Ketika Kepedulian Disalahgunakan Apple

Mengenali metode “greenwashing” dari kebijakan Apple

riffatar
Komunitas Blogger M
4 min readMay 15, 2024

--

Mari kita membahas salah satu merek ponsel populer di dunia. iPhone. Ketika kita membeli seri iPhone 12, 13, atau 14 yang terbaru, kita akan mendapat boks tipis. Di dalamnya, terdapat paket penjualan berupa ponsel iPhone dan sebuah kabel USB-C to Lightning. Beserta stiker logo Apple tentunya. Paket penjualan tersebut berbeda dengan seri iPhone terdahulu. Perbedaan terletak pada boks lebih tebal yang berisi aksesori lebih lengkap dengan sebuah adaptor daya dan EarPods. Kedua aksesori itu dirindukan oleh konsumen iPhone.

Lantas, mengapa Apple tidak menyertakan keduanya dalam produk iPhone beberapa tahun ini? Apple menjawab, “Sebagai bagian dari upaya kami untuk mencapai target lingkungan kami, model iPhone tidak lagi menyertakan adaptor daya di dalam kemasannya.” Jawaban mereka memunculkan sebuah tanda tanya besar. Apakah keputusan itu efektif?

Pada 2015, Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP 21) diselenggarakan di Paris, Prancis. Konferensi tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan yang dinamakan Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang ditandatangani oleh 196 negara. Kesepakatan Paris mengatur ambang batas temperatur global di bawah 2°C. Hal ini mendesak semua pihak untuk mengurangi jejak karbon untuk mencapai target nol emisi karbon pada 2050. Salah satu kontributor jejak karbon adalah limbah elektronik (e-waste).

Limbah elektronik

Photo by Hafidh Satyanto on Unsplash

Berapa banyak alat elektronik yang menganggur dan tak terpakai dalam rumah? Limbah elektronik membutuhkan perhatian kita. Dilansir dari publikasi Circular Economy, limbah elektronik menghasilkan 580 juta metrik ton emisi gas rumah kaca pada 2020. Tanpa adanya upaya pengurangan, emisi tersebut dapat meningkat menjadi 852 juta metrik ton gas rumah kaca di 2030. Televisi, laptop, ponsel, charger, dan earphone merupakan beberapa contoh limbah elektronik paling umum dari kontributor gas rumah kaca.

Keputusan Apple

Kembali ke topik awal. Jadi, apakah keputusan Apple efektif? Ya dan tidak. Keputusan Apple efektif bila konsumen tidak membeli aksesori secara terpisah. Dan, keputusan itu menjadi inefisiensi apabila terjadi sebaliknya.

Bagaimana dengan boksnya? Ukurannya mengecil, bukan? Keputusan Apple membuat banyak orang berpikir bahwa dengan boks lebih kecil, maka jejak karbon yang dihasilkan mengecil pula. Hal itu wajar terjadi dikarenakan klaim Apple dalam situs resminya mengatakan bahwa boks lebih kecil memungkinkan 70 persen lebih banyak boks yang dapat dikirimkan dalam sebuah palet. Sayangnya, realita mengatakan keadaan yang berbeda. Sara Behdad, seorang peneliti sustainability di University of Florida, mengatakan bahwa mereka (Apple) melakukan pengiriman berdasarkan permintaan, bukan berdasarkan jumlah yang dapat ditampung dalam sebuah palet. Hal itu memungkinkan penambahan profit dan jejak karbon jikalau konsumer membeli aksesori secara terpisah dari Apple. Kita dapat mengambil simpulan bahwa keputusan Apple masih jauh dari klaim “peduli lingkungan” milik mereka.

Greenwashing

Photo by Li-An Lim on Unsplash

Apa yang dilakukan Apple dengan strategi penghapusan aksesori dalam paket penjualan produk iPhone berkemungkinan untuk dikategorikan sebagai “greenwashing”. Menurut Natural Resources Defense Council (NRDC), greenwashing ialah perbuatan membuat pernyataan yang menyesatkan tentang benefit kepada lingkungan dari sebuah produk. Strategi ini menjadikan perusahaan dapat melanjutkan praktik pencemaran lingkungan, selagi konsumen berpikir mereka (perusahaan) tidak melakukannya.

Bukan hanya Apple yang diduga melakukan greenwashing, banyak perusahaan raksasa lain yang menerapkan hal yang sama. Bukti tak langsung didapatkan oleh kolaborasi organisasi non-profit NewClimate Institute dengan Carbon Market Watch. Mereka menemukan bukti bahwa raksasa-raksasa korporasi seperti Amazon, Apple, Google, dan Unilever gagal untuk menunjukkan upaya untuk mencapai target nol emisi mereka.

“Misleading advertisements by companies have real impacts on consumers and policymakers. We’re fooled into believing that these companies are taking sufficient action when the reality is far from it.” — Gilles Dufrasne from Carbon Market Watch.

Solusi

Photo by Agence Olloweb on Unsplash

Transparansi. Tak ada yang lebih problematik daripada transparansi perusahaan terhadap klaim “peduli lingkungan” yang mereka gaungkan. Greenwashing tak lebih dari pembodohan publik untuk mengeruk profit sebanyak-banyaknya.

Solusi di atas hanya berlaku bagi korporasi. Hal yang dapat dilakukan bagi para konsumen adalah selalu bersikap skeptis terhadap semua klaim lingkungan yang dikeluarkan oleh sebuah produk. Apabila hal itu dilakukan oleh sebagian besar konsumen, maka dorongan tak terlihat akan memengaruhi perusahaan untuk memberikan transparansi dari setiap klaim mereka.

Silakan tekan tombol clap jika anda suka dengan artikel ini dan ketik di kolom response untuk menyampaikan komentar, kritik, atau saran. Bagikan artikel ini ke orang lain bila menurut anda bermanfaat.

Terima kasih!

--

--