai jenis buah, seperti kelapa, manggis, sawo, dan durian, menjadi sumber kehidupan yang menopang perekonomian masyarakat saat itu.

Setiap sore hari aku selalu mengikuti Kakek untuk pergi ke kebun atau ke sawah hanya untuk sekadar berjalan-jalan makan angin dan menikmati suasana desa yang asri nan sejuk. Oh, ya. Jika saat itu musim layang-layang, aku dan Kakek akan bermain layang-layang yang aku miliki. Tidak hanya bersama Kakek, aku juga akan bermain layang-layang bersama teman sebayaku hingga menjelang matahari terbenam.

Jika saat pulang dari sawah bersama kakek masih belum terlalu gelap, aku menyempatkan diri untuk bermain bola bersama teman-temanku di depan rumah. Kebetulan di depan rumahku persis terdapat tanah kosong yang dimiliki oleh Desa Adat sehingga dapat menjadi lapangan untuk bermain bola.

Bukan soal itu sebenarnya yang ingin aku bahas, melainkan kekayaan yang dimiliki oleh Desa Banjar Bengkel. Sumber daya alam yang melimpah juga berbanding lurus dengan banyaknya kebudayaan tradisi dan adat istiadat yang sudah turun-temurun dari leluhur di desaku—mulai dari tradisi yang unik dalam kebersamaan masyarakat sampai dengan tradisi yang sedikit mengandung unsur magis dan klenik.

Masyarakat desa yang mayoritas merupakan Hindu sangat menjunjung tinggi kebersamaan dalam seluruh hal. Istilah “Ngayah” atau bekerja secara ikhlas tanpa pamrih menjadi tradisi yang turun-temurun dari leluhur. Seperti misal ketika akan dilaksanakan upacara odalan atau petirtaan Pura Kahyangan di desaku. Seluruh masyarakat akan datang untuk mempersiapkan seluruh sarana dan prasarana upacara agama tersebut.

Ketika hari upacara odalan tersebut dilaksanakan, seluruh warga akan berkumpul di pura dan melaksanakan persembahyangan. Untuk menutup upacara odalan tersebut akan dilaksanakan sebuah tradisi yang bernama Calonarang.

Calonarang sendiri merupakan sebuah pementasan drama teatrikal yang memiliki unsur magis di dalamnya. Biasanya Calonarang menceritakan pertempuran antara pihak yang jahat dan pihak yang baik. Pementasan Calonarang akan bersamaan dengan Sesuhunan Desa akan turun untuk mesolah atau menari. Sesuhunan atau Tapakan di desaku berwujud Rangda dan juga Barong.

Pada akhir pementasan, terdapat satu tradisi yang berbeda dari desa-desa adat lain yaitu “Ngunying”. Istilah “Ngunying” sendiri berarti menusukkan keris yang sudah diupacarai ke tubuh seseorang. Tubuh yang ditusukkan merupakan tubuh orang yang menarikan sesuhunan atau tapakan yang berwujud Rangda. Tradisi ini sangat memiliki daya magis yang tinggi.

Orang yang menggunakan keris akan mengalami kerasukan atau kesurupan sehingga tidak akan sadar bahwa dia menggunakan keris atau menusukkan keris ke tubuh orang. Meskipun tersebut terbuat dari besi asli dan sangat tajam, keris tidak akan mampu menembus tubuh manusia karena sudah melewati upacara yang bernama “Pasupati”.

Dengan banyaknya kekayaan alam dan tradisi kehidupan masyarakat yang telah turun-temurun, saat ini aku sedikit cemas dengan adanya arus globalisasi dengan kehidupan modern masyarakat global yang mampu menggerus kekayaan alam serta tradisi di desaku.

Globalisasi membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Teknologi, informasi, dan modernisasi yang menyertai globalisasi sering kali bertentangan dengan nilai-nilai tradisional yang dipegang teguh oleh masyarakat adat.

Salah satu dampak terbesar globalisasi terhadap desa adat adalah perubahan dalam struktur sosial dan budaya. Arus informasi yang begitu cepat dan mudah diakses melalui teknologi modern seperti internet dan media sosial, membawa pengaruh budaya luar yang sering kali tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal.

Anak-anak muda di desa adat lebih tertarik pada budaya populer dari luar negeri, dan mulai meninggalkan tradisi serta adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Hal ini menyebabkan erosi budaya lokal, ketika tradisi dan nilai-nilai lokal mulai dilupakan dan digantikan oleh budaya asing.

Selain kekhawatiran terkait dengan erosi budaya, kekhawatiranku juga berkaitan dengan kondisi alam di Desa Adat Banjar Bengkel yang saat ini perlahan mulai dijual untuk dijadikan penginapan atau vila. Hal tersebut juga merupakan akibat dari banyak generasi muda desa yang akhirnya memilih untuk keluar desa untuk mencari pekerjaan karena pekerjaan sebagai petani dianggap kuno dan tidak memiliki masa depan yang cerah. Padahal, pekerjaan sebagai petani memiliki penghasilan yang cukup dan mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebagai bagian dari masa muda, aku mendapati diri terjebak dalam sebuah paradoks. Aku mempunyai keinginan untuk melestarikan kekayaan alam dan tradisi desa di satu sisi. Namun, aku juga ingin menjadi bagian dari kemajuan yang diterima dunia dan tidak ingin desa berkembang menjadi sebuah entitas yang berbeda dengan mengorbankan identitasnya. Tidak mudah.

Aku telah bergulat dengan pertanyaan ini selama beberapa waktu sekarang: Bagaimana kita mempertahankan kekayaan alam dan tradisi kita ketika sedang dilanda globalisasi?

Aku pikir ini memerlukan upaya kolektif dari berbagai bidang. Kita perlu menginspirasi generasi muda untuk menghargai nilai-nilai luhur yang melekat dalam tradisi dan adat istiadat kita, dan mengajak mereka untuk mengambil bagian dalam pelestariannya. Ini bukan hanya tentang kita sebagai individu, tetapi tentang meninggalkan warisan bagi mereka yang datang setelah kita; sebuah warisan yang kaya akan warisan budaya dan kearifan yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Selain itu, pemerintah juga harus berfokus dan membantu desa adat dengan melibatkan ekonomi kreatif dari pengembangan kearifan lokal, penyediaan infrastruktur yang layak, dan penguatan desa adat sebagai tempat wisata budaya.

Penting bagi masyarakat adat untuk beradaptasi dengan kondisi saat ini tanpa kehilangan identitas unik mereka. Kearifan lokal harus dipadukan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Perpaduan ini akan mendorong inovasi dan menghasilkan solusi efektif dalam menghadapi tantangan yang mungkin mengadang. Baik yang lama maupun yang baru mempunyai banyak hal untuk ditawarkan, asal saja kita mau mendengarkan.

Kewajiban melestarikan kekayaan alam dan tradisi di desa adat bukan hanya tanggung jawab masyarakat adat itu sendiri, melainkan tanggung jawab kita semua. Kita harus berkolaborasi dalam menjaga warisan budaya bangsa—mempertahankan kelangsungan hidup dan memastikan warisannya kepada anak cucu merupakan tanggung jawab kita.

Globalisasi tidak bisa dihindari, tapi bisa dikendalikan. Dengan semangat persatuan dan kerja sama, kita mempunyai kekuatan untuk menyalurkan aliran ini agar desa adat dapat memperoleh manfaat sekaligus melestarikan kekayaan alam dan tradisinya. Desa Adat Banjar Bengkel Sari harusnya berdiri sebagai mutiara unik yang tersembunyi karena kekayaan alam dan budayanya yang tak terjamah oleh kerusakan modernitas yang kerap melenyapkan keunikan tersebut sebagai bagian dari alirannya yang tiada habisnya tanpa batas.

--

--