Mahasiswa Penyambung Lidah Rakyat-Pemerintah

Salwa Nurmedina Prasanti
Komunitas Blogger M
3 min readAug 31, 2024

Ingatkah dengan tulisan yang terukir di atas batu nisan makam Ir. Soekarno di Blitar?

Photo by Fajar Grinanda on Unsplash

“PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT”

Kini, saya rasa peran itu telah disandang oleh mahasiswa. Ketika pendapat umum mengatakan bahwa pemerintah berada di atas dan rakyat berada di bawah, maka mahasiswa menjadi penengahnya.

Namun, sejatinya, rakyatlah yang berada di atas sebab menurut teori demokrasi, kekuasaan berada di tangannya. Sebenarnya pemerintah juga rakyat, tetapi mendapat jabatan.

Peran penengah yang dimiliki mahasiswa inilah yang disebut dengan penyambung lidah rakyat. Saat rakyat diperlakukan semena-mena oleh rezim, mahasiswa bersuara untuk rakyat. Tatkala pemerintah mengeluarkan putusan, mahasiswa tidak boleh bertindak gegabah dan harus memberi pengertian kepada masyarakat.

Mengapa harus demikian? Sebab mahasiswa adalah kalangan terdidik. Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan privillage pendidikan tinggi. Maka dari itu, mereka juga harus berlaku sebagaimana orang berpendidikan. Tak mudah tersulut dan tak gampang menurut.

Namun, seringkali peran penting sebagai penyambung lidak rakyat disalahgunakan bahkan disepelekan. Ada yang sampai menghalalkan kekerasan mengatasnamakan penderitaan masyarakat. Mungkin itu adalah bentuk kekecewaan berat. Ada juga yang berlagak bersih lalu diam saja tanpa peduli persoalan pelik yang ada. Mungkin ia memang tak paham apa-apa.

Titel “maha” pada kata mahasiswa berarti pelajar yang berada di kasta tertinggi. Tentu kewajibannya juga lebih banyak dan berat daripada pelajar-pelajar di bawahnya. Mahasiswa adalah calon orang besar di masa depan.

Mahasiswa adalah garda terdepan ketika Indonesia tak baik-baik saja. Maka dari itu, privillage yang dimiliki harus digunakan sebaik-baiknya. Kewajiban yang diemban juga harus benar-benar ditunaikan.

Penyambung lidah rakyat yang saya maksud bukan hanya mereka yang turun ke jalan untuk bersuara. Di zaman yang canggih ini, banyak sekali cara untuk menyuarakan kebenaran. Ada yang menjadi kreator konten dalam bentuk video, foto, artikel, dan lain-lain. Ada yang menjadi pers — meliput kejadian dan melaporkan apa adanya. Ada yang fokus dengan pendidikannya untuk mengembangkan Indonesia.

Jika menengok kembali pada sejarah, maka kita akan mengingat bahwa kalangan terdidik yang menyadarkan masyarakat akan kemerdekaan. Orang-orang yang mendapat privillage sekolah tinggi di zaman itu menyadari bahwa cara merdeka adalah dengan bersatu.

Selain itu, mahasiswa juga yang menegakkan kembali demokrasi setelah masa orde baru. Sudah banyak contoh jika kita mau menilik sejarah kembali. Semuanya tergantung kepada kita akan mengambil pelajaran darinya atau tidak.

Konsekuensi dari sebuah negara demokrasi adalah setiap individu harus melek politik. Tak harus paham hingga ke seluk-beluknya, cukup mengerti mana yang baik dan mana yang buruk.

Mengapa? Agar masyarakat tak mudah dikelabuhi. Hanya diiming-imingi kesejahteraan kecil saja sudah luluh hingga lupa bahwa pejabat tak dapat menjaminnya. Mereka hanya bisa mengusahakannya jika itu pun benar-benar berusaha.

Di sinilah mahasiswa memainkan peran krusialnya. Mahasiswa harus mengedukasi masyarakat agar melek politik. Memang segalanya tak hanya politik, tetapi politik yang mengatur segalanya. Suara lantang mahasiswa bukan suara kosong belaka, harus ada esensinya. Suara tak sekadar bersuara, harus ada intisarinya. Pentingnya memanfaatkan privillage yang diterima, bukan hanya untuk bergaya semata.

(Disclaimer: artikel ini sama sekali tidak bermaksud mengagungkan mahasiswa dan meremehkan orang-orang yang tidak mengenyam bangku kuliah.)

--

--

Salwa Nurmedina Prasanti
Komunitas Blogger M

IR student of Airlangga University || Politic enthusiast || Books addict