Belajar Stoikisme dari Semangkuk Mie

Kita yang punya kendali atas diri kita sendiri

Devito Putra
Komunitas Blogger M
4 min readJul 3, 2024

--

Photo by Miles Burke on Unsplash

Suatu hari, saya sedang pergi ke warung kopi di dekat rumah. Melihat tumpukkan mie sangat menggugah selera makan saya. Rasanya, sayang sekali kalau pergi ke warung kopi tanpa memesan mie. Saya pesan 2 bungkus mie goreng beserta telur dan sayur. Ekspektasi akan nikmatnya menikmati mie goreng tak bisa dihindarkan. Membayangkan bagaimana lezatnya mie goreng dengan tambahan telur dan sayur membuat saya tidak sabar menunggu si Teteh penjaga warung selesai memasaknya.

Ketika semangkuk mie itu datang, alangkah terkejutnya saya. Bagaimana bisa, saya pesan mie goreng, namun diberikan kuah? Teori apa yang mendasari bahwa mie goreng bisa diberikan kuah? Disitu saya benar-benar merasa kecewa, saya tersentak sejenak, tapi tak lupa bilang terima kasih setelah si Teteh memberikan semangkuk mie itu.

Photo by Wicliff Thadeu on Unsplash

Sembari meratapi nasib buruk atas mie goreng yang sudah terlanjur diberikan kuah, tiba-tiba saya teringat akan filsafat Stoikisme. Saya tidak akan menjabarkan apa itu Stoikisme, bagaimana menerapkan Stoikisme dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya. Saya hanya ingat, dulu saat masih duduk di bangku SMP, saya pernah baca buku Filosofi Teras. Buku yang didasari oleh ajaran Stoikisme.

Salah satu ajaran yang saya ingat adalah soal pengendalian diri. Kita sebagai manusia memegang penuh kendali atas diri kita sendiri, bagaimana kita bertindak, bagaimana kita berpikir, dan bagaimana kita menanggapi suatu masalah adalah kendali yang bisa kita pegang. Jadi, tindakan menyakitkan yang orang lain lakukan terhadap kita akan terasa biasa saja jika kita mampu mengendalikan diri kita. Kegagalan yang kita hadapi, tidak akan begitu menyedihkan karena kita bisa mengendalikan diri untuk senantiasa berjuang kembali.

Balik lagi ke mie goreng, ada beberapa reaksi yang bisa saya berikan ketika mie goreng dikasih kuah itu datang di hadapan saya.

Pertama, saya akan marah-marah karena mie yang dihidangkan tidak sesuai ekspektasi saya.

Kedua, saya berfikir bahwa mie goreng dikasih kuah adalah inovasi terbaru dari warung kopi itu. Toh, rasanya juga tidak terlalu buruk, tetap seperti mie goreng.

Jika saya memilih opsi 1 sebagai tanggapan atas kekecewaan yang saya alami, saya akan merusak hari si Teteh dan membuat gaduh se isi warung kopi. Tentu pilihan yang kurang bijaksana.

Jika saya memilih opsi 2 sebagai tanggapan atas kekecewaan yang saya alami, saya tetap akan dapat mie goreng, meskipun kecewa karena ada kuah di mie goreng. Saya rasa ini masih kurang tepat, saya juga patut bertanya soal mie goreng dikasih kuah ini.

Hingga, ada opsi 3. Opsi yang saya pilih. Setelah mie itu hadir dihadapan saya, saya menelaah dulu.

“ini benar mie goreng kan ya? Atau jangan-jangan salah buat si Teteh.” tanya saya dalam hati.

Setelah memastikan bahwa itu adalah mie goreng yang dikasih kuah, saya lantas bertanya dengan sopan kepada si teteh.

“Maaf Teh, mie gorengnya emang dikasih kuah ya?”

“iya bang, saya bikin agak nyemek, lebih enak, cobain aja.” Jawab si Teteh.

Akhirnya saya mendapatkan pencerahan. Setelah saya nikmati kembali mie goreng tersebut, rasanya tetap mie goreng. Tapi, menurut saya masih kurang tepat jika disebut mie nyemek karena terlalu banyak air yang diberikan si Teteh. Namun, mendengar jawaban si Teteh membuat saya paham. Si Teteh benar-benar ingin memberikan yang terbaik dengan memberikan jenis yang berbeda dari mie goreng pada umumnya.

Disitulah saya tetap memakan mie goreng yang telah dibuat si Teteh. Tidak terjadi keributan karena kontrol diri yang saya lakukan. Tidak ada yang tersinggung karena sikap yang saya berikan. Semuanya tetap berjalan seperti biasa, saya makan mie, lalu si Teteh melanjutkan pekerjaannya kembali.

Photo by Tadeusz Lakota on Unsplash

Pada hakikatnya, manusia tidak akan luput dari kesedihan, kegagalan, dan kekecewaan. Maka dari itu, penerapan ilmu filsafat Stoikisme ini dapat membantu kita untuk memberikan tindakan dan sikap yang lebih bijaksana. Cukup pahami, bahwa kendali penuh ada dalam diri kita. Selebihnya adalah hal-hal diluar kendali kita. Cukup pahami itu.

Dari situ, hidup setidaknya akan terasa sedikit lebih damai.

Saya sangat terbuka dengan kritik, saran, dan masukan untuk tulisan saya kedepannya. Mohon disampaikan!

Ingin kenal lebih jauh? Silahkan hubungi Instagram saya @devitopps

--

--

Devito Putra
Komunitas Blogger M

Penulis amatir yang sedang belajar menyampaikan gagasan lewat tulisan. Terbuka atas segala kritik, saran, dan masukan. Kenali saya di Instagram @devitopps.