Astrologi dan Efek Barnum

Jovanka Rachel
Komunitas Blogger M
3 min readJun 9, 2020

Terkadang rasanya menyenangkan saat menemukan validasi diri. Kemudian timbul keinginan untuk eksplorasi lebih jauh terkait watak pribadi, meninjau tindakan masa lampau yang ternyata relevan dengan persona zodiak. Pertanyaan tak terjawab soal hadirnya sifat-sifat tertentu sejak kanak-kanak pun layaknya tersahkan.

Malam ini rencananya saya habiskan dengan mengamati film asal Jepang, Kasane: Beauty and Fate, yang menampilkan tentang pengaruh privilege dalam hidup perempuan. Apik sekali hingga saya melupa akan kehadiran sang gawai. Setelah selesai, saya berniat untuk menuangkannya dalam tulisan. Lalu membuka notifikasi untuk melihat keadaan.

Terpampang berbaris tulisan dari sebuah akun religi yang dikirimkan seorang teman. Singkatnya, dikatakan kalau astrologi bertentangan dengan Allah. Pikiran saya pun teralih dari privilege ke astrologi. Kemudian saya balas dengan paragraf cukup panjang untuk menjelaskan kenapa saya ‘mensahkan’ pemikiran berbasis bintang itu dalam hidup saya.

Menurut pandangan pribadi, saya melihat zodiak sebagai usaha untuk memahami diri sendiri dan sekitar. Sering kali, ciri zodiak yang saya baca sangat relevan dengan watak yang saya miliki. Mengulas kejadian hidup, kemudian dikaitkan dengan sifat zodiak. Seperti tersadar akan pilihan yang saya ambil dalam menjalani kehidupan. Meski begitu, perlu diingat kalau melihat perilaku manusia, tentu ada berbagai aspek yang menpengaruhinya. Baik yang disadari maupun tidak.

Menurut saya tidak ada fenomena sosial yang hanya disebabkan oleh satu hal. Begitu pula dengan zodiak, kita tidak bisa mengeneralisasi manusia lain hanya berdasarkan zodiaknya saja. Sama kaitannya dengan introvert dan ekstrovert.

Hal ini berbeda dengan horoskop yang ditemui dalam majalah atau website. Entah atas dasar perhitungan apa, mereka bisa mengetahui skema percintaan maupun keuangan zodiak setiap harinya. Setidaknya untuk membuat orang percaya, suatu hal harus dialami oleh diri sendiri dulu. Atau kalau memang mau memahami, paling tidak hal tersebut sudah dialami oleh sekelilingnya.

Secara personal, hal yang terjadi di masa depan tidak bisa begitu saja diprediksi dengan gamblang menggunakan perasaan. Apapun itu mediannya.

Tapi, saya jadi penasaran. Apa sebenernya yang membuat manusia mevalidasi hal seperti ini?

Jawabannya Barnum Effect. Manusia memiliki tendensi untuk membuat suatu statement yang dapat digeneralisasi terhadap semua orang. Dimana, menurut eksperimen yang dilakukan Forer (1949) mendapati bahwa manusia dapat dengan mudah mempercayai sesuatu yang samar atau sepele soal kepribadian.

Efek ini ditemukan pada orang yang memberikan kendali diri pada ekternalnya dan juga orang dengan kepercayaan diri rendah. Ini menurut Rogers dan Saule di tahun 2009. Adapun dampak positif yang diberikan dari pemahaman akan zodiak ini adalah peningkatan perfoma akademik dan memori, konsistensi perilaku, serta penurunan kecemasan.

Kekuatuan astrologi tergantung seberapa besar kita mempercayai. Pandangan soal bagaimana ‘sebenernya’ kita berperilaku dapat mempengaruhi persepsi orang lain. Zodiak Scorpio misalnya, dianggap sebagai zodiak yang melihat sesuatu secara detil. Libra yang impulsif. Atau Capricorn yang terlalu banyak berpikir.

Namun, melihat zodiak juga bisa membuat kita secara sadar atau tidak sadar mengikuti ekspetasi yang diberikan. Nah, kalau ini tergantung pribadi masing-masing. Apa ada sifat yang baru dilakukan setelah melihat personifikasi zodiak? Atau memang sudah dilakukan lalu tervalidasi dengan zodiak?

Ada banyak sekali paham di dunia ini yang tidak terhitung banyaknya, dari yang mendunia hingga yang hanya diketahui oleh sekelompok orang. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan hal-hal tersebut. Biasanya pun penjelasan yang diberikan dari zodiak-zodiak ini mencakup baik dan buruk. Jadi kalau memang pemikiran ini bisa meningkatkan aktualisasi diri, kenapa tidak? Asalkan tidak menjadikannya teori konkrit.

--

--