Kenapa Orang Lain Terkadang Lebih Memahami Permasalahan Kita?

Rafael
Komunitas Blogger M
3 min readJun 20, 2020
Photo by Ryoji Iwata on Unsplash

Gue sering dengerin curhatan orang lain. Tentang masalahnya yang gak bisa mereka selesaikan sendiri. Mulai dari masalah yang biasa saja sampai yang ribet, Gue udah dengerin itu semua. Apalagi masalah tentang hubungan percintaan remaja, yang kalian tau sendirikan ribetnya seperti apa(?)

Teman-teman Gue bilang, kalau Gue itu orang yang enak diajak curhat. Apalagi kalau disuruh memberikan solusi untuk sebuah permasalahan mereka dengan pasangannya. Bukan maksud mau dipandang hebat menjelaskan ini, kenyataannya mereka sendiri yang bilang seperti itu, bukan Gue.

Tapi, itu semua gak menjadikan Gue sebagai orang yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Apalagi kalau urusan percintaan, bisa dibilang Gue gagal total, dan cenderung selalu salah langkah untuk mengatasinya.

Seperti halnya seorang tukang cukur rambut, gak mungkin mereka memotong rambutnya sendiri, itu hal yang sulit. Kalau mereka memaksa, jangan harap hasilnya sangat bagus.

Itulah jawaban yang dilontarkan Mama, ketika Gue bertanya, “Kenapa orang lain terkadang lebih memahami permasalahan kita?”.

Terkadang memang beberapa manusia sangat sulit untuk bisa memahami permasalahan mereka, apapun itu permasalahanya. Terkadang kita hanya fokus pada hal yang terjadi, bukan penyebab dari hal yang terjadi. Itulah mengapa kita sangat sulit untuk memahami dan menyelesaikan sebuah masalah yang menimpa.

Ibaratkan tukang cukur rambut yang terheran-hera, kenapa hasil potongan rambut mereka berantakan, padahal untuk rambutnya sendiri.

Pikiran kita terjebak, dan selalu bertanya-tanya “Bagaimana mengatasi hal ini?”, bukan “Apa penyebab hal ini bisa terjadi?”, dan disinilah peran orang lain membantu untuk memberikan pandangan yang lebih luas.

Gue pernah mendengarkan curhatan seseorang yang masalahnya lumayan klise, seperti:

“Kenapa ya, Gue masih suka mengingat mantan?”

Sebut saja orang ini si ‘A’.

A adalah orang yang selalu memikirakan hal itu, yang pada akhirnya membuat dia curhat ke Gue, untuk memberikan saran yang dapat menyelesaikan masalahnya. Pada saat dia curhat, kalimat yang dilontarkannya menuju pada suatu kesimpulan dari masalahnya sendiri.

Gue sebagai orang yang mendengarkan, tidak langsung memberikan jawaban, melainkan banyak peryataan seperti:

“Dalam keadaan apa Lo jadi inget dia? Apa karena Lo lagi merasakan kejenuhan? Lo sedang memandang sebuah foto atau/dan video pada saat masih bersamanya, ya?”

“Oh, mungkin Lo sampai sekarang belum mencoba membuka hati dengan orang lain? Emangnya penyebab Lo bisa putus sama dia, kenapa? Pernah punya janji yang belum bisa ditepati? Apa selama ini yang Lo lakuin untuk bisa move on dengan cara melupakannya?”

“Jika benar, bukannya seseorang yang mungkin mempunyai banyak kenangan bersama kita, bisa untuk benar-benar dilupakan? Bukannya itu hal yang sangat sulit terwujud dan sangat irasional, kecuali Lo mau membenturkan kepala supaya hilang ingatan?”

Sehebat-hebatnya Gue untuk mendengar dan memberikan solusi (kata orang-orang), pada akhirnya bukanlah seorang peramal yang dapat mengetahui semua hal. Termasuk masalah yang dialami si A. Tapi, satu-satunya hal yang bisa gue lakukan adalah memberikan pertanyaan yang lebih luas.

Setidaknya dia dapat memilih dan menjawab pertanyaan mana yang lebih relevan terhadap masalah yang dialaminya. Dan jawaban dia atas pertanyaan Gue, kembali akan menimbulkan pertanyaan baru yang akan menunjukan benang kusut mana yang harus diluruskan.

Sama halnya dengan Gue. Gue juga belum tentu bisa menyelesaikan sebuah masalah, seperti si A. Pada akhirnya Gue hanyalah orang biasa, yang juga membutuhkan bantuan orang lain, agar dapat memandang berbagai masalah dengan lebih objektif.

Disclaimer: Gue gak menyarankan untuk secara bebas curhat sama semua orang. Beberapa orang tidak selalu peduli dengan masalah kita, dan mungkin hanya menjawab seadanya. Gue juga gak menyarakan untuk selalu mencurahkan semua permasalahan kita kepada orang lain. Itu hanya akan membuat kita malas untuk berpikir mandiri secara kritis.

--

--