Gangguan Afektif Bipolar

Di diagnosis Bipolar! Sesuatu yang sulit untuk di percaya, namun begitulah realitanya.

Rizky Rianto
Komunitas Blogger M
4 min readApr 18, 2024

--

Foto oleh Danie Franco di Unsplash

Awalnya aku juga tidak menyangka hal itu bisa terjadi. Aku merasa tidak ada sesuatu yang aneh padanya. Seakan baik-baik saja. Namun siapa yang tahu keadaan seseorang, bisa saja ia memperlihatkan hal paling bahagia dan menahan hal yang menyakitkan untuk dirinya sendiri.

Kabar ini sampai padaku 1 bulan yang lalu melalui pesan whatsapp dari teman dekatku.

“R…. sakit!”
“Bipolar”

Kemudian dilanjutkan forward message sebuah foto yang menunjukkan hasil tes dari RS “Bipolar affective disorder” Aku pun bertanya apa yang terjadi padanya. Hal apa yang bisa membuat keadaan ini terjadi. Rentetan peristiwa seperti apa yang menyebabkan ia di diagnosis gangguan bipolar.

Selain itu, temanku juga mengirim screenshoot berisi percakapan mereka berdua. Aku cukup terkejut ketika membacanya. Apa aku juga mengidap gangguan ini atau perasaanku saja?

Gangguan bipolar merupakan masalah kesehatan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati, energi, tingkat aktivitas, konsentrasi, dan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Pengidap yang sebelumnya merasa sangat gembira namun bisa saja secara tiba-tiba berubah menjadi sangat sedih dan putus asa. Perubahan suasana hati ini dapat memengaruhi pola tidur, tingkat energi, aktivitas, perilaku, dan kemampuan berpikir pengidapnya.

Penyebab gangguan bipolar ini belum diketahui secara pasti. Namun, gangguan bipolar ini diduga terjadi akibat faktor genetik. Selain itu, faktor gaya hidup dan lingkungan sekitar juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami bipolar.

Gejala bipolar ini meliputi fase mania yang berlanjut menjadi fase depresi berat. Pada fase mania terjadi, pengidap akan terlihat sangat bersemangat, antusias, enerjik, dan bicaranya cepat. Sementara itu, pada fase depresi, mereka akan terlihat sedih, lesu, dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang sehari-hari ia lakukan.

Sumber : Halodoc

Awal mengapa ia di diagnosis mengidap bipolar karena ia ingin membuat surat keterangan jiwa (SKJ) sebagai syarat melamar pekerjaan. Dari cerita yang ia sampaikan dua hari lalu ketika aku dan pacarku mengunjunginya.

Alasan mengapa ia bisa mengidap ini adalah perasaan masa lalu yang belum usai. Ia juga menjadi salah satu korban bullying semasa sekolah dulu. Selain itu, faktor keluarga (broken home) dan asmara juga yang membawanya sampai mengidap bipolar.

Ia juga bercerita bagaimana kondisinya ketika ia mengidap bipolar ini. Ketika fase depresi, kepalanya serasa sesak dan banyak suara-suara yang tidak berhenti berbicara. Memintanya untuk bunuh diri dan lainnya. Ia pun kesulitan untuk tidur. Ia juga mulai berhalusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir.

siloamhospitals

Sekilas aku merasa ini seperti skizofernia. Tapi entahlah. Selain itu, ia juga menyampaikan pernah melakukan percobaan bunuh diri setidaknya sebanyak 3 kali. Ia juga mulai tidak memperhatikan dirinya dan sekitar. Seperti mengurung diri, kurang merawat diri dan membiarkan kamarnya sangat berantakan.

Dari ceritanya sebenarnya Ia menyadari lebih awal bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Namun ia masih takut untuk mencoba berobat. Perasaan trauma yang belum sembuh ia timbun lama. Hingga gangguan ini terjadi padanya.

Aku terus mendengarkan dan mulai mengidentifikasi bagian mana saja yang serupa aku alami. Dan ya sebagian besar aku juga mengalaminya. Beberapa di antaranya : semangat bisa melakukan berbagai macam dalam satu waktu. Merasa punya ide brilian yang sangat antusias untuk diceritakan. Aku juga pernah tidak memiliki gairah menjalani rutinitas harian. Menjadi sulit tidur dan banyak tidur di siang hari. Tidak merawat diri (tidak mandi 3 hari berturut-turut), rusaknya pola makan.

Tapi terlepas benar tidaknya aku mengidap gangguan ini. Aku juga tidak tahu. Dulu aku pernah mencoba konsultasi dengan psikolog. Waktu itu aku hanya berkonsultasi tentang kecemasan yang aku alami saja. Tidak begitu mendalam namun cukup untuk aku mengetahui apa yang sedang dialami. Emosi lalu yang kian menumpuk padahal belum usai. Aku juga bingung untuk mengidentifikasi apa yang aku alami ini termasuk trauma atau bukan? Atau aku saja yang berlebihan. Entahlah…

Permasalahan kesehatan mental sendiri mungkin untuk beberapa orang dianggap sepele. Terlebih jika lingkungan yang memang sangat tabu akan hal ini menganggap aneh gangguan ini. Mungkin dianggap berlebih-lebihan. Padahal keadaan mental setiap orang berbeda-beda. Apa yang kita anggap mampu dan bisa. Mungkin di beberapa orang hal itu terasa sulit untuknya.

Itulah mengapa menahan untuk berbicara dan mulai mendengarkan menjadi sesuatu yang dibutuhkan pengidap. Karena tidak semua pengidap bisa menceritakan apa yang ia rasakan. Terlebih jika rasa percaya pernah dikecewakan.

Apa kamu juga mengalaminya? semoga lekas membaik.

--

--

Rizky Rianto
Komunitas Blogger M

Suka mengembara dalam pikiran, menikmati imajinasi dan bila sempat, menulis disana.