Kebenaran Berbasis Otoritas Adalah Alasan Kenapa Manusia Pecaya Dukun

Rifqi Firdausi Arafadh
Komunitas Blogger M
5 min readJun 13, 2024

--

Kebenaran berbasis otoritas (Authority Based Truth) adalah konsep yang sudah mendarah daging dalam sejarah umat manusia. Ini merujuk pada fenomena di mana kebenaran ditentukan oleh figur otoritas yang dipercayai oleh masyarakat, terlepas dari validitas atau keakuratan faktualnya. Dalam Perjalanan sejarah manusia, kebenaran berbasis otoritas telah dianut manusia sejak ribuan tahun yang lalu saat manusia hanya terdiri dari suku suku kecil. Kebenaran ini menjadi pegangan manusia bahkan masih ada sampai sekarang.

Perilaku Sosial Manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang menunjukkan perilaku mirip dengan beberapa spesies kera. Dalam kelompok sosial, baik manusia maupun kera menunjukkan hierarki kekuasaan yang kompleks. Misalnya, kera seperti simpanse atau bonobo memiliki struktur sosial yang dipimpin oleh individu dominan yang diikuti oleh anggota kelompok lainnya, individu ini sering disebut sebagai alpha. Struktur ini membantu dalam mengatur interaksi sosial, pembagian makanan, dan penentuan tempat tinggal.

Manusia memiliki perilaku sosial yang mirip dengan simpanse atau bonobo, manusia menunjukkan pola perilaku sosial yang serupa. Dalam kelompok kecil, manusia prasejarah bergantung pada pemimpin atau individu berpengaruh untuk mengambil keputusan penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup mereka. Perilaku ini menjadi dasar bagi pengembangan struktur otoritas yang lebih kompleks dalam masyarakat manusia seiring waktu.

Evolusi Bahasa dan Pertanyaan tentang Keberadaan

Seiring dengan evolusi bahasa, manusia mulai mengajukan pertanyaan mendasar tentang alam semesta dan fenomena di sekitarnya. Bahasa memungkinkan manusia untuk mengungkapkan pikiran dan keingintahuan mereka, serta untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Kemampuan ini mendorong manusia untuk mencari penjelasan atas berbagai kejadian yang mereka alami, seperti bencana alam, penyakit, dan kematian.

Dalam upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, manusia sering kali beralih kepada individu yang dianggap memiliki pengetahuan atau kekuatan khusus. Inilah awal mula kebenaran berbasis otoritas, di mana jawaban yang diberikan oleh figur otoritas diterima sebagai kebenaran oleh anggota kelompok, meskipun mungkin tidak memiliki dasar ilmiah atau bukti empiris yang kuat.

Dalam kelompok manusia awal yang mungkin hanya terdiri dari suku-suku kecil, selalu ada figur otoritas yang mendominasi. Figur-figur ini, seperti kepala suku, penyihir, atau ahli nujum, memiliki peran penting dalam menjaga kohesi sosial dan memberikan panduan bagi anggota kelompok. Mereka sering kali dianggap memiliki koneksi khusus dengan dunia supranatural atau memiliki pengetahuan yang lebih dalam tentang dunia sekitar.

Otoritas ini memainkan peran krusial dalam menentukan apa yang dianggap sebagai kebenaran. Dalam banyak kasus, mereka memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijelaskan oleh pengalaman sehari-hari atau pengetahuan umum kelompok. Meski jawaban tersebut bisa jadi murni karangan atau mitos, namun diterima oleh kelompok karena figur otoritas tersebut dihormati dan dipercayai.

Kebenaran Berdasarkan Otoritas

Orang-orang yang memegang otoritas inilah yang menentukan kebenaran dan menjawab berbagai pertanyaan, meskipun mereka mungkin mengarang jawaban tersebut. Hal ini membantu manusia, setidaknya dalam konteks kelompok kecil tersebut, untuk mencapai konsensus dan stabilitas sosial. Kepercayaan kepada otoritas memungkinkan masyarakat untuk memiliki panduan dan kejelasan dalam menghadapi ketidakpastian dunia.

Figur otoritas ini, seperti kepala suku, penyihir, atau ahli nujum, jarang mengakui ketidaktahuan mereka. Sebaliknya, mereka memberikan penjelasan yang, meskipun mungkin tidak benar, dianggap membantu dalam menjaga kohesi sosial dan memberikan rasa aman bagi anggota kelompok. Oleh karena itu, banyak cerita mitologis seperti Zeus atau Poseidon dalam mitologi Yunani, atau berbagai hantu dan makhluk supranatural dalam kepercayaan tradisional lainnya, berasal dari penjelasan-penjelasan otoritas ini.

Praktik kebenaran berbasis otoritas telah dianut sejak ribuan tahun dan masih ditemukan dalam masyarakat tradisional saat ini. Masyarakat sering kali memegang teguh kepercayaan kepada figur otoritas karena ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan fenomena tertentu secara rasional. Selain itu, ketakutan akan kesialan atau hukuman supranatural jika tidak mematuhi otoritas juga menjadi faktor penting dalam mempertahankan kepercayaan tersebut.

Ketika masyarakat menghadapi fenomena yang tidak dapat dijelaskan, mereka cenderung mencari penjelasan dari figur otoritas yang dianggap memiliki pengetahuan atau kekuatan khusus. Hal ini memberikan rasa nyaman dan aman, meskipun penjelasan tersebut mungkin tidak berdasarkan fakta. Ketergantungan pada kebenaran berbasis otoritas ini masih terlihat dalam berbagai tradisi dan praktik keagamaan atau spiritual di berbagai budaya di seluruh dunia.

Kebutuhan Otak Manusia Akan Penjelasan

Pada dasarnya, otak manusia memiliki kecenderungan untuk mencari alasan dan penjelasan atas segala sesuatu yang terjadi. Ketika penjelasan diberikan, meskipun itu tidak benar atau bahkan bohong, selama itu memberikan rasa nyaman, otak manusia cenderung mempercayainya. Kepercayaan ini membantu manusia untuk mengurangi ketidakpastian dan kecemasan yang mungkin timbul dari ketidaktahuan.

Fenomena ini menjelaskan mengapa kita masih dapat melihat orang-orang yang percaya pada omongan dukun atau peramal di zaman modern ini. Kebutuhan akan penjelasan dan rasa aman membuat orang lebih mudah menerima otoritas yang menawarkan jawaban, bahkan jika jawaban tersebut tidak memiliki dasar ilmiah atau rasional yang kuat.

Salah satu contoh nyata dari kepercayaan pada otoritas di zaman modern adalah kasus Dimas Kanjeng di Indonesia. Dimas Kanjeng mengklaim bisa mengeluarkan uang dari udara dan mendapatkan banyak pengikut yang mempercayai klaimnya. Bahkan, seorang profesor dari universitas ternama di Indonesia menjadi salah satu pengikutnya. Pada akhirnya, terungkap bahwa Dimas Kanjeng adalah seorang penipu.

Kasus ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh figur otoritas dan bagaimana orang dapat dengan mudah terjerumus dalam kepercayaan yang tidak rasional ketika mereka merasa otoritas tersebut dapat memberikan penjelasan atau solusi atas masalah mereka. Fenomena ini tidak terbatas pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, tetapi juga dapat mempengaruhi orang-orang yang berpendidikan tinggi.

Contoh lain adalah Sai Baba di India, yang memiliki ribuan bahkan jutaan pengikut. Sai Baba dikenal karena menggunakan trik-trik sulap untuk mengelabui pengikutnya, membuat mereka percaya bahwa ia memiliki kekuatan supranatural. Meskipun banyak yang akhirnya menyadari bahwa Sai Baba hanya menggunakan trik ilusi, pengaruhnya tetap kuat.

Bahkan, ada ustadz di Indonesia yang menyebut bahwa Sai Baba adalah seorang Dajjal, sebuah figur dalam eskatologi Islam yang menipu umat manusia. Hal ini menunjukkan bagaimana figur otoritas dapat memanfaatkan kepercayaan masyarakat untuk menguatkan posisi mereka, terlepas dari kebenaran di balik klaim mereka.

Penutup

Kebenaran berbasis otoritas telah menjadi bagian dari sejarah manusia dan terus bertahan hingga kini. Kebutuhan akan penjelasan, rasa aman, dan ketidakmampuan untuk menjelaskan fenomena kompleks secara rasional membuat manusia bergantung pada figur otoritas untuk menentukan kebenaran. Meski banyak dari penjelasan tersebut yang tidak berdasarkan fakta atau bukti, namun selama memberikan rasa nyaman, manusia cenderung tetap mempercayainya.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di masyarakat tradisional tetapi juga di dunia modern, seperti yang ditunjukkan oleh kasus Dimas Kanjeng dan Sai Baba. Kebenaran berbasis otoritas mencerminkan kecenderungan alami manusia untuk mencari kepastian dan keamanan dalam menghadapi ketidakpastian dunia. Oleh karena itu, memahami dan mengenali dinamika ini penting untuk menghadapi tantangan yang muncul dari kepercayaan yang tidak rasional di masyarakat kita.

Namun kebenaran berbasis otoritas ini terkadang memiliki sisi buruk. Saat kita mengalami wabah covid 19, banyak figur otoritas yang membantah keberadaan covid 19 dan menganggapnya palsu sehingga banyak yang mempercayainya dan malah menimbulkan kematian yang semakin banyak. Sehingga menurut saya, kebenaran bedasarkan otoritas harus sudah mulai bergeser. Kebenaran harus sudah didasarkan pada Fakta yang bisa diuji bukan hanya klaim kosong dari mulut orang orang yang memiliki otoritas.

--

--