Gen Tidak Peduli Kita Bunuh Diri

Manusia butuh harapan agar tidak gila, tapi harapan apa yang pasien punya ketika pasca bedah rasa sakit tidak hilang?

Karto K. Saragih
Komunitas Blogger M
3 min readJun 29, 2024

--

Photo by Louis Galvez on Unsplash

Suatu siang beberapa hari lalu, di tengah kantuk akibat begadang menonton bola Euro 2024, saya menerima DM lewat Instagram. Saya baca sekilas karena otak saya kalah oleh kantuk. DM berisi seseorang memperkenalkan diri sebagai penderita trigeminal neuralgia Neuralgia (TN) seperti saya. Dia mengaku sedang memesan buku saya tentang TN lewat e-commerce. Seolah tidak sabar menunggu buku datang, dia meminta saya berbagi pengalaman. Nantilah dibalas, pikir saya, yang tak kuasa menahan kantuk.

Sore hari saya balas dengan bercerita singkat pengalaman berjuang melawan TN. Dia bertanya lebih detail, saya jawab, lalu dia membalas panjang lebar. Dia saat ink mengalami rasa sakit luar biasa di usia muda, 28 tahun, lebih muda dibanding saya ketika pertama kali diserang nyeri TN. Dia telah menemui beberapa dokter, melakukan MRI, dan minum obat yang lebih banyak dan beragam ketimbang obat yang saya minum.

Di tengah obrolan, saya tertegun ketika dia menulis begini:

“Iya Mas, terus terang saya sudah mau percobaaan bunuh diri sampai tiga kali. Tapi semua gagal, mungkin Tuhan masih sayang saya…”

Glek. Saya menelan ludah.

Tahun 2023 lalu saya menerbitkan buku berisi pengalaman saya berjuang hidup dengan trigeminal neuralgia (TN)

Memoar hidup sebagai penderita TN.

Setahun terakhir beberapa orang mengirim DM tentang TN, tapi baru kali ini saya merasa bergidik. Saya tahu TN termasuk suicide desease yang artinya, saking nyerinya saat kambuh, si pasien merasa ingin mengakhiri hidupnya. Saat sangat menderita pun saya tidak pernah terpikir untuk melakukan bunuh diri. Dia pasti merasakan nyeri yang luar biasa. Saya bisa paham ketika dia mengatakan dirinya menderita TN di kedua sisi wajahnya. Bayangkan, wajah kiri dan kanan mengalami nyeri TN.

Saya memintanya bersabar. Saya pernah berada di posisi itu, sekarang pun masih nyeri meski tak separah dulu. Saya mengajaknya bertemu, tapi ternyata dia tinggal di Tulungagung.

Dalam setiap balasannya terkandung rasa putus asa yang semakin kuat. Ketika kita kehilangan harapan untuk sembuh atau sekadar berkurangnya nyeri, seluruh dunia rasanya runtuh. Manusia butuh harapan agar tidak gila. Tapi harapan apa yang dia punya ketika dokter yang biasa mengoperasi menolak melakukannya?

Dokter ahli saraf yang dulu mengoperasi saya, menolak mengoperasinya karena TN yang di kepalanya terlalu rumit. Dia lalu melakukan operasi dengan dokter lain, seorang profesor, tapi hasilnya tidak sesuai harapan. Bekas jahitannya masih berdarah, dan seminggu setelah operasi ada cairan dari otak yang bocor.

“Sampai sekarang masih terasa sakit semua, bingung saya harus gimana,” katanya.

Dia pernah dianggap gila dan dibawa ke psikiater.

Kami megobrol cukup lama, dia menyingung bisnis yang diajalaninya hancur karena TN, ongkos berobat yang cukup besar, hingga efek negatif dari obat-obat yang sering dikonsumsinya mulai mengganggu ginjalnya.

Mesin Egois

Tubuh kita tidak stabil dan fana, kata Richard Dawkins (The Selfish Gen). Alat yang mengatur tubuh kita sebagai sebuah mesin kelestarian adalag sel saraf atau neuron. Terdapat 10 miliar neuron di otak kita, belum di bagian lain tubuh. Neuron inilah yang menciptakan cara kerja sistem sensorik manusia yang sangat canggih. Apa pun yang canggih, ketika rusak atau mengalami gangguan, akan rumit untuk ditangani. Bisa tapi rumit.

Penyakit TN akibat sel saraf rusak atau cedera yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa, sulit diceritakan, ada saat tertentu penderitanya merasa lebih baik mati saking hebatnya rasa sakit.

Kita sebagai individu menderita ketika tubuh kita mengalami kerusakan. Masih menurut Dawkins, tubuh kita adalah mesin egois yang selalu berusaha melakukan hal terbaik untuk gen, bukan untuk individu.Tubuh benar-benar diprogram secara khusus oleh gen egois. Gen tidak peduli kita mati, toh gen sudah beranakpinak melalui organisme yang menyebarkan semua gen. Gen bekerja mendorong organisme untuk menyebarkan gennya.

Buku tentang TN yang saya tulis memang tidak mengkhasilkan materi yang besar, tapi senang rasanya bisa sedikit memberi harapan melalui buku itu pada orang-orang penderita TN.

Tetap semangat, para TN warrior!

--

--