Cita-Cita Menjadi Presiden, Mulukkah?

Muhammad Irvan
Komunitas Blogger M
4 min readMar 9, 2024
Ilustrasi presiden yang pernah memimpin negeri ini (Sumber : CNBC Indonesia)

Tidak ada yang bisa menampik bahwa kita semua memiliki masa kecil, Sebuah masa yang hadir sebagai ajang awal bagi kita untuk mengenal betapa kejamnya dunia. Masa yang kita lalui hanya dengan bermain, bermain dan bermain. Sesekali kita rewel ketika orang tua menyuruh untuk belajar, dan dengan lincahnya kita mengambil langkah seribu untuk kembali tertawa bersama teman. Sebuah masa indah nan menyenangkan yang tak akan terulang kembali.

Pasti di lingkungan sekolah sebuah pertanyaan template nan biasa muncul dan hadir di hadapan kita. “Sudah besar mau jadi apa?” atau “Apa cita-citamu nanti ketika sudah dewasa?”. Dengan gampang bocah ingusan seperti kita dahulu menjawab “Mau jadi dokter bu!”, “Mau jadi pilot pak!” atau kalau zaman digital seperti saat ini “Mau jadi youtuber bu!”.

Kalau anda menonton serial kartun Malaysia yakni Boboiboy, anda pasti tertawa tipis ketika mendengar cita-cita salah satu tokoh lucunya yakni Papazola. “Saye nak jadi cekgu metemetik, saya akan tambahkan kebenaran dan kurangkan kejahatan” Ucap Papazola kecil yang membuat penulis tersenyum sendiri.

Kembali lagi ke pembahasan cita-cita. Mungkin banyak orang yang berhasil meraih cita-cita yang telah ia idam-idamkan sejak kecil. Ada juga orang yang beralih profesi setelah tertampar dengan kejamnya realita kehidupan yang ia jalani. Terlepas dari itu semua, banyak momen yang terjadi sehingga mengubah idealisme yang dianut sehingga menjadi pribadi yang realistis.

Pasti ada seorang teman kecil anda yang dengan gagah serta lantang mengungkapkan niat terbesarnya dengan mata berbinar-binar dihadapan teman serta gurunya “Aku mau jadi presiden bu!”. Niat yang mungkin disambut dengan tepuk tangan meriah oleh rekan-rekannya atau justru jadi bahan tertawaan mengingat hal tersebut mustahil terjadi.

Bisa jadi dia tak serius atau bahkan tak paham dengan ucapannya. Namun jika itu bukan hanya sekedar bualan melainkan cita-cita sungguhan atau bahkan menjadi “obsesi” terbesarnya. Bagaimana pendapat anda? apakah anda akan mendukungnya dengan penuh semangat atau menyadarkannya dengan menjabarkan kondisi perpolitikan indonesia saat ini? Yah namanya anak kecil pasti ada aja yang dibicarakan. Namun hal tersebut menjadi menarik jika kita meninjau kondisi pencapresan yang baru-baru ini terjadi.

Seperti yang kita amini bersama, menjadi seorang presiden harus lulus “fit and propper test” yang telah termaktub dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017. Syarat umum seperti WNI, setia kepada pancasila, berusia minimal 40 tahun, memiliki NPWP, tak pernah dipidana serta berbagai persyaratan tercantum jelas untuk diketahui oleh sang capres.

Namun satu poin menarik tercantum dalam Pasal 221 UU Pemilu yang menjelaskan bahwa pasangan capres-cawapres dapat diusung oleh partai politik apabila memiliki jumlah kursi sebesar 20% dari seluruh anggota DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional pada pemilu sebelumnya. Ambang batas suara pencalonan presiden atau lebih dikenal dengan presidential treshold pun hangat dibicarakan baik di media sosial maupun dunia nyata.

Mari kita bedah penggunaan presidential treshold ini. Ambang batas penting bagi presiden dan wakil presiden terpilih guna memiliki kekuatan politik yang kuat di bidang legislatif sehingga kubu yang berseberangan dengan presiden tidak mampu menurunkan presiden melalui proses legislasi dengan sebab politik. Kemudian adanya dukungan sebesar 20% dari parlemen membuat presiden dan wakil presiden dapat menjalankan programnya tanpa khawatir diganggu oleh parlemen yang memang berfungsi sebagai pengawas kerja presiden. Kedua alasan ini mengungkapkan bahwa “Alasan politik” menjadi kunci hadirnya presidential treshold.

Presiden dan wakil presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini tentu wajib mendapat sokongan yang kuat dari partai politik selaku alat demokrasi negeri ini. Semakin kuat kekuatan pengusung sang presiden di parlemen, maka semakin mudah bagi presiden untuk menelurkan kebijakan pro rakyat tanpa harus dibenturkan terlebih dulu oleh pihak oposisi dalam parlemen.

Tetapi ambang batas ini juga dapat menimbulkan sisi negatif yang cukup kentara. Presidental treshold memungkinkan terpilihnya presiden dan wakil presiden yang sarat akan kepentingan politik dari partai pengusungnya, selain itu terjadinya politik transaksional demi mencapai ambang batas pendaftaran capres tentu melahirkan biaya politik yang cukup tinggi, sehingga tak mungkin korupsi akan terjadi. Tentu hal ini semakin menambahkan image negatif pada partai politik yang berperan penting dalam situasi tersebut.

Selain itu ambang batas juga dapat mempersempit kontestasi pilpres sehingga pasangan capres-cawapres hanya diisi oleh partai politik tradisional yang memperoleh suara dalam kontetasi sebelumnya, bisa dibayangkan betapa banyaknya mimpi anak bangsa yang terkubur akibat tidak memenuhi ambang batas pencalonan capres-cawapres. Situasi yang hampir terjadi pada capres nomor urut 1, Anies Baswedan karna tidak memiliki tiket yang cukup akibat presidential treshold sampai akhirnya Cak Imin bergabung.

Sehingga jelas, siapapun yang ingin menjadi presiden selain memenuhi syarat yang ditujukan oleh UU juga harus mampu melewati barrier tinggi yang bernama presidential treshold. Belum lagi proses lobi politik yang capeknya minta ampun seperti yang diperlihatkan oleh elite-elite politik kita saat ini. Sehingga pada akhirnya hanya partai yang suaranya tinggi yang bisa memutuskan siapa yang berhak untuk ikut kontestasi pilpres. Sebuah ironi untuk negara demokrasi yang memberi “hak” yang sama kepada seluruh warga negara untuk terlibat dalam bidang eksekutif.

Nanti kalau kita mendengar ada anak-anak yang memiliki cita-cita untuk jadi presiden. Setidaknya kita bisa memberi gambaran proses politik apa yang harus dijalani. Berat memang, namun tak ada salahnya kita memberi pendidikan politik sejak dini untuk kebaikannya. Seperti kata papazola “Kebenaran tak kan pernah sorang-sorang je”.

Jadi, masih wajarkan cita-cita seseorang untuk menjadi presiden?.

--

--