Fenomenologi Jalanan : Ada apa di Persimpangan?

El Azhary
Komunitas Blogger M
5 min readJul 29, 2023
Photo by ana gavras on Unsplash

Berkontemplasi itu sesederhana mengaktifkan pikiran dan imajinasi dalam mode pengamatan dan abstraksi
Sesederhana di tengah perjalanan; di persimpangan atau di momen traffic-light di atas kendaraan yang sedang kita tunggangi.

Photo by Ryoji Iwata on Unsplash

Tatkala berada di traffic-light, sering kali saya —mungkin juga Anda— pernah bahkan sering mengalami semacam pertemuan singkat dengan para pengendara lain —yang hampir mayoritasnya tidak dikenal
Dimana dari pertemuan itu, bila kita coba perhatikan, baik kita ataupun pengendara lainnya ialah sama-sama sebagai entitas pengguna jalan yang sedang sama-sama menunggu tibanya lampu hijau, lalu kemudian setelah traffic-light menunjukkan lampu hijau sebagai tanda berjalan, kita dapat melihat akan ada pengendara yang belok ke kiri, ke kanan, dan ada pula yang berjalan lurus.
Dan satu hal yang sering terjadi, adalah apa yang bisa dan sering kita temui secara acak dan kebetulan.

Ini berkenaan dengan pengendara yang memilih arah jalan yang sama dengan arah jalan yang kita pilih, yang boleh jadi secara sadar atau tidak sadar, sejatinya, sedang menggambarkan satu peristiwa yang sedang berlangsung bahwa kita sedang berada di satu jalan yang sama dengan pengendara-pengendara tersebut disamping keterpisahan kita dengan para pengendara lainnya yang menempuh jalan yang berbeda dengan jalan yang kita pilih.

Ya, meskipun kelelahan dan tekanan untuk tiba tepat waktu, kadang menjadi faktor yang membuat kita terdistraksi dari memperhatikannya, apalagi memikirkannya.

Adalah persimpangan, sebuah tempat yang menjadi saksi bisu dari momen dimana kita berpisah dengan para pengendara lama untuk bertemu dengan para pengendara baru, berjalan bersama, lalu terpisah kembali di persimpangan yang lain dan mungkin dalam waktu yang tidak tentu akan ke kembali bertemu atau boleh jadi tidak sama sekali, demikian seterusnya.

Tentu saja, ini bukan hanya soal traffic-light, persimpangan, dan kita sebagai sekumpulan pengendara.

Apa yang kita dapati dari fenomena di jalanan, membawa kita pada satu kesan yang sama bermakna dengan hidup: perihal pertemuan dan perpisahan disebuah simpang kehidupan.
Dimana semua arah yang dipilih dan ditempuh pada akhirnya dilatar belakangi kuat oleh tujuan dari perjalanan (hidup) itu sendiri.

Photo by Poodar Chu on Unsplash

Boleh jadi persimpangan itu hadir dalam bentuk momen kelulusan sekolah, saat-saat habis masa kontrak kerja, dan mungkin juga pernikahan atau hantaman realita yang tidak diduga-duga.

Perihal perguruan tinggi mana yang akan kita pilih, perusahaan dan karir seperti apa yang kita inginkan, dan senantiasa dorongan angka usia yang terus bertambah yang turut mengevaluasi perihal makna hidup seperti apa yang dengannya hidup itu harus dijalani: termasuk dengan sosok seperti apa yang akan kita bersamai (jodoh) dalam perjalanan tersebut

Setidaknya itulah beberapa yang mungkin kita bisa imajinasikan sebagai contoh konkret dari persimpangan yang tak lepas dari dua hal: arah dan tujuan.

Photo by Gaelle Marcel on Unsplash

Arah, itu kurang lebihnya sama hal dengan target-target kecil dalam hidup, sementara tujuan adalah suatu keadaan —yang umumnya dipandang ideal—yang hendak dituju, apakah hal itu bersifat final ataupun sementara. Sama seperti halnya para pengendara di jalanan yang menempuh arah jalan yang berbeda-beda — walau perbedaan jalan tersebut tidak melulu berarti merepresentasikan perbedaan tujuan, sebaliknya, kesamaan arah kadang tidak melazimkan tujuan yang juga sama.

Bila Anda penasaran dan ingin mencoba mengetahui nya lebih dekat, cobalah pergi ke pusat kota dimana Anda berada, dipukul 6–8 Pagi di hari kerja atau di pukul 4–6 di waktu sorenya.

Disana kita dapat melihat bagaimana jalanan terlihat dipenuhi oleh sekumpulan pengendara dengan arah tempuh dan tujuan yang berbeda-beda, yang juga datang dari arah yang berbeda pula. Dan apa yang bisa kita dapati dari persimpangan bila Anda bisa menyaksikannya — utamanya dari ketinggian, ialah akan terlihat jelas bagaimana momen pertemuan dan perpisahan tersebut berlangsung.r

Pada momen tersebut, kita dapat mulai mengerti mengenai alasan dibalik fenomena pertemuan dan perpisahan: bahwa dari keduanya, arah dan tujuan lah yang berperan menentukan.

Satu hal lain pada traffic-light, adalah apa yang dapat kita temui dari indikator warna pada lampunya: merah, kuning dan hijau. Sebuah bahasa warna yang berbicara tentang irama dalam hidup: kapan kita harus berjalan, kapan kita mesti pelan-pelan, dan kapan kita berhenti sejenak.

Photo by Noah Dominic on Unsplash

Sewaktu coba membayang-bayanginya, saya terpantik sadar dan sekaligus menjadi bahan refleksi atas apa yang pernah saya — dan boleh jadi juga Anda alami. Perihal, “kecemasan akan ketinggalan kereta” , FOMO, ya, itulah istilah familiar yang agaknya cocok, yang pernah sesekali dalam beberapa episode hidup, pernah saya alami terhadap apa yang sedang atau sudah dicapai oleh orang-orang lain.

“Bila saja halnya kita yang sedang berhenti di persimpangan jalan saat momen lampu merah tidak begitu masalah terhadap berjalannya kumpulan pengendara lain dari arah lain, lantaran alasan ritme traffic-light yang berbeda: merah untuk kita dan hijau untuk mereka. Lalu, mengapa kita nampak bermasalah dalam kehidupan dengan berjalannya orang lain di tengah sejenak pemberhentian kita?

Jangan-jangan kita lupa tujuan dan arah?”. Celoteh saya dalam batin saat sedang menunggu tibanya lampu hijau di salah satu jalan di pusat kota Jakarta.

Dan kita, seringkali mudah memaklumi momen perpisahan antar para pengendara tatkala berada disebuah persimpangan jalan, lantaran kita memahami akan perbedaan arah dan masing-masing tujuan. Tetapi, sulit rasanya menerima perpisahan itu di dalam kehidupan dengan hubungan yang intimitas — kendatipun kita memahami alasannya .

Ya, kepada para pengendara yang pernah satu arah dalam perjalanan, atau sekadar bersua di tengah penantian lampu hijau saat moment pemberhentian.
Kemanapun (perbedaan) arah yang (akan) kita pilih, semoga arah itu nantinya dipertemukan di momen persimpangan yang lain.
Walau kita pun akhirnya harus menerima, ada satu dari dua kemungkinan yang terjadi di sebuah persimpangan: pertemuan atau perpisahan.

“Dan pada hal kebersamaan dalam sebuah perjalanan, arah dan tujuan lah yang menentukan.”

Tabik.

--

--