Budaya Kerja Yang Radikal dari Netflix!

Langkah Gila yang Ditempuh Netflix

Van Winata
Komunitas Blogger M
6 min readJan 10, 2021

--

No Rules Rules karya Reed Hasting, salah satu pendiri, dan Erin Meyer menceritakan sebuah perusahaan layanan streaming yang saat ini sudah punya 183 juta palanggan di seluruh dunia, menjadi tempat bekerja paling diminati di Silicon Valley, bahkan pernah memenangkan penghargaan Oscar, Netflix telah menjadi salah satu start-up paling sukses di abad kedua puluh satu.

Netflix berawal dari langganan DVD lewat email yang bertransisi menjadi layanan streaming. Netflix diluncurkan pada tahun 1998 dan berjalan cukup baik. Setelah tiga tahun, itu memiliki 400.000 pelanggan. Namun, Netflix menemui masalah. pada tahun 2001, gelembung internet pertama meledak. Ratusan perusahaan rintisan Silicon Valley gagal dan harus dilikuidasi. Netflix juga terkena dampak: pendanaan modal ventura perusahaan terputus. Akibatnya, Netflix harus merumahkan sepertiga tenaga kerjanya.

Tahun sebelumnya, Reed Heasting, salah satu pendiri Netflix pada tahun 2000 mendatangi CEO Blockbuster untuk menawarinya membeli Netflix seharga 50 juta Dollar, namun di tolak.

10 tahun kemudian Blockbuster bangkrut karena gagal mengimbangi Netflix yang sekarang sudah punya acara originalnya sendiri.

Apa yang membuat Netflix bangkit setelah pemecatan di tahun 2001 hingga berjaya seperti sekarang?

Hastings telah mempelajari beberapa pelajaran dari perusahaan sebelumnya tentang menjalankan perusahaan baru, dia dengan bebas mengakui bahwa Netflix bukanlah tempat yang bagus untuk bekerja. Tapi, setelah terjadi pemecatan itu, justru malah terjadi ledakan kreativitas bagi karyawan yang dipertahankan. Pekerjaan mereka lebih cepat selesai dengan orang yang lebih sedikit. Secara keseluruhan performa mereka jadi lebih baik.

Pemecatan ini memberi pemahaman tentang motivasi dan tanggungjawab pemimpin. Dengan adanya karyawan yang sangat berbakat, itu akan membuat lingkungan pekerjaan jadi lebih baik dan dapat meningkatkan standar karyawan, juga jadi lebih menyenangkan di saat bekerja bersama orang-orang yang padat bakat.

Hal ini dibuktikan dalam sebuah studi tentang perilaku menular yang dilakukan di Universitas New South Wales di Australia. Kelompok siswa yang telah disusupi dengan satu aktor berperilaku buruk berkinerja lebih buruk dari tim lain sebesar 30 hingga 40 persen.

Apa yang dilakukan Netflix untuk mempertahankan dan menarik orang-orang dengan bakat luar biasa? Sederhana, bayar gaji mereka. Satu orang dengan bakat luar biasa yang digaji sangat tinggi akan memberikan nilai lebih baik bagi perusahaan daripada membayar beberapa karyawan biasa dengan gaji standar. Bill Gates bahkan bilang bahwa satu teknisi terbaik dapat memberikan seratus kali lipat nilai bagi perusahaan ketimbang memperkerjakan beberapa teknisi.

Erin Mayer, selaku Co-Author dan juga konsultan di Netflix saat pertama kali memulai kerjanya dia harus memberi pidato konferensi di depan 400 manajer Netflix di seluruh dunia. Mayer hanya menjawab pertanyaan mereka yang mengangkat tangan, namun salah seorang peserta konferensi menginterupsi dan berkata caranya ini membuatnya tidak menghargai perbedaan kultur. Mayer menyadari mungkin mengangkat tangan untuk berbicara bukan kultur yang umum di beberapa negara. Akhirnya dia menunjuk langsung tiap negara untuk memberikan masukan.

Di Netflix, keterusterangan yang radikal adalah bagian penting dari budaya perusahaan. Misalnya, sangat umum bagi orang untuk secara langsung menentang atasan mereka dalam rapat jika mereka tidak setuju.

Mampir dengan santai ke meja seseorang untuk mengatakan kita mengira mereka bersikap defensif dalam email tidak hanya dinormalisasi - justru seperti yang diharapkan. Faktanya, di Netflix, jika kita tidak angkat bicara saat kita tidak setuju, itu seolah-olah kita sengaja tidak setia kepada perusahaan. kita dapat membantu bisnis menjadi lebih baik, tetapi kita memilih untuk tidak melakukannya.

Banyak organisasi memiliki tinjauan kinerja tahunan, di mana manajer memberikan umpan balik secara individual kepada bawahan langsung mereka. Di Netflix, karyawan didorong untuk memberikan umpan balik setiap saat, tidak hanya setahun sekali. Namun lebih dari itu, karyawan didorong untuk memberikan umpan balik kepada atasannya, bahkan lebih dari sebaliknya. Itu karena semakin tinggi kita dalam suatu organisasi, semakin besar kemungkinan kita melakukan kesalahan yang berdampak serius pada perusahaan.

Namun, tidak bisa sekedar berterusterang hanya untuk menghilangkan frustrasi kita. Ada empat aturan dalam menyampaikan umpan balik:

  • Harus bertujuan untuk membantu perusahaan
  • Umpan baliknya harus dapat ditindaklanjuti oleh si penerima
  • Harus menghargai keberanian rekan kita karena telah berterusterang kepada kita
  • Umpan balik tadi harus dipikirkan baik-baik apakah akan diterima atau ditolak

Mayer dalam konferensi pertamanya menerima semua masukan dan mengalami lonjakan besar.

Hasting memberi contoh lain yang dilakukan Netflix dengan budaya terusterang yang radikal ini.

Salah seorang karyawannya memberi usul, karena Netflix tidak melacak berapa jam/hari karyawannya bekerja, kenapa tidak melacak saja berapa jam/hari karyawannya liburan? Itu ide bagus menurut Hasting. Dia menghapus kebijakan liburan resmi dan mengubahnya jadi fleksibel: ambil liburan beberapa!

Setelah kebijakan itu diberlakukan, ternyata sebagian karyawan mulai melakukan tanggungjawab lebih di kantor seperti membuang sampah makanan pada tempatnya atau mengembalikan makanan yang tersisa ke kulkas. Hasting dan timnya menyadari bahwa kebebasan justru membuat orang lebih bertanggungjawab.

Tentunya, jika perusahaan menawarkan kebebasan radikal begini tidak bisa serta merta semua orang melakukan sesuai ekpektasi pemimpin. Untuk itulah para pemimpin perusahaan dan menejernya harus mencontohkan budaya baru ini dengan baik.

Hasting punya dua kekhawatiran dengan kebijakan baru ini:

  • Pertama, dia takut justru kebijakan ini membuat karyawan mengambil lebih sedikit cuti untuk mencari muka ke atasan dan menunjukkan bahwa mereka lebih loyal ketimbang teman mereka yang berlibur. Hasting kemudian mengambil liburannya lebih dahulu dan menunjukkan banyak foto kepada semua orang agar mereka juga mengambil cuti.
  • Kedua, Hasting takut saat musim panas tiba, kantor akan kosong oleh karyawan karena semuanya serentak mengambil cuti. Maka setiap manajer diberi batas misal posisi akuntan tidak boleh cuti di bulan januari saat sedang pembukuan tahunan.

Dari memeberi kebebasan ini, membuat karyawan Netflix merasa dipercaya sehingga mereka lebih bertanggungjawab di kantor.

2018 adalah tahun berjayanya Netflix. Dimana film Roma rilis dan dielukan oleh New York Times sebagai sebuah “mahakarya” dan Bird Box telah ditonton oleh 45 juta akun di minggu pertamanya. Saat Hasting menelfon Ted Sarandos, Netflix’s Chief Content Officer, untuk memberinya selamat, Serandos malah bilang "kita semua telah memilih dengan baik!" Hasting memilih Sarandos untuk memilih orang-orang terbaik yang akan memilih film-film terbaik untuk diproduksi.

Namun, untuk menjaga agar lingkungan pekerjaan penuh dengan bakat ini ada hal ekstrim yang harus dilakukan: memecat orang yang sekedar cukup.

Untuk menjaga performa ini memang diperlukan usaha yang intens. Jika perusahaan lain menganggap karyawannya adalah sebuah keluarga, tidak demikian di Netflix. Bagi Hasting, pekerjaan bukan lah sesuatu yang harus dimiliki seumur hidup selayaknya keluarga.

Ketimbang menganggap diri sebagai keluarga, karyawan Netflix menganggap diri mereka sebagai tim olahraga profesional yang bertujuan untuk jadi juara. Setiap karyawan adalah pemain terbaik di posisi mereka masing-masing.

Timbul pertanyaan, jika demikian apakah budaya di dalam kantor sekejam film Hunger Games? Jawabannya tidak.

Netflix berhasil membuat tim yang sangat padat bakat dengan kolaborasi yang kuat. Dengan sistem umpan balik yang bekelanjutan, setiap karyawan tahu apa yang harus mereka lakukan untuk mengembangkan diri mereka.

Adam Del Deo, karyawan yang ditugasi bagian Original Documentary Programming saat berada di Sundance Film Festival 2017 dia melihat film dokumenter yang sangat bagus berjudul Icarus. Dia ingin membeli haknya untuk Netflix dan kaget begitu dia harus membayar $4 juta. Del Deo menawarkan ini ke Ted Sarandos, Netflix’s Chief Content Officer, apakah di setujui oleh Sarandos? Dia tidak bilang iya atau tidak, melainkan balik berkata "you’re the doc guys, not me," dan menambahkan menambahkan "tanyakan pada dirimu apakah ini 'the one’, apakah ini akan menjadi sukses besar?"

Di banyak perusahaan, pemimpin bertugas mengiyakan atau menolak ide karyawan. Itu adalah model pemimpin yang mengkontrol, dan itu adalah cara terbaik untuk melimitasi inovasi dan membuat pertumbuhan perusahaan melambat.

Di Netflix, manajer memimpin lewat konteks. Dengan membiarkan karyawan yang mengambil keputusan yang menurut mereka terbaik untuk perusahaan, itu akan membuat para atasan fokus untuk hal lain. Tentunya, ini baru bisa dilakukan jika sudah berhasil membangun tim yang padat bakat dan dapat dipercaya untuk mengambil keputusan kreatif yang cerdas.

Setelah percakapan itu, Adam Del Deo benar-benar percaya Icarus akan menjadi sukses besar. Dia membayar memecahkan rekor $ 4,6 juta untuk mendapatkannya. Dorongan hatinya benar: Icarus cukup penting untuk masuk dalam keputusan Komite Olimpiade Internasional. Pada Maret 2018, ia memenangkan Oscar untuk Film Dokumenter Terbaik. Setelah enam nominasi di kategori tersebut, Netflix akhirnya berhasil memenangkan hadiah besar.

Dalam perjalanan ke pesta usai Oscar, Del Deo bertemu Sarandos. "Kamu ingat percakapan kita di Sundance," tanyanya. Sarandos balas menyeringai, dan menjawab, “Yes! It was the one!"

Jadi, dengan memaksimalkan kepadatan bakat, menciptakan budaya keterusterangan, dan memimpin berdasarkan konteks, bukan kontrol, Netflix benar-benar sukses. Ini menumbuhkan lingkungan kebebasan dan tanggung jawab di antara karyawan, yang memberdayakan mereka untuk membuat keputusan paling kreatif dan bekerja di puncak kemampuan mereka.

Bacalah, Bacalah, Bacalah, dan Jatuh Cintalah!

--

--

Van Winata
Komunitas Blogger M

ig: instagram.com/_vanwinata - bacalah, bacalah, bacalah, dan jatuh cintalah! - Versi Ilyas (Van Winata) yang senang baca dan nulis.