Hitam Putih

Solomon
Komunitas Blogger M
4 min readJun 22, 2024
Photo by Finn IJspeert on Unsplash

Pola pikir adalah landasan dari cara kita memandang dunia di sekitar kita. Belakangan ini saya sering berpikir tentang konsep pola pikir yang berkembang atau growth mindset. Buat saya, ini tidak hanya tentang menerima bahwa ada ruang di antara benar dan salah atau hitam dan putih, tapi juga tentang melihat kehidupan dengan lebih luas dan menyadari ketidakpastian di dalamnya.

Bayangkan kalau kita memandang dunia seperti melihat gambar hitam dan putih. Awalnya, kita mungkin melihatnya hanya sebagai dua warna yang bertentangan dengan batas yang jelas di antara keduanya:

Hitam → buruk

Putih → baik

Tetapi, jika kita melihat bahwa ada gradasi di antara kedua warna itu yang tak terhingga, kita akan mengerti bahwa dunia ini bukan hanya hitam dan putih, namun juga ada warna abu-abu muda, abu-abu tua, dan banyak lagi. Analogi ini bisa kita terapkan dalam cara kita memahami perlakuan hidup terhadap kita — terkadang, situasi yang kompleks nggak bisa dipahami hanya menjadi benar atau salah, baik atau buruk.

Di antara kita mungkin pernah merasa bersalah atau menyesal atas kesalahan yang telah kita perbuat. Mungkin kita pernah menggambarkan sebuah kegagalan sebagai gambaran diri kita seutuhnya. Kita mungkin pernah berpikir bahwa kegagalan akan mengikuti kita selamanya. Padahal, kesalahannya terletak pada interpretasi diri kitas sendiri atas fakta objektif: kegagalan atau kesalahan. Kita seharusnya memikirkan hal yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki kualitas hidup kita dibanding overthinking dengan menganggap diri kita selalu berada dalam jalan kegagalan hanya karena satu kesalahan.

Dunia ini penuh dengan ketidakpastian kalau kita menerima konsep growth mindset. Maka dari itu, kalau sesuatu hal terjadi kepada diri kita, yang mana hal itu bersifat tidak pasti, mengapa kita terlena dengan memikirkan hal tersebut terus menerus?

Jangan terlalu kaku untuk hidup di sini. Semua yang kita pikir saja tidak pasti, lalu mengapa harus self claim dengan menilai diri secara pasti bahwa kita adalah manusia yang gagal dan akan selalu gagal?

Pola pikir yang berkembang mengajari kita untuk tidak terjebak dalam pemikiran yang terlalu sederhana seperti hitam dan putih. Sebaliknya, kita diajak untuk melihat setiap kemungkinan atas kejadian seluas gradasi antara warna hitam dan putih yang tak terhingga, berfikir lebih bijak bahwa mugkin kita tidak (sedang) salah atau benar, ada terlalu banyak faktor yang mempengaruhinya. Ketika kita menghadapi kegagalan, misalnya, lebih baik kalau kita melihatnya sebagai langkah awal buat mencoba lagi dengan cara yang lebih baik/berbeda. Kegagalan bukan — secara pasti — sebagai akhir dari segalanya.

Dalam kehidupan sehari-hari, menerapkan pola pikir ini sepertinya butuh fleksibilitas dan kemampuan untuk menerima bahwa nggak ada yang sempurna.

Fixed Mindset adalah Ketidakwajaran

Pola pikir yang tetap (fixed mindset) mengenai kehidupan ini mungkin dipengaruhi oleh pemikiran kita sejak kecil bahwa kita diajarkan untuk selalu menjadi orang yang pintar, bukan orang yang terus berusaha belajar. Akibatnya, selama ini kita hanya fokus menilai hasil dibanding menilai usaha yang telah kita perbuat. Saat kita gagal menjadi pintar, kita akan lebay menilai diri kita bahwa kita akan gagal selamanya. Kita akan lebay dengan berpikir bahwa kegagalan kita akan menjadi kegagalan bagi aspek hidup kita yang lain. Bahwa kegagalan kita akan mengutuk hidup kita.

Beberapa waktu, saya merasakan bagaimana pola pikir yang berkembang membantu saya hidup sebagai — sewajarnya — manusia. Kita tidak bisa menjalani dan menilai dengan pasti kehidupan berdasarkan indikator yang terlalu sederhana, hanya dengan hitam dan putih. Kita tidak bisa memilih jalan hidup secara pasti, tidak bisa menilai diri secara egois dengan indikator yang terlalu sederhana. Kita tidak bisa menjadikan kemungkinan sebagai sebuah kepastian. Namun, mengapa kita terkadang bersikap sebaliknya? Ada kalanya kita lebay kalau disuruh menilai diri kita sendiri di saat ada sesuatu yang mengancamnya, salah satunya adalah sesuatu di luar kendali kita: hasil atas usaha kita.

Kenapa harus pusing? Kan hal itu tidak pasti juga toh. Peluk saja hal itu dan jadikan bahan untuk kematangan kita. Mungkin itu bisa menjadi pilihan yang lebih bijak.

Pentingnya membangun pola pikir yang berkembang juga terlihat dalam cara kita mengatasi ketakutan akan kegagalan atau penolakan. Analoginya adalah seperti melihat langit malam yang gelap; di antara bintang-bintang yang bersinar terang, ada kegelapan yang memberi kontras dan keindahan pada pemandangan keseluruhan. Begitu juga dalam hidup, tantangan atau kegagalan yang kita hadapi nggak mengurangi nilai dari perjalanan kita, tapi justru memperdalam warna dan maknanya. (Baca: Premeditatio Malorum)

Dengan menghargai keberagaman kehidupan ini, kita bisa memperkaya pengalaman pribadi dan fokus kepada diri serta memberi kontribusi positif kepada orang lain di sekitar kita. Ini seperti berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain; semakin kita memahami dan menghargai kompleksitas kehidupan, semakin kecil distorsi dalam pikiran kita, semakin besar kesempatan untuk memberikan dampak positif yang bisa kita buat dalam hidup kita.

Membangun pola pikir yang berkembang adalah tentang menggambarkan diri kita: terus tumbuh dan berkembang. Ini adalah perjalanan yang tak pernah berakhir, karena setiap hari membawa pelajaran baru dan kesempatan buat menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dalam tulisan ini, saya berharap bisa mengingatkan diri saya sendiri dan dapat bermandaat bagi pembaca. Kita buka diri kita untuk melihat keindahan dalam setiap ketidaksempurnaan, bukan hanya memandang dunia dalam hitam dan putih yang terlalu sederhana.

--

--

Solomon
Komunitas Blogger M

Ingin mengingatkan diri dan berbagi lewat tulisan.