Keluarga Harmonis adalah Zona Nyaman

Orang yang selfie dengan sepeda mewah, nongkrong di tempat mahal, pada dasarnya ingin memperlihatkan dirinya orang bebas.

Karto K. Saragih
Komunitas Blogger M
3 min readJun 18, 2024

--

Photo by Eric Prouzet on Unsplash

Ucapan sukacita mengalir di grup alumni saya. Ceritanya, seorang alumnus menikah lagi. Foto bersama pasangan barunya tampak sangat bahagia.

Ada sedikit penasaran dalam diri saya. Kapan dia cerai? Teganya dia mengkhianati istri yang menemaninya melewati tahun-tahun yang berat.

Tulisan ini tidak ingin menjawab itu.

Sisi positif pernikahan selalu diiringi sisi negatifnya. Banyak yang ingin menikah, tapi tidak kalah banyak yang menyesali. Ada yang ingin punya anak, tapi ada juga yang ingin childfree.

Saya mengenal wanita jomblo berusia menjelang 40 tahun yang sepertinya sangat bahagia. Menjalani hidup tidak lagi seperti zaman dulu; harus menikah dan memilik anak. Zaman telah berubah dan alur hidup tidak lagi linear. Pandangan tentang menikah juga berubah. Pertanyaan yang lebih dalam, apakah saat ini ada pernikahan bahagia?

Banyak orang semakin percaya bahwa menikah berarti tidak bebas. Ini bertentangan dengan teknologi informasi yang membuka lebar pintu kebebasan. Anda semakin bebas melakukan apa saja. Anda bebas memilih film yang ingin ditonton, bebas memilih pertandingan bola yang ingin ditonton. Tidak ada lagi yang mengatur harus menonton ini atau itu. Bahkan Anda kini tidak bisa melarang anak balita Anda menonton.

Kenapa tidak bisa begitu dengan pernikahan?

Tidak peduli seberapa kaya, seberapa tinggi jabatan Anda di kantor, jika ada orang lain yang bertanya jam berapa Anda pulang, atau bagaimana mana sebaiknya Anda berpakaian, berarti Anda bukan orang yang bebas. Anda punya uang, tapi tidak bebas. Ini berlaku juga buat yang belum menikah. Jika ada yang menyuruh-nyuruh Anda, baik di kantor maupun saat menjalani sebuah hubungan, berarti Anda tidak bebas.

Semakin maju teknologi semakin rumit pula komunikasi sebuah pasangan. Teknologi sering dipakai sebagai media melarikan diri. Semakin banyak grup sosmed, semakin besar peluang selingkuh, atau terhentinya satu hubungan.

Hidup sebebas-bebasnya kini menjadi moto baru. Orang yang selfie dengan sepeda mewah, nongkrong di tempat mahal, bertemu dengan orang yang terkenal pada dasarnya ingin memperlihatkan dirinya sebagai orang yang bebas. Uang, network, dan harta melimpah membuka banyak pilihan. Orang yang tidak memiliki semua itu tidak punya pilihan, dan maaf, anda bukan orang bebas.

Photo by Jakob Owens on Unsplash

Kebebasan Membuat Kita Tumbuh

Mungkin tujuan menikah lagi karena si teman ingin membuktikan dirinya orang yang bebas. Dia bebas memutuskan untuk bercerai, lalu menikah lagi. Dia bebas bilang 'cukup sampai di sini' pada istrinya, lalu mengajak wanita lain 'mengarungi rumah tangga’. Kebebasan membuatnya tumbuh, membuatnya terus memutar otak.

Elon Musk melewati babak kawin cerai dan tak memiliki hubungan yang baik dengan anak-anaknya. Kita tahu apa kehebatan Elon dan sumbangsihnya untuk dunia. Banyak pemimpin hebat berasal dari hubungan pernikahan yang tak ideal. Obama jarang sekali bertemu bapaknya. Kita tahu betapa hebatnya Obama berpidato tentang kehidupan sosial dan keluarga.

Keluarga harmonis itu sebuah zona nyaman. Orang yang berada dalam kenyamanan tidak akan berusaha keras meraih sesuatu yang luar biasa, apalagi mengubah dunia. Orang yang berada di zona nyaman tidak akan tumbuh.

--

--