Imajinasi yang Hilang

Rafael
Komunitas Blogger M
2 min readJul 12, 2020
Photo by Annie Spratt on Unsplash

“Kamu cita-citanya mau jadi apa?” Tanya gue ke Adik sepupu yang lagi main ke rumah, Varesha namanya.

“Jadi pahlawan.” Jawab Varesha.

“Loh, emangnya kamu bisa dapat uang banyak kalau jadi pahlawan?”

“Kalau pilih cita-cita harus yang bisa dapat uang banyak ya, Bang?” Tanya balik Varesha.

Seorang anak kecil berusia sepuluh tahun yang begitu polos dan belum cukup memahami dunia yang sangat kompleks, mampu membuat gue terdiam sekaligus terpukul atas jawabannya. Gue jadi teringat dengan novel The Little Prince karya Antoine de Saint-Exupéry:

Menjadi dewasa memang akan terus membuat kita dapat berpikir lebih jauh, tapi harus rela jika kehilangan banyak imajinasi.

The Little Prince karya Antoine de Saint-Exupéry

Semakin dewasa semakin membuat pikiran kita terkontaminasi oleh hal-hal yang membosankan: Uang, jabatan, dan status sosial. Tidak ada lagi imajinasi menjadi seorang pangeran, satria baja hitam, power ranger merah, alien, dan semua keinginan yang didasari oleh imajinasi yang luas, bukan kenyataan yang sempit. Dan saat ini, gue telah menjadi orang dewasa yang membosankan.

Dulu sewaktu kecil, gue pernah bercita-cita menjadi seorang pilot, bukan karena uang atau gaji besar yang akan didapat, tapi karena gue mau menjadi orang terdepan yang duduk di bangku pesawat.

Gue juga pernah bercita-cita menjadi seorang presiden, bukan karena jabatan orang nomor satu di Indonesia, tapi karena gue ingin memiliki foto yang terpajang di depan kelas. Dan gue juga pernah bercita-cita ingin menjadi seorang pemadam kebakaran, bukan karena status yang akan dipuja pada saat reuni dengan teman kelas, tapi karena ingin menjadi manusia yang tahan dengan api.

Lucu sekali rasanya mengingat alasan untuk memilih cita-cita pada saat gue masih kecil. Pantas saja dulu gue gak pernah bercita-cita ingin menjadi PNS. Imajinasi apa yang bisa gue kembangkan(?) kecuali jika pada saat gue kecil sudah dapat memikirkan uang, jabatan dan status sosial, seperti orang dewasa pada umumnya.

“Bang,” Panggil Varesha.

“Hah, kenapa?”

“Pilih cita-cita harus yang bisa dapat uang banyak?”

“Kalau iya, kamu mau jadi apa?”

Varesha berpikir sejenak,

“Mau jadi mesin ATM.”

--

--