Kapan Harus Menikah ?

Sarirachmah
Komunitas Blogger M
3 min readOct 2, 2022
gambar pernikahan di India

Berdasarkan budaya yang beredar di masyarakat, sering orang memasang usia sebagai standar pernikahan. Apalagi di Indonesia yang menganut praktek pernikahan usia muda. 24 tahun adalah usia was-was ketika anak gadis belum menunjukkan tanda-tanda akan menikah. Pas di usia 25 tahun orangtua akan terus bertanya “Kapan nikah?” kala anak gadisnya belum juga menemukan jodoh.

Jangankan 25 tahun, anak gadis lulusan SMA di usia 17 tahun pun banyak yang dinikahkan dengan pria pilihan orang tua yang dianggap dapat menjadi suami yang baik. Jangankan lulusan SMA, lulusan SMP pun masih ada orangtua yang menikahkan anak gadisnya di saat remaja seusianya masih asyik menikmati masa-masa muda yang ceria dan penuh gairah.

Sebenarnya, menikah di usia lebih dari 25 tahun pun bukan dosa, bukan perbuatan melanggar hukum apalagi bukan pula perbuatan keji. Tapi, seolah-olah pelakunya menjadi seorang pendosa, sehingga para tetangga akan melabeli “perawan tua”, “bujang lapuk” atau yang lebih sadis lagi “tidak laku”.

Jangankan label-label negatif seperti itu, pertanyaan tetangga yang cenderung sarcasm seperti “Kok adiknya nikah lebih dulu?” sudah cukup bikin hati cenat-cenut hingga mengundang “gerimis”. Karena beban inilah, orangtua melarang sang adik menikah sebelum kakaknya menemukan jodoh. Pamali katanya.

Obsesi orang Indonesia menikah muda karena didorong cita-cita jika nanti anak-anaknya sudah dewasa, sang orang tua masih dalam usia muda. Ya, seperti itu!

Lain lagi di Korea selatan. Masyarakat Korea Selatan menikah di usia 40 tahun adalah hal biasa. Sebab, bagi masyarakat Korsel menikah adalah untuk mencari kebahagiaan, sehingga harus punya pekerjaan yang mapan dulu, rumah bagus, kendaraan mewah, dan lain sebagainya barulah menikah dengan si “pencuri hati”.

Bagi orang Indonesia, harta banyak, pekerjaan mapan dapat diperjuangkan bersama setelah menikah. Sehingga, bagi kebanyakan orang Indonesia tak masalah menikah muda walaupun belum punya pekerjaan mapan, rumah butut dan masih ngontrak bahkan banyak anak pula. Sebab, prinsip yang dianut orang Indonesia secara turun temurun, banyak anak banyak rezeki. Begitu katanya.

Prioritas hidup, menikah dulu ? Atau mapan dulu?

Menikah di usia berapapun tidak harus menjadi gunjingan. Kalau belum ketemu jodohnya, mau gimana lagi? Iya kan? Gunjingan negatif dari masyarakat soal usia menikah hanya akan memberi beban mental kepada orang tersebut dan dikhawatirkan berencana menikah hanya untuk mendapat status “Married”.

Sehingga, ia akan menikah dengan seseorang tanpa filter yang baik. Pada akhirnya, usia pernikahan seumur jagung dan berujung pada perceraian karena merasa salah memilih jodoh. Atau paling tidak yang penting udah pernah mendapat status “Married”. Setelah cerai status yang disematkan masyarakat malah lebih keren “Janda kembang” atau “Duda keren”.

Setiap orang pasti punya prioritas dalam hidupnya. Apakah itu menikah dulu atau bekerja dulu, itu hak preogatif setiap orang. Masyarakat tidak usalah menjadi hakim buat para “Jomblo” dengan label-label “Perawan tua”, “Bujang lapuk”, “Tak laku” dan lain-lainnya. Tidaklah berfaedah semua itu.

Menikah muda bagus, sebab bereproduksi di usia muda lebih memiliki tenaga dan semangat yang lebih besar dalam mengurus anak dibandingkan usia yang lebih tua di saat sel-sel tubuh sudah mengalami banyak penurunan fungsi. Pun, mapan dulu baru menikah juga bagus, sebab tenaga dan semangat untuk berkarya tentu lebih besar saat usia masih muda. Sehingga, saat tua tinggal menikmati hasil perjuangan di masa muda.

Karena menikah bertujuan untuk bahagia bersama si dia. Maka, menikahlah saat kamu sudah siap dan saat kamu sudah menemukan orang yang tepat, bukan karena diburu-buru demi mendapat label “married”.

--

--