Fenomena Tuyul di Masyarakat Tradisional dan Evolusi Kepercayaan

Rifqi Firdausi Arafadh
Komunitas Blogger M
6 min readJun 6, 2024

Saat kita berbicara tentang evolusi, seringkali yang terbayang dalam benak kita adalah gambar-gambar hominid atau manusia yang berjalan dengan punggung yang semakin tegak, atau seringkali kita terbayang tentang teori seleksi alam dari Charles Darwin. Dengan sudut pandang evolusi kita bisa mengupas banyak hal dalam kehidupan, misalnya kehidupan masyarakat tradisional dengan kepercayaan kuat akan takhayul. Saya sebagai orang yang tinggal ditengah masyarakat tradisional, saya menjadi saksi betapa gemparnya desa saya akan fenomena takhayul yaitu hadirnya entitas benama Tuyul yang mencuri uang warga. Bagi beberapa orang mungkin ini terlihat konyol, namun dalam perpektif evolusionis terdapat fenomena yang dapat digali.

Takhayul: Bentuk Seleksi Alam dalam Masyarakat Tradisional

Di masyarakat tradisional, takhayul bukan hanya sekedar mitos atau cerita rakyat, seringkali takhayul dijadikan landasan moralitas dan norma sosial masyarakat. Dalam sejarah perjalanan manusia, takhayul ini berperan sebagai kontrol sosial masyarakat tradisional. Dengan begitu, jika anda tidak percaya terhadap takhayul itu sudah cukup alasan bagi masyarakat tradisional untuk menuduh anda tidak bermoral karena anda dianggap mengabaikan norma yang telah terbentuk selama generasi ke generasi, dan hal itu sudah pernah saya alami.

Pada tahun 2021, di desa saya terjadi kegemparan yang luar biasa. Pada saat itu banyak yang mengeluhkan kehilangan uang pecahan Rp 50.000 dan langsung menunjuk kesebuah entitas yang bernama Tuyul. Bagi seseorang yang masih terikat dengan takhayul, Tuyul adalah kambing hitam yang sempurna daripada mengakui bahwa uang itu hilang karena kelalaian diri sendiri. Tak terlihat, tak terdengar, namun keberadaan tuyul dipercayai hadir untuk mengacaukan kestabilan ekonomi rumahan. Bagi saya, menuduh tuyul sebagai pelaku pencuri uang yang tak kasat mata itu merupakan kisah dongeng yang tidak bisa diterima akal sehat.

Liberalisasi Ekonomi Hingga Depresi Besar dan Lahirnya Tuyul

Untuk memahami fenomena Tuyul lebih dalam, mari kita melihat kembali asal-usulnya dalam mitologi dan budaya Nusantara. Tuyul selalu digambarkan sebagai makhluk kecil, berkepala botak,dan sering kali dihunungkan dengan praktik ilmu sihir untuk mendapatkan kekayaan. Dalam cerita rakyat, Tuyul adalah makhluk yang dikendalikan oleh seseorang untuk mencuri uang dari orang lain untuk memperkaya diri sendiri.

Dalam catatan sejarah, entitas bernama tuyul ini muncul bersamaan saat sosial dan ekonomi masyarakat penuh gejolak. Pada tahun 1870, Belanda yang saat itu menduduki Indonesia melakukan liberalisasi ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ini menimbulkan sentimen negatif dari masyarakat kelas bawah terhadap orang-orang kaya. Bagi masyarakat yang tidak paham apa itu liberalisasi ekonomi, mudah bagi mereka mengaitkan kekayaan yang tidak wajar dengan kekuatan supranatural — bayangkan anda hidup pada tahun 1870 saat akses terhadap informasi sulit didapat, dan anda harus menghadapi liberalisasi ekonomi. Hal itulah memunculkan narasi bahwa orang-orang kaya tersebut dibantu oleh setan gundul.

Pada tahun 1890-an, sebutan “Tuyul” mulai muncul untuk menggambarkan setan gundul ini. Cerita tentang Tuyul semakin populer dan menjadi bagian dari budaya lokal. Kemudian pada tahun 1920-an, terjadi peristiwa depresi besar ekonomi yang memberburuk kondisi ekonomi masyarakat. Dari peristiwa itu menyebabkan narasi tentang tuyul semakin kuat. Masyarkat yang terupuruk ekonominya butuh penjelasan yang dapat mereka pahami dan terima, sehingga narasi Tuyul sebagai pencuri uang semakin mengakar.

Tuyul adalah Simbol Kecemasan Kolektif

Menurut saya, Tuyul adalah manifestasi dari kecemasan kolektif. Di saat uang hilang, kita cenderung mencari alasan di luar diri kita. Manusia secara evolusioner cenderung mencari pola dan penjelasan untuk hal-hal yang terjadi di sekitar mereka, bahkan jika penjelasan itu bersifat irasional. Kehilangan uang bisa disebabkan oleh kelalaian, ketidakberuntungan, atau mungkin kebiasaan menyembunyikan uang yang terlupa. Namun, lebih mudah dan lebih melegakan untuk menyalahkan tuyul, entitas tak kasat mata yang seolah berperan sebagai pencuri di malam hari.

Kepercayaan pada tuyul memberikan penjelasan yang sederhana dan mudah dipahami untuk fenomena yang kompleks seperti kehilangan uang. Dalam masyarakat di mana pendidikan formal mungkin tidak tersedia secara luas, mitos dan cerita rakyat menjadi alat penting untuk mentransmisikan pengetahuan dan nilai-nilai. Tuyul, dalam hal ini, berfungsi sebagai simbol dari kecemasan dan ketakutan kolektif terhadap ketidakpastian ekonomi.

Dalam evolusi sosial, makhluk seperti tuyul berfungsi sebagai cara untuk mengalihkan rasa bersalah dan ketidaknyamanan. Ketika seseorang di desa saya menuduh ada tuyul yang mencuri uang mereka, mereka sebenarnya sedang mencari jalan keluar yang mudah dari rasa malu karena kehilangan uang. Ini adalah bentuk dari cognitive bias di mana otak kita mencari penyebab eksternal daripada mengakui kelemahan atau kesalahan diri sendiri.

Penyebaran Ide Takhayul

Richard Dawkins, dalam bukunya “The Selfish Gene” (1976), memperkenalkan konsep “meme” sebagai unit informasi budaya yang menyebar dari satu individu ke individu lain. Meme dapat berupa ide, kepercayaan, atau praktik yang tersebar melalui peniruan. Dalam konteks tuyul, cerita tentang tuyul bisa dilihat sebagai meme yang telah bertahan dan berkembang dalam masyarakat karena kemampuannya untuk menjelaskan fenomena yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Menurut Dawkins, ide atau meme yang paling adaptif adalah yang paling mungkin untuk bertahan dan menyebar. Meme tentang tuyul telah bertahan karena ia memenuhi fungsi sosial yang penting dalam masyarakat. Selain memberikan penjelasan yang sederhana untuk fenomena yang kompleks, cerita tentang tuyul juga membantu mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai sosial.

Tuyul sebagai meme telah beradaptasi dan berevolusi seiring waktu, mencerminkan perubahan sosial dan ekonomi. Kepercayaan terhadap tuyul menyebar dan bertahan karena memberikan penjelasan yang memuaskan dan mudah dipahami oleh masyarakat yang menghadapi ketidakpastian ekonomi. Seperti gen yang bertahan karena memberikan keuntungan selektif, meme seperti tuyul bertahan karena memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial.

Dalam masyarakat tradisional, cerita dan takhayul sering kali digunakan sebagai alat untuk mendidik dan mengontrol perilaku. Tuyul, dalam konteks ini, berfungsi sebagai alat untuk mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran dan kehati-hatian. Dengan menyebarkan cerita tentang tuyul, masyarakat dapat memperkuat norma-norma sosial dan mencegah perilaku yang dianggap tidak diinginkan.

Kepercayaan vs. Skeptisisme

Ketika saya mengungkapkan ketidakpercayaan saya terhadap keberadaan tuyul, reaksi yang saya terima cukup keras. Saya dianggap meremehkan hal yang tidak kasat mata dan disuruh siap-siap menerima karma buruk. Ini adalah bentuk dari seleksi alam sosial. Mereka yang tidak percaya atau meremehkan kepercayaan tradisional sering kali diasingkan atau dipinggirkan. Ini dilakukan agar norma-norma tradisional tetap lestari dan tidak tergerus oleh arus skeptisisme modern.

Dari sudut pandang psikologi, kepercayaan pada tuyul dapat dijelaskan melalui berbagai mekanisme kognitif dan emosional. Salah satu mekanisme tersebut adalah cognitive dissonance, di mana individu mencari penjelasan eksternal untuk menghindari ketidaknyamanan emosional yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan.

Ketika seseorang kehilangan uang, mereka mungkin merasa malu atau bersalah. Menyalahkan tuyul memberikan cara untuk mengalihkan perasaan tersebut ke entitas eksternal. Ini juga membantu memelihara citra diri yang positif dan melindungi individu dari dampak psikologis negatif yang mungkin timbul dari pengakuan kesalahan atau kelalaian pribadi.

Namun, dari sudut pandang evolusi, skeptisisme ini juga penting. Skeptisisme mendorong kita untuk mempertanyakan, untuk mencari penjelasan rasional, dan untuk tidak begitu saja menerima segala sesuatu berdasarkan cerita turun-temurun. Dalam jangka panjang, masyarakat yang mampu menyeimbangkan antara kepercayaan tradisional dan skeptisisme rasional mungkin akan lebih adaptif dan inovatif.

Hingga tahun 2024, saya tidak pernah merasa kehilangan uang karena tuyul. Namun, saya lebih sering kehilangan uang karena meminjamkan kepada tetangga sendiri. Ini menunjukkan bahwa terkadang ancaman nyata bukanlah yang tidak terlihat, melainkan yang ada di depan mata. Dalam konteks evolusi sosial, ini adalah pelajaran tentang kepercayaan dan kewaspadaan.

Evolusi mengajarkan saya untuk beradaptasi dengan lingkungan, baik itu lingkungan fisik maupun sosial. Dalam kasus saya, pelajaran yang diambil adalah pentingnya skeptisisme dan rasionalitas dalam menghadapi takhayul dan cerita rakyat. Menghadapi tuduhan dan pandangan skeptis dari orang lain adalah bagian dari evolusi pribadi yang penting.

Kepercayaan pada tuyul memiliki implikasi sosial yang signifikan. Di satu sisi, kepercayaan ini dapat memperkuat kohesi sosial dengan menyediakan penjelasan bersama untuk fenomena yang tidak dapat dijelaskan. Di sisi lain, kepercayaan ini juga dapat menyebabkan konflik dan tuduhan yang tidak berdasar.

Dalam masyarakat di mana kepercayaan pada tuyul masih kuat, individu yang tidak mempercayai cerita-cerita ini mungkin dianggap aneh atau tidak hormat terhadap tradisi. Ini dapat menyebabkan isolasi sosial atau bahkan konflik. Di sisi lain, skeptisisme yang berlebihan juga dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dan rasa kebersamaan dalam masyarakat. Tuduhan yang saya terima karena skeptisme saya terhadap sebuah entitas bernama tuyul membuat saya mendapat bermacam tuduhan. Hal ini juga membuat saya belajar bahwa saya perlu beradaptasi di lingkungan mana saya tinggal.

Kesimpulan

Di era modern, kepercayaan tradisional dan takhayul masih memiliki tempatnya dalam masyarakat, terutama di desa-desa yang masih memegang teguh nilai-nilai lama. Namun, penting untuk menyadari bahwa takhayul ini, seperti semua hal lainnya, juga berevolusi. Mereka berkembang dan berubah seiring waktu, beradaptasi dengan kebutuhan dan ketakutan masyarakat.

Sebagai individu yang skeptis dan sering menggunakan sudut pandang evolusionis, menghadapi takhayul seperti tuyul mengajarkan saya untuk tidak hanya mengandalkan logika dan bukti, tetapi juga untuk memahami dan menghargai pandangan orang lain. Evolusi tidak selalu tentang siapa yang paling kuat atau paling cerdas, tetapi tentang siapa yang paling mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan, baik itu lingkungan fisik maupun sosial.

Pada akhirnya, mungkin yang terpenting adalah menemukan keseimbangan antara mempertahankan tradisi dan menerima inovasi. Dalam perjalanan evolusi sosial kita, skeptisisme dan kepercayaan tradisional bisa berjalan beriringan, menciptakan masyarakat yang lebih kaya dan lebih adaptif. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, kita akan menemukan bahwa tuyul hanyalah bagian dari imajinasi kolektif kita yang sedang berevolusi.

--

--