Ingat, Puncak Gunung Bukan Tujuan Akhir!
Karena perjalanan turun gunung tak kalah menantang
When we love, we always strive to become better than we are. When we strive to become better than we are, everything around us becomes better too. (Paulo Coelho)
Saya ingat seorang anak bernama Santiago dalam buku ‘The Alchemist’ karangan Paulo Coelho yang melakukan perjalanan panjang melintasi gurun untuk mengejar mimpinya. Santiago mempunyai sebuah mimpi. Ia mendapat pesan dari seorang peramal yang mengatakan bahwa dirinya akan menemukan dan mendapatkan sebuah harta karun yang tidak ada habisnya apabila dipakai sebanyak tujuh turunan sekalipun.
Saya membayangkan menjadi Santiago ketika melakukan perjalanan. Bertemu dengan orang baru dan menggali informasi perihal harta karun. Bertemu dengan legenda-legenda hidup yang senang berbagi tentang banyak hal.
Siang itu saya bertemu Abah Ozz disela kegiatan kemping di Bandung Utara dekat tempat latihan militer. Beliau adalah seorang legenda hidup yang sudah malang melintang dalam kegiatan di alam terbuka.
Keahliannya dalam membuat api sudah teruji. Banyak kegiatan pelatihan yang sudah difasilitasinya. Membuat api dari berbagai media seperti batu, logam, dan kayu. Abah Ozz juga membuka pikiran saya untuk belajar dan berlatih kembali. Mengasah diri dengan terus berlatih dan berlatih.
Dari obrolan ringan, candaan, dan cerita seputar kehidupan, saya mengambil harta karun — harta karun yang ia tebarkan. Untuk hal ini saya sangat menaruh hormat pada beliau.
Inilah beberapa beberapa harta karun yang saya tangkap darinya. Sebuah pelajaran penting bagi siapapun yang bisa mengambil maknanya. Ditemani secangkir kopi pahit ditambah hangatnya api unggun, Abah Ozz menyampaikan beberapa hal penting yang antara lain sebagai berikut.
- Puncak bukan tujuan akhir. Puncak gunung itu bukan tujuan akhir, banyak orang terjebak dalam pemikiran bahwa puncak gunung adalah segalanya. Ingat! Masih ada perjalanan turun gunung yang tidak kalah menantang dari mendaki. Jadilah pendaki gunung yang baik, yang bisa mengatur ritme, tenaga, dan logistik. Jangan dihabiskan semuanya hanya untuk mengejar puncak gunung.
- Belajar dan terus Berlatih sampai 1000 kali. Abah bisa membuat api dengan mudah, dengan bantuan benda-benda sekitar seperti batuan, logam, dan kayu, itu karena abah sudah belajar dan berlatih lebih dari seribu kali. Ya kalau ditambah hari ini, sekitar seribu satu kali lah!
- Bawa selalu kompas jangan mengandalkan kompas dalam pikiran. Ada 3 kompas di dunia ini. Kompas sesungguhnya di kutub utara dan selatan, kompas dalam peta dan kompas dalam pikiran.
- Jika lelah, beristirahat. Kondisi lelah membuat manusia kehilangan kesadaran dan pikiran terbaiknya. Kadang orang tak sadar jika sedang lelah. Baik saat memutuskan atau saat bertindak. Jika diskusi sekali pun, hasilnya gak akan jadi baik. Mending istirahat saja dulu semuanya. Barulah ketika semua sudah tenang, sudah bisa berpikir jernih, putuskan hal terbaik bagi tim.
- Tiga kunci membuat api, ada oksigen, ada benda keras, dan ada kayu kering. Namun yang paling penting juga adalah seribu kali latihannya, jangan lupakan itu!
- Pasang aplikasi pemetaan, lihat posisi kita di peta lalu identifikasi keadaan. Cari tanda-tanda yang membuat kita mengenal lingkungan sekitar sehingga dengan mudah menemukan lokasi kembali jika kita tersesat. Abah memasang Avenza Maps di hapenya. Lalu ia tunjukan bagaimana cara kerjanya.
- Didik dengan niat baik, memang untuk mendidik! Banyak organisasi pegiat alam melakukan Pendidikan Dasar. Banyak juga pelatih yang sudah melakukan menjadi komando pendidikan dasar dengan benar, dengan cara-cara yang semestinya dilakukan seorang pelatih yaitu mendidik calon anggota. Namun tak jarang juga pelatih yang masih keluar dari koridor pendidikan. Misalnya memberikan hukuman tanpa alasan, tidak memberi contoh yang baik bagi peserta. Jadi penting untuk mendidik dengan niat baik bahwa segala yang dilakukan oleh siswa di lapangan itu berguna, bermanfaat, dan bermakna bagi siswa itu sendiri.
Obrolan panjang berlanjut keesokan harinya. Pagi hari yang dingin, saya menyapa Abah yang sudah sigap membuat perapian untuk mengusir dingin yang terus menghampiri.
Segalanya ada batas, waktu adalah penanda jelas tentang batas ini. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Seasyik apapun waktu bersama pada akhirnya harus diakhiri. Abah mesti pergi bertualang ke tempat lain. Begitu pun saya mesti melakukan perjalanan lagi mencari harta karun — harta karun lainnya yang tidak akan habis dibagi tujuh turunan.