Better Everyday : A Begining of Fatherhood

Tutorial jadi Bapak-bapak beranak yang baik itu jarang didapatkan di Internet, tulisan ini (tidak terlalu) bermaksud membawa Anda ke arah sana.

Nabil
Komunitas Blogger M
5 min readOct 16, 2022

--

ayah dan anak mendaki gunung
Photo by Iuliia Boiun on Unsplash

Syahdan, sudah sekitar satu bulan, Istriku melahirkan. Momen yang lumayan menegangkan dan campur aduk. Rasa deg-degan, bahagia, sedih, lucu, bercampur saat itu.

“Ini harus gimana buuuu?” Istriku berteriak sambil mengedan. Ini pengalaman pertamanya

“Ngedennya arahin ke perut bu, bukan, bukan di tenggorokan, di perut bu, di perut!” Kata bidan yang menolong persalinannya

“HAAAH? MAKSUDNYA GIMANA? YANG JELAS DONG!” Istriku malah mengomel.

“IYA, IBU NGEDENNYA YANG BENER BU, JANGAN DI TENGGOROKAN, ARAHIN KE PERUT!” Bidannya tak kalah tegang, memarahi istriku balik.

Aku yang saat itu mendampingi persalinannya, ikut tegang. Sembari memegang tangan istriku, aku mencontohkannya, tarik nafas dan mengarahkannya ke perut

Dan…

Anakku yang pertama, lahir, saat aku menahan nafas di perut pada detik ke 8. Ya, walau ngedan ku gak ngaruh, tetapi sepertinya energi dan dukungan moralnya sampai kepada Istriku, sehingga Anakku lahir dengan selamat.

Sebuah Permulaan Perjalanan Resmi menjadi Bapak-bapak

Setiap Anak yang lahir ke dunia, tidak pernah memilih siapa orang tuanya, dimana dia dilahirkan dan fasilitas apa yang dia ingin dapatkan. Bahkan kehidupannya tidak pernah dia pilih.

Ibu dan Ayahnya lah yang memilih siap bertanggung jawab, sejak awal, ketika mereka memutuskan untuk menikah dan kawin.

Ketika anakku lahir pun, terbersit dalam pikiranku, sebenarnya ketika anak tersebut lahir, apa artinya dalam hidupnya dan hidupku?

Untuk hidupnya, dalam usia sekecil itu, tak bisa diajak bicara dan kerjanya mencari ASI, buang air dan tidur, pastinya tak ada pikiran “Mengapa aku dilahirkan?”, “Untuk apa aku hidup?”, “Darimana asalku dan Kemana tempat kembaliku?”

Kehidupannya, tak jadi tanggung jawab dirinya, setidaknya sampai dia bisa diajak berfikir dan mencapai usia baligh.

Kehidupannya menjadi tanggunganku, dan itu menambah satu arti lagi dalam hidupku, artinya : Amanahku bertambah, posisiku berubah, tak hanya jadi suami tetapi Ayah yang kelak jadi role model pertama dalam hidupnya.

Menjadi Ayah

Saat anakku belum lahir, tidak ada masukan dari siapapun tentang “Bagaimana menjadi Ayah baru” yang baik.

Ibuku saja hanya berpesan, “Kamu mau jadi Ayah, carilah pekerjaan yang bayarannya pasti perbulannya”. Aku hanya angguk-angguk saja. Masalahnya, kemarin Aku merasa sudah nyaman dengan imbalan bisnis dan mengerjakan Proyek.

Ketika si kecil datang, barulah terasa. Kalaulah tidak ada pegangan darurat dan tidak dibantu keluarga, keluarga kecil barumu itu kemungkinan bisa sempoyongan lantaran mesti beradaptasi dengan kondisi baru dan krisis:

Kamu harus siap begadang

Kamu harus siap kelelahan

Kamu harus siap bersabar karena kemungkinan kesehatan mental istrimu terganggu juga karena kelelahan.

Kalau kamu tidak mau merepotkan ayah, ibu dan mertua, kamu harus siap meninggalkan kesibukanmu.

Itu mungkin yang menjadi alasan, di beberapa Negara maju, Jepang misalnya, untuk keluarga kecil, seorang Ayah bisa diberikan cuti hingga setahun. Dan diberi tunjangan.

Memang di beberapa Negeri dengan budaya primordial dan kekeluargaan yang kuat, Ayah hanya diberikan cuti sebentar. Arab Saudi misalnya hanya diberikan sehari. Sedang Indonesia diberikan dua hari.

paternity leave around the world
Paternity Leave, di seluruh dunia. Grafik ini dipublikasikan tahun 2012 tahun lalu, Jepang disini tidak mencantumkan cuti melahirkan untuk ayah, karena sangat tidak populer disana padahal telah di tetapkan semenjak 2007, pencipta: Column Five.

Selain dikagetkan oleh hal tadi, Banyak hal baru yang kutemukan saat menjadi Ayah, yang membuatku jadi banyak belajar.

Semua dipelajari mulai dari awal, mulai dari menggendong, memakaikan pakaian, cara berkomunikasi sampai keterampilan manajemen waktu.

Mungkin saat kau temukan tulisan ini dan kamu berencana menjadi Ayah. Aku hanya berpesan : Jangan takut jadi Ayah. Pastikan saja kamu berkomitmen untuk siap bertanggung jawab terhadap segala sesuatu apapun yang dibebankan padamu.

Banyak keajaiban, seperti kataku tadi diatas, anakmu tak pernah merencanakan untuk hidup. Dan perlu juga kau ingat, walau kau bertanggung jawab, kamu tak harus memikul semua beban. Cukup tanggung jawab terhadap apa yang dibebankan padamu.

Mungkin sebagian kita sempat ada fikiran takut menjadi orang tua dengan pikiran “Hari ini saya hidup pas-pasan seperti ini, Anak saya mau dikasih makan apa?” atau “Sayanya masih ngerasa belum pantas jadi orang tua. Jadi Orang tua itu berat.”

Ketika kau diuji dengan kondisi Ekonomi yang pas-pasan, ingatlah, yang memberi keluargamu hidup yang akan mencukupinya. Sebelum aku menikah, banyak yang menceritakan hal tersebut padaku dan aku pun merasakan hal yang tersebut.

Di bulan saat anakku akan lahir, pemasukanku tertahan, bahkan sampai sekarang belum keluar. Namun bantuan datang dari mana saja, yang Dia kehendaki. Aku pun tak pernah mengira akan hadir bantuan seperti itu. Tiba-tiba saja ada orderan dari bisnis buku yang kujalani dengan kuantitas yang banyak. Bantuan pun datang dari saudara-saudara yang turut berbahagia merayakan kelahiran anakku.

Pun, ketika kau merasa belum pantas menjadi orang tua, sejalan dengan perjalanan memiliki Anak, jika memang niatmu tulus, aku yakin akan banyak hal yang akan mendewasakanmu. Karena, ketika Kamu memutuskan untuk menikah, maka disitu pula kamu telah menyatakan siap untuk bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang ada di dalamnya yang dibebankan padamu.

Ingat, Tuhanmu tak pernah menyia-nyiakan janji yang tulus.

Janjimu dihadapannya bernilai besar. Maka, melangkahlah. Di perjalanan, Dia yang akan menguatkanmu.

Memiliki Anak

Memiliki anak atau tidak memiliki anak, tidaklah mengubah nilai pernikahan yang telah diijab qabulkan. Bahkan, nilai pernikahanmu akan diuji ketika memiliki anak.

Dalam pernikahan, yang banyak orang tidak tahu dan lalai terhadap nilai utamanya ialah bahwa pernikahan itu mempersatukan dua jiwa untuk semakin meningkatkan kualitas kehambaannya dihadapan Sang Pencipta. Atau sederhananya Menikah itu Ibadah.

Tidak ada pernikahan yang mudah. Semua punya ujiannya masing-masing.

Umumnya, orangtua bahagia memiliki anak. Nampaknya sudah sejak Nabi Adam a.s hal tersebut terjadi. Namun, menurutku memiliki anak bukanlah hal yang mesti terus dibangga-banggakan. Selanjutnya orangtua mesti fokus memikirkan bagaimana mereka memenuhi kewajibannya pada anaknya.

Kewajiban Orangtua terhadap anak adalah menafkahinya dengan layak dan mendidiknya dengan baik, sehingga saat anak tersebut mencapai usia dewasa tercapailah maksud dari usia dewasanya tersebut yaitu menjadi dewasa; mampu membedakan yang benar dan yang salah, serta memiliki kepekaan terhadap kepantasannya menjadi manusia yang mampu memanusiakan manusia.

Bila kewajiban tersebut terpenuhi, Insyaa Allah, harapan-harapan orangtua mempunyai anak yang berbakti dan mau mengurusinya di saat tua, bisa tercapai.

Namun, kembali lagi, itu bukan yang utama. Tetap saja, yang perlu dicapai adalah bagaimana nilai utama dari pernikahan, yaitu menjadikan hamba-hamba yang berada di bahtera pernikahannya tersebut menjadi hamba yang berkualitas dihadapan Allah SWT, bisa terwujud.

Ya, mungkin tulisan ini kusudahi dulu. Ceritanya juga baru sebulan. Keseruannya baru sebentar. Do’akan kami semoga selalu diberkahi.

Mudah-mudahan ini dapat membantu para calon ayah dan ayah yang kini sedang dilanda rasa was-was dan khawatir terhadap keberlangsungan bahtera rumah tangganya yang mungkin sedang dilamun gelombang tinggi dan angin kencang, bersiap mengantisipasi datangnya badai.

Untuk para calon ibu dan ibu yang juga sedang membersamai Suaminya bertarung dengan gelombang, silakan bagikan tulisan ini.

Do’a terbaik bagi kalian pasangan-pasangan yang sedang berumah tangga, mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kalian berkah dan dapat berdampak kepada perubahan Negeri ini, menuju Negeri Gemah Ripah Loh jinawi, Tata Tentrem Kerta Raharja. Aamiin.

--

--

Nabil
Komunitas Blogger M

Word Scavenger | Marketing Enthusiast | mostly wrote in Bahasa | instagram @tsaabit.id