Kenapa ketika Jatuh Cinta, Logika dan Perasaan selalu Bertentangan?

Hasbi Haris
Komunitas Blogger M
7 min readApr 28, 2024
Salah satu film horor (sumber gambar: vice.id)

Semua orang pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Sebuah perasaan yang menggebu-gebu, mengikat, dan begitu impulsif. Jatuh cinta yang mengakibatkan hari-hari menjadi manis adanya, hati yang menggebu ketika melihat pujaan hati ataupun rasa cemburu dan sifat ingin memiliki ketika ada orang lain yang terlihat ingin mendekati seseorang yang dicintai tersebut. Jatuh cinta yang memberi harapan akan hari-hari esok yang lebih berwarna. Jatuh cinta yang begitu nikmat dan terkadang begitu adiktif.

Namun, pada dasarnya jatuh cinta melibatkan banyak senyawa kimiawi di otak yang memproses adanya stimulasi dari luar. Stimulasi yang membuat akal dan logika sulit untuk berpikir secara rasional dan malah perasaan yang menguasai berbagai tindakan yang terkadang malah jika dipikir-pikir, eum kurang masuk akal untuk dilakukan.

Kuyakin di antara kalian pernah merasa konyol dalam melakukan sesuatu berdasarkan hal yang disebut cinta bukan? Melakukan tindakan-tindakan irasional yang jika dicermati kembali sungguhlah bego.

Seperti misalnya, belum ingin makan jika belum disuruh orang yang disukai, atau mungkin rela hujan-hujanan menemui pujaan hati ke rumahnya walaupun dimarahi papanya, atau semisal rela membelikan apapun yang dia suka walaupun kondisi keuangan sedang sekarat-sekaratnya.

Atau mungkin (ini alasan terakhir, maaf aku mau banget bilang ini) sekadar menemani dia telponan hingga subuh walau kalian tahu sendiri bahwa hal tersebut tidak ada manfaatnya sama sekali. Apa-apa demi yang namanya cinta. Apa aku juga pernah begitu? Haha. Cukup tau.

Pada tulisan kali ini aku akan membahas mekanisme jatuh cinta di dalam otak serta mengapa jatuh cinta membuat logika dan perasaan bertentangan.

Cinta Romantik

Sebelum itu, aku ingin menjelaskan terlebih dahulu mengenai apa itu cinta romantik pada manusia dan mengapa hal tersebut sangatlah penting. Cinta romantik merupakan suatu ikatan yang biasa dialami oleh makhluk hidup, bersifat universal ataupun menyeluruh dan berhubungan mengenai perilaku, aktivitas fisiologi dan aspek psikis.

Cinta romantik pada makhluk hidup biasa dilakukan dengan adanya cara menarik lawan jenis sehingga memunculkan perasaan suka ataupun rasa tertarik yang menimbulkan cinta romantik itu sendiri. Ini mungkin biasa kalian lihat pada beberapa tindakan kecil oleh lawan jenis ketika rasa ketertarikan dan stimulus dari luar itu muncul.

Ada yang pernah mengalami ini?

Seperti contoh, mungkin kalian merasa si dia hari ini berlagak agak lain dengan memberi perhatian kecil pada penampilan kalian, memuji, menatap mata dengan cukup lama dan lain sebagainya. Atau mungkin langsung menggombal yang kupikir menurut kalian agak cringe? Haha, sudahlah.

Segala perilaku tersebut ditujukan oleh lawan jenis demi mendapatkan perasaan ataupun ikatan emosional yang kuat sehingga memunculkan adanya perasaan-perasaan suka dan cinta romantik tersebut.

Hal ini begitu normal dilakukan oleh makhluk hidup, apalagi manusia. Pada hewan misalnya, kita bisa melihat ini pada spesies burung merak. Pada musim kawin, burung merak jantan akan mengembangkan bulunya yang indah itu demi menarik perhatian lawan jenis sehingga memunculkan perasaan suka dan ikatan cinta yang romantik tersebut. Atau pada beberapa jenis burung yang akan berkicau begitu lama sehingga memunculkan atensi dari pihak luar akan eksistensi dirinya yang siap untuk menjalani hubungan romantik.

Aspek cinta romantik inilah yang membuat makhluk hidup akan terus-menerus beregenerasi dan berkembang biak. Dengan adanya peranan cinta romantik maka membuat seorang individu akan merasa bahagia bertemu pasangan ataupun pujaan hatinya dan perasaan tersebut sulit untuk dikontrol.

Lalu, bagaimana mekanisme jatuh cinta sehingga memunculkan perasaan romantik tersebut?

Mekanisme Jatuh Cinta

Ketika sedang mengalami jatuh cinta, maka keadaan otak seseorang akan berbeda dari orang normal kebanyakan. Hal ini tentu saja terjadi seperti yang kujelaskan dari awal bahwa senyawa kimiawi di dalam otak memainkan peranan yang amat penting dalam menciptakan mekanisme jatuh cinta yang rasanya nikmat sekali.

Aktivitas otak ketika seseorang tengah mengalami perasaan jatuh cinta begitu terlihat pada peningkatan aliran darah yang semakin banyak. Ketika seseorang jatuh cinta maka otak akan memproses banyak aliran darah yang masuk dan membawa banyak oksigen ke daerah insula yang terhubung dekat dengan emosi dan perasaan empati. Hal ini akan memicu kegiatan yang bersifat emosional dan perasaan interpersonal yang kuat.

Perasaan senang akan jatuh cinta semakin kuat pada munculnya ekspresi yang bahagia dan mimik wajah “tertarik” akan lawan jenis. Hal ini dapat terjadi karena aktifnya saraf-saraf pada bagian nucleus accumbent yang berfungsi sebagai pusat stimulasi dari luar. Jika perasaan akan cinta romantik itu kuat maka motivasi internal serta mimik wajah senang akan mudah tampak ditunjukkan ke lawan jenis yang disukai. Hal ini pasti pernah kalian rasakan bukan? Ketika misalnya tatapan mata seseorang yang dirasa suka dengan diri kita ataupun ketika kita sendiri menatap dan tersenyum tulus kepada seseorang yang disukai.

Lalu pada area otak yang bernama Ventral Tagmental Area (VTA), aktivitas otak dalam memproses stimulasi dari luar yang berkaitan dengan perasaan cinta romantik akan semakin jelas. VTA akan melepaskan hormon dopamine yang mengeluarkan perasaan senang, ikatan emosional yang mengikat, bahagia, perasaan suka yang menggebu-gebu dan bersifat adiktif. Jika kalian pernah mengalami perasaan cinta sekali dan ingin terus-menerus mengalaminya kembali pada lawan jenis yang disukai, maka dopamine merupakan salah satu hal yang membuat perasaan-perasaan tersebut muncul.

Dopamine akan memberikan perasaan bahagia yang begitu impulsif ketika jatuh cinta serta menghasilkan detak jantung yang amat cepat. Selain itu, perasaan kenikmatan, energi yang sangat intens, kantuk yang menghilang, hilangnya nafsu makan akibat perasaan senang yang sulit untuk dijelaskan.

Selain dopamine, hormon lain seperti estrogen dan androgen juga memberikan perasaan senang ketika jatuh cinta. Perasan-perasaan seperti gugup ketika bertemu orang yang disukai, telapak tangan yang berkeringat, pupil mata yang membesar dan banyak aktivitas tubuh maupun psikis lain yang diciptakan ketika hormon-hormon tersebut dilepaskan. Selain itu, nerophinephrine yang membuat dada berdebar kencang dan serotonin juga dilepaskan ketika adanya perasaan jatuh cinta. Daerah prefrontal cortex tempat serotonin terproyeksi telah diketahui mengalami aktivitas yang impulsif dalam memainkan suasana hati yang berubah-ubah dengan cepat ketika perasan jatuh cinta muncul.

Oksitosin akan muncul ketika perasaan jatuh cinta muncul pula. Hormon tersebutlah yang menciptakan perasaan emosional yang kuat ketika kedua pasangan sudah saling jatuh cinta dan terbentuk ikatan cinta romantik yang begitu tinggi. Selain itu, vasopressin yang mengolah perasaan saling percaya antara satu sama lain dan ikatan monogami atau satu pasangan saja karena ikatan emosional yang kuat tersebut juga akan meningkat.

Logika vs Perasaan

Lalu mengapa jatuh cinta logika atau perasaan rasional sulit untuk digunakan? Hal ini tentu saja terkait adanya hormon-hormon yang menimbulkan perasan bahagia yang impulsif, senang yang menggebu-gebu, dan perasaan nikmat lain sehingga perasaan-perasaan akan hal cinta yang adiktif tersebut menghalangi aktivitas otak secara rasional dalam bertindak.

Ketika aktivitas otak sudah terbebani dan begitu banyak memproses hormon-hormon tersebut maka tindakan dan perilaku yang muncul pada seseorang yang sedang jatuh cinta akan cenderung mengarah pada pemenuhan hormon-hormon tersebut. Ya, karena jawabannya tadi, nikmat. Dopamine yang begitu kuat dan tinggi akan berdampak daerah prefrontal cortex yang mengatur kognitif dan logika akan menurun. Makanya, kecenderungan melakukan tindakan-tindakan yang bodoh dan irasional demi perasaan cinta akan lebih mudah dilakukan oleh orang-orang yang tengah mengalami jatuh cinta.

Lingkaran Setan Toxic Relationship

Serotonin yang menipis akibat dopamine akan menciptakan perasaan obsesif dan suasana hati yang berubah-ubah. Lalu ketika patah hati, seseorang yang telah mengalami perasaan obsesif akan pasangannya akan cenderung berpikir dalam kacamata kuda bahwasanya dirinya tidak bisa membedakan mana hal yang buruk ataupun baik untuk fisik dan psikisnya.

Ketika patah hati tadi akibat hubungan yang sudah mulai renggang ataupun putus, maka akan mengaktifkan bagian otak lain yaitu insular cortex. Ketika daerah otak tersebut aktif maka akan menghasilkan perasaan yang sangat tidak enak, dingin, mual ataupun perasan-perasaan negatif lain. Dengan hal ini otak akan meminta dopamine yang begitu tinggi dikarenakan VTA yang memproses dopamine tersebut kehilangan adiksinya.

Dopamine yang tiba-tiba hilang karena putus cinta akan menghasilkan kembali tindakan irasional dan perasaan obsesif akan pasangan. Kalian bisa saja mengenang kembali masa-masa indah dulu dengan pujaan hati yang kini telah pergi, waktu pertama kali pertemu, di mana tempat makan favorit, tempat nonton, di mana kalian menghabiskan waktu bersama di sore hari dan berbagai kenangan lain yang diupayakan kembali dalam menghasilkan dopamine yang kini intensitasnya tidak tinggi lagi.

Saat aktivitas VTA muncul kembali, rasa rindu tersebut akan muncul lagi dan walaupun disakitin oleh pujaan hati dulu, maka kalian akan menikmati sedikit perlakuan baik dan perhatian dari orang yang memberikan rasa sakit tersebut. Lalu mungkin saja kalian akan memberikan logika irasional mengenai orang tersebut seperti mungkin saja aku yang salah, mungkin saja aku kurang bekerja keras dalam mengerti dirinya dan alasan-alasan lain yang membuat kalian sulit keluar dari hubungan yang toxic. Hingga kalian terlambat menyadari suatu kesimpulan yang menerangkan bahwa you can’t fix someone.

Nasihat Orang Tua Zaman Dulu

Aku teringat dengan salah satu lagu yang berjudul Janji Manis yang dibawakan oleh band asal Malaysia yaitu Kugiran Masdo. Liriknya begini, benar kata orang dahulu kasih jangan keterlaluan, sayang biarlah sederhana takut nanti engkau merana. Hahaha!

Ya, jatuh cinta jangan terlalu obsesif. Mungkin itu yang kudapatkan dari tulisan ini. Tulisan yang kusukai mengenai cinta, begitu ringan dan enak untuk direnungi.

Aku juga pernah jatuh cinta dan beberapa kali berakhir buruk. Walau begitu, aku tak ambil pusing. Itu diluar kendaliku (ingat etika stoa) dan yah, semuanya akan benar-benar berjalan baik kembali bukan. Dunia tidak akan hancur walaupun kita patah hati dan putus ditinggal pasangan. Apa aku pernah diputusin? Atau selalu kebalikannya? Haha, cukup tau. Mungkin beberapa orang yang kenal aku juga tau.

Sudahlah, kurasa ini saja yang bisa kutulis lagi. Semoga kalian bisa menemukan cinta yang benar-benar tulus kembali dan jika saat ini masih berada di dalam fase patah hati tersebut, itu urusan kalian, bukan urusanku. Dah!

Dan yah, segala doa baik pula untuk salah seorang yang pernah kusuka dulu, atau mungkin masih? Entahlah. Sekali lagi, biar dirinya yang merasakan dan cukup tau. Aku orang pertama yang dicintainya.

Sumber:

Andreas, B., & Z, Semir. (2004). The Neural Correlate of Material and Romantic Love. Neurolmage 21, 1155–1166.

Fisher, H. E., Aron, A., & Brown, L. (2006). Romantic Love: A Mamalian Brain System for Mate Echoiche. Philosophical Transactions of The Royal Society B 361, 27173–2186.

Jankowiak, W.R & Fisher, E. F. (1992). A Cross-cultural Perspective on Romantic Love. Ethnology 31, 149.

Kiranadi, B. (2010). Cinta dan Neurotransmitter. Institut Pertanian Bogor.

Praptiningsih, N., & Putra, G. (2021). Toxic Relationship dalam Komunikasi Interpersonal di Kalangan Remaja. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

--

--