Dua Relasi

Bahwa dunia tidak hanya bekerja dengan prinsip-prinsip mekanis

Raushan Fikr A
Komunitas Blogger M
4 min readJan 14, 2020

--

Dewi Hera, yang benci pada Heracles karena lahir dari zina suaminya mengutuk Heracles dengan kegilaan sementara.

Heracles, putra Zeus yang juga pahlawan manusia, baru saja tersadar dari kejahatan paling buruk yang dilakukannya. Dan korbannya adalah keluarganya sendiri.

Dengan sedih Heracles menuju Oracel Delphi, dia mengatakan bahwa cara untuk bertobat adalah dengan bertemu sepupunya, Raja Eurystheus dari Tiryns, Raja yang disukai oleh Dewi Hera. Eurystheus ingin mempermalukan Heracles dengan sepuluh tugas mustahil (dan mendapat dua tugas tambahan lagi sebenarnya) yang mengadunya melawan monster tak terkalahkan.

Membunuh Singa Nameia
Singa Nameia, anak dari Ekhidna dan Tifon yang suka menculik wanita dan memakan prajurit membuat Eurystheus besar kepala akan tugas yang diberikannya. Kulit Singa Nameia memang keras sampai-sampai senjata tak bisa menembusnya. Tapi Heraclitus tak kehabisan akal. Ia mengurungnya di gua yang gelap, mengejutkannya dengan pentungan lalu mencekiknya dengan tangan kosong. Sebagai tanda telah mengalahkan monster tersebut, Heracles mengulitinya untuk digunakan sebagai jubah pelindung. Eurystheus ketakutan bukan main hinga bersembunyi di dalam kendi anggur.

Membunuh Hydra Lerna
Monster kedua adalah Hydra Lerna. Ular raksasa dengan sembilan kepala yang setiap kali dipotong kepalanya, akan tumbuh dua kepala baru. Hydra juga memiliki nafas dan darah beracun berbahaya. Heracles menutup mulut dan hidungnya untuk melindungi diri dari asap beracun. Perjuangannya hampir putus asa, hingga keponakannya, Lolaus, datang membakar leher Hydra dengan api agar kepalanya tak lagi tumbuh. Dan Hydra kini tak lagi menakutkan. Sosoknya dapat kita lihat di langit malam dalam wujud konstelasi bintang.

Menangkap Rusa Ceryneia
Rusa Ceryneia, hewan suci milik Dewi Artemis yang memiliki tanduk emas dan kuku perunggu penghuni hutan Ceryneia dengan kemampuan berlari lebih cepat daripada anak panah. Sehingga Heracles membutuhkan waktu satu tahun untuk menangkapnya dan membawanya pada Eurystheus, atas seizin Dewi Artemis.

Dan berbagai tugas lanjutannya seperti; menangkap Erymantus Boar, membersihkan kandang kuda Raja Augean, mengusir burung-burung Stymphalian, menangkap Minotaur, menangkap kuda betina Diomedes, mengambil sabuk Hippolyta, mengambil Sapi Merah Geryon, mengambil apel Hesperides dan tugas terakhir, menangkap Cerberus.

Setelah dua belas tahun bersusah payah menyelesaikan tugas-tugasnya, Heracles resmi bertobat atas kematian tragis keluarganya dan dipersilahkan di tempat mulia bersama keluarga para Dewa.

Sejak dulu, kita sudah familiar dengan kausalitas yang melingkupi dunia ini. Kausalitas bukan hubungan pasif. Karena antara sebab dan efek menghidupkan sesuatu yang baru dengan mengubah kemungkinan menjadi aktualitas, meski terkadang sesuatu ini tidak terjadi karena ini. Kausalitas hanya bagian dari koneksi universal. Ada keterbatasan pengetahuan dan pengalaman manusia, sehingga tidak dapat menjangkau keseluruhan koneksi tersebut. Tetapi tetap, esensinya adalah pembentukan dan penentuan fenomena terhadap fenomena lainnya.

Yang membuatku terkejut, ternyata dunia ini tidak hanya bekerja dengan prinsip-prinsip mekanis. Ada kejadian-kejadian yang seringkali melampaui logika formal kita.

Sepuluh tahun silam, hujan baru saja membasahi jalan-jalan depan rumah. Lapangan tempat kami biasa bermain juga tak luput dari basahnya hujan. Tapi itu tak menyurutkan niat kami bermain liga persahabatan sepak bola.

Pertandingan dimenit-menit awal berjalan sebagaimana mestinya. Tak ada kehebohan apapun.

Kami bermain dengan santun. Sampai seorang temanku yang (aku harus meminta maaf dahulu agar terhindar dari karma kedua) punya rahang seperti pemain bintang asal Brasil, Ronaldinho, ikut bergabung bersama kami.

Sial, Aku tidak mampu menahan untuk tak mengucap kata tak senonoh. Tiap kali si Ronaldinho menggiring bola, Aku terus berteriak,

“Offside! Offside!”.

Tanpa sepengetahuanku rupa-rupanya si Ronaldinho kesal dan balas dendam lewat persekongkolannya dengan alam. Kurang ajar memang.

Selang beberapa menit kemudian, insiden itu terjadi. Aku terpeleset ketika sedang menggiring bola. Gigi depanku patah separuh karena benturan dengan lapangan. Permainan dihentikan.

Kejadian kedua baru-baru ini malah lebih tragis buatku.

Satu waktu, ketika sedang bercengkrama dengan teman-teman sejurusan tentang rencana menyelesaikan Tugas Akhir, Aku dengan entengnya berkata “Lulusnya sesuai NIM (Nomor Induk Mahasiswa) saja”.

Sial dua kali, NIM-ku ada diurutan akhir. Bisa ditebak, Aku masih menjadi mahasiswa disaat teman-teman sejurusanku sudah lulus.

Seperti yang kukatakan sebelumnya, jika setiap apa yang kita perbuat hanya berjalan dengan prinsip-prinsip mekanis, aku pikir kejadian semacam itu tidak akan ada. Bagaimana bisa ejekan berubah menjadi kesialan konkret, bukan dibalas ejekan serupa.

Kalau soal kejadian kedua, yah, kita sering mendengar petuah dari orangtua semacam ini;

Jangan bicara sembarangan. Nanti kalau ada yang mengaminkan baru tau rasa.”

Ada alasan yang membuatku yakin bahwa petuah orangtua itu mengandung kebenaran.

Pemahaman orangtua bahwa alam dapat membangun diskursus dengan manusia karena terciptanya relasi yang setara antara manusia dengan alam, menghasilkan sebuah percakapan demokratis antar keduanya.

Pemahaman tersebut juga meningkatkan kepekaan mereka terhadap suara atau pertanda alam, Paulo Coelho menyebut ini dalam The Alchemist sebagai Jiwa Buana.

Sehingga membuat mereka tidak berani sewenang-wenang terhadap alam. Dan sebagai balasannya, alam memberikan pertanda yang dapat dimengerti oleh mereka.

Heracles tentu saja setengah Dewa, tetapi unsur manusia membuat ia tetap melakukan kesalahan sebagaimana manusia biasa. Maka, Heracles juga seperti kita, tidak lepas dari konsekuensi kausalitas.

Yah, meskipun Heracles tidak sepenuhnya salah, karena ada keterlibatan Dewi Hera juga di dalamnya. Para Dewa memang terkadang bersifat kekanakan. Berkaitan dengan jiwa buana yang tidak dapat diprediksi secara akurat mengharuskan kita bijak dalam berucap maupun bertindak. Agar sebagaimana Heracles, kita juga dapat diberi tempat serupa oleh alam ini.

Kita bisa memahami itu. Aku harap.

Referensi bacaan:
- Ekofeminisme II- Ketika Banteng Tak Lagi Minum Air di Bawah Pohon Keningar
- Paulo Coelho- The Alchemist
- Prof. Dr. Apollo- Kausalitas
- Wikibook.org- Mitologi Heracles

Buat kamu yang ingin bergabung menjadi Writers untuk KBM, kamu bisa mendaftarkan diri kemudian mengirimkan artikel. Tim dari KBM nantinya akan melakukan kurasi artikel mana yang kira-kira sudah pantas untuk dipublikasikan melalui KBM.

--

--