Karma Itu Tidak Pernah Ada

Rifqi Firdausi Arafadh
Komunitas Blogger M
5 min readJul 15, 2024

Saya adalah orang yang tidak percaya dengan karma, karena memang karma itu tidak ada. Apa itu karma? Katanya, jika seseorang menyakiti kita, suatu saat dia akan mendapatkan balasan yang setimpal. Namun, bagaimana kita tahu bahwa musibah yang menimpa orang tersebut adalah hasil dari karma karena telah menyakiti kita?

Jawabannya: kita hanya menghubung-hubungkan saja, bukan?. Yang ingin saya bahas disini adalah tentang pergeseran makna dari karma sendiri dan orang seringkali menghubungkan karma dengan perbuatan buruk seseorang saja.

Apa Itu Karma?

Karma adalah konsep yang berasal dari ajaran Hindu dan Buddha, yang kemudian diadaptasi ke dalam berbagai budaya dan agama. Secara sederhana, karma berarti hukum sebab-akibat: setiap tindakan memiliki konsekuensi. Menurut ajaran ini, jika seseorang melakukan perbuatan baik, mereka akan mendapatkan hasil yang baik di masa depan.

Sebaliknya, jika mereka melakukan perbuatan buruk, mereka akan mendapatkan balasan yang buruk. Karma sering dianggap sebagai bentuk keadilan universal yang mengatur hidup manusia, baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang.

Namun, konsep karma ini lebih sering digunakan secara longgar dalam percakapan sehari-hari untuk menjelaskan nasib buruk yang menimpa seseorang setelah mereka berbuat jahat. Banyak yang percaya bahwa karma adalah mekanisme alam semesta untuk menyeimbangkan tindakan baik dan buruk, memberikan balasan yang setimpal kepada setiap individu berdasarkan perbuatannya.

Karma: Hanya Harapan untuk Balas Dendam?

Mari kita bahas lebih lanjut. Seringkali kita mendengar cerita tentang seseorang yang mengalami nasib buruk setelah berbuat jahat. Tapi mari kita hadapi kenyataan: hidup ini tidak adil. Seperti kata Patrick, “hidup memang tidak adil, jadi biasakanlah.”

Lalu, mengapa kita selalu mengaitkan nasib buruk orang lain dengan perbuatan mereka yang mungkin tidak baik? Apa yang membuat kita begitu yakin bahwa itu adalah karma?

Menurut saya alasan terkuat mengapa banyak orang percaya pada karma adalah karena mereka frustrasi dan tidak bisa membalas dendam. Mereka berharap bahwa ada kekuatan tak terlihat yang akan menghukum orang yang telah berbuat salah kepada mereka.

Namun, apakah ini tidak terdengar seperti harapan yang sia-sia? Jika Anda disakiti oleh orang lain, apakah Anda benar-benar berharap bahwa orang itu akan mendapatkan balasan yang menyakitkan? Atau Anda hanya ingin merasa lebih baik dengan berpikir bahwa keadilan akan ditegakkan oleh alam semesta?

Ambil contoh pengalaman pribadi saya. Saya pernah diselingkuhi. Apakah saya berharap mantan saya mendapatkan karma buruk? Tidak. Saya tidak akan menghabiskan waktu saya berharap seseorang yang telah menyakiti saya akan mendapatkan balasan yang setimpal. Percayalah, mengharap orang yang menyakiti Anda mendapatkan balasan yang menyakitkan hanya akan memperpanjang rasa benci Anda.

Lebih baik kita fokus pada diri kita sendiri dan bagaimana kita bisa move on dari pengalaman buruk tersebut. Dengan terus memikirkan tentang karma, kita hanya akan terjebak dalam lingkaran kebencian dan dendam yang tidak ada habisnya. Apakah itu benar-benar kehidupan yang kita inginkan?

Konsep-konsep seperti karma ini pada akhirnya hanya menjadi alasan bagi manusia untuk merasa lebih tenang karena orang lain menderita. Kita merasa bahwa kita berhak untuk melihat orang lain merasakan derita yang sama atau bahkan lebih berat. Ini adalah cara kita untuk mencari keadilan dalam ketidakadilan dunia ini, meskipun pada kenyataannya kita hanya menutupi rasa sakit kita sendiri dengan harapan balas dendam.

Karma: Mitos atau Realitas?

Bayangkan, setiap kali seseorang berbuat salah kepada kita, kita berharap ada kekuatan ajaib yang akan menghukum mereka. Bukankah itu terdengar seperti plot dari film fantasi? Kenyataannya, hidup ini tidak sesederhana itu. Orang-orang yang berbuat jahat mungkin akan mendapatkan balasan yang buruk, atau mungkin tidak. Dan kita tidak punya kendali atas itu.

Lagipula, apakah benar-benar adil untuk mengharapkan seseorang menderita hanya karena mereka telah menyakiti kita? Mungkin mereka juga sedang menghadapi masalah mereka sendiri yang tidak kita ketahui. Menyalahkan karma hanya membuat kita merasa lebih superior dan tidak melihat situasi dengan objektif.

Dilematis karma sering terjadi dalam konflik antara dua orang yang sama-sama merasa diri mereka adalah korban. Bayangkan dua orang sedang bertengkar, A dan B. A merasa bahwa B telah berbuat jahat padanya, dan B juga merasa bahwa A telah berbuat jahat padanya. Ketika suatu saat B mengalami musibah, A akan dengan senang hati mengatakan bahwa itu adalah karma karena telah menyakiti dirinya. Sebaliknya, jika A yang mengalami nasib buruk, B pun akan berpikir bahwa itu adalah karma untuk A.

Dalam situasi ini, kedua belah pihak merasa sebagai korban dan menganggap lawannya adalah pelaku kejahatan. Lalu, ketika salah satu dari mereka mengalami musibah, mereka dengan mudah menghubungkannya dengan karma. Tetapi apakah itu benar-benar karma? Atau hanya kebetulan yang dimaknai secara berlebihan?

Di sinilah letak kelemahan konsep karma. Setiap orang memiliki perspektif dan pemahaman yang berbeda tentang siapa yang bersalah. Kita cenderung menganggap diri kita sebagai pihak yang benar dan melihat musibah yang menimpa orang lain sebagai pembenaran dari alam semesta atas ketidakadilan yang kita rasakan. Namun, ini hanya cara untuk menghibur diri kita sendiri dan membuat kita merasa lebih baik tanpa harus melakukan refleksi mendalam tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Fokus pada Diri Sendiri, Bukan pada Karma

Kesimpulannya, karma itu tidak ada. Itu hanya konsep yang kita ciptakan untuk membuat diri kita merasa lebih baik ketika kita tidak bisa membalas dendam. Tetapi kenyataannya, hidup ini tidak adil dan tidak selalu ada hubungan langsung antara perbuatan seseorang dan nasib yang mereka alami. Jadi, mari kita berhenti menghubung-hubungkan nasib buruk orang lain dengan perbuatan mereka. Lebih baik kita fokus pada diri kita sendiri dan bagaimana kita bisa menjadi orang yang lebih baik, tanpa harus bergantung pada mitos karma.

Karma, seperti yang diyakini banyak orang, hanyalah sebuah ilusi yang diciptakan untuk memberikan harapan palsu. Ini adalah cara kita untuk menghibur diri kita sendiri saat kita tidak dapat melakukan apa-apa untuk membalas dendam. Tapi mengapa kita harus membuang-buang waktu dan energi kita untuk hal yang tidak nyata?

Mari kita hadapi kenyataan dengan kepala tegak dan berhenti percaya pada dongeng. Hidup ini keras, dan tidak ada jaminan bahwa orang yang berbuat jahat akan mendapatkan balasan yang setimpal. Lebih baik kita fokus pada hal-hal positif dalam hidup kita dan bagaimana kita bisa tumbuh dari pengalaman buruk. Dengan begitu, kita bisa menjadi orang yang lebih kuat dan lebih bijaksana.

Jadi, sekali lagi, karma itu tidak ada. Jangan buang waktumu untuk memikirkan tentang hal-hal yang tidak bisa kamu kendalikan. Fokuslah pada dirimu sendiri dan bagaimana kamu bisa menjadi orang yang lebih baik. Itu adalah cara terbaik untuk menjalani hidup yang penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan.

--

--